Rabu
terakhir di bulan Desember 2020. Setelah Tahajud sambil menunggu waktu Subuh,
biasanya saya gunakan untuk ngaji atau membaca buku. Terkadang saya juga mengetik
kalau ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Tapi di awal kehamilan kali
ini, pinggang saya jadi gampang capek kalau harus duduk lesehan sambal ngetik di kamar,
lebih enak ngetik sambil duduk di kursi ruang tengah.
Setelah
azan Subuh, tiba-tiba Dzaky posisi tidurnya melorot dari kasur dalam kondisi dia
masih merem.
“Kenapa,
Dek Ah?” Abi is sontak bangkit dan mencoba membenarkan posisinya.
“Ma,
celananya basah. Bau pulak. Kayaknya pup di celana!” ucap Abi sedikit panik.
Saya
yang sedang ngaji pun bergegas menghampiri mereka. Dzaky diangkat Abi ke kamar
mandi untuk dibersihkan.
Pagi
itu, Dzaky tidak segokil biasanya. Meski dia masih sangat aktif, masih
glundungan sana-sini. Tapi 2x dia sempat muntah. Pupnya juga masih encer. Rabu
pagi itu dia masih mau sarapan bubur ayam disuapin Abi. Setelah sarapan, saya
beri dia Lacto-B.
“Dek
Ah, mau ya dipriksain ke Dokter Soraya?” tanya Abi.
“Iya,
biar dicek Bude Soraya, ya. Biar Dek Ah pupnya nggak encer lagi,” ucap saya.
“Nanti
kalau perutnya sudah enakan, pupnya udah bagus lagi, Dek Ah semangat minum obat
dan nurut apa kata Bude Soraya, boleh kok nanti di Giyi lama sama Titi Ya,”
kata Abi memotivasi Dzaky.
Saya
pun mengiyakan. Kami pun mengajak Dzaky berdoa bersama minta kesembuhan sama
Allah.
Sekitar
jam 7.30, kami berangkat ke Klinik Mitra Umat. Dzaky masih mual dan sesekali
mengeluh perutnya nggak enak. Alhamdulillah, dapat antrian pertama. Saat
diperiksa sangat kooperatif dan nurut banget sama Bude Soraya. Sempat ada
obrolan tentang makan buah.
“Dzaky
mau apel, Bude,” katanya.
“Tapi
nanti maem pisang dulu ya, apelnya nanti kalau dah nggak sakit perutnya,” ucap
Dokter Soraya.
Awalnya
Dzaky merajuk. Sampai akhirnya dia sendiri yang memutuskan, meminta Abi untuk
membelikan pisang dan bukan apel. Motivasi internal untuk sembuh itu sudah
muncul. Dia pun semangat makan, minum apapun yang kami kasih, bahkan minum
antibiotik yang sedikit pahit. Yups, Titi Ya jadi moodbooster: KALAU SEMBUH,
BOLEH LIBURAN LAMA DI GIYI (WONOGIRI).
Rabu
itu dia masih bolak-balik ke KM sampai 5-6x. Tapi nggak kelihatan lemes. Makan
dan minum masih mau. Masih lincah juga seperti biasanya. Alhamdulillah hari
Kamis tekstur pupnya sudah bagus. Saya dan Abi is sudah lebih lega. Dzaky juga
sudah nggak mual. Namun, Jumat sorenya dia diare lagi. Bahkan sangat bau dan berwarna
kehijauan. Saya konsultasi via WA dengan Dokter Soraya. Setelah kami evaluasi
kemungkinan karena Dzaky pada Kamis itu sudah mengkonsumsi susu UHT sedangkan
pencernaannya -mungkin- belum siap.
Selama
masih mau makan dan minum dan tidak menunjukkan gejala dehidrasi, insya Allah
masih aman. Alhamdulillah, nggak ada demam juga. Dzaky masih doyan banget makan
pisang, Jumat itu juga kami beri dia degan hijau, juga madu hangat. Anaknya
juga masih aktif polahan. Hihi.
Saya
dan Abi sampai membuat rencana kalau Sabtu pupnya masih seperti itu, akan kami
cek lab-kan ke Cito dan periksa ke Dokter Agus (Spesialis Anak) di Hermina
Banyumanik.
Alhamdulillah,
Sabtu itu Dzaky sudah tidak diare. Malah seharian itu dia nggak pup. Makan dan
minum juga sangat bagus, aktivitas fisik juga heboh seperti biasa. Saya dan Abi
is bisa lega. Puncak kelegaan kami saat hari Ahad tekstur pupnya sudah sangat
normal. Alhamdulillah, terima kasih, Ya Allah…
Beberapa
hari kemudian, Dzaky nagih dong janji kami untuknya jika sembuh dari diare.
Yups, liburan lama di Giyi. Anaknya pun setiap hari nanyain kapan kita ke Giyi?
Kapan ke Titi Ya? Nah, waktu itu juga ada informasi kalau mulai hari Senin, 11
Januari 2021 akan ada PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) selama
2 pekan. Akhirnya, Abi memutuskan Sabtu kita antar ke Wonogiri daripada nanti anaknya
nagiiiiih terus setiap detik. Hihihi. Dengan semangat ’45 dia packing sendiri
mainannya 1 kardus plus 1 box. Bener-bener deh persiapan mau liburan lama.
“Nanti
kalau Umma kangen gimana dong?” tanya saya.
“Umma
kan bisa video call atau ke Giyi aja. Di Giyi lama sama Dek Ah,” jawab dia
santuuuy.
Huwaaaaaaaaaaa…
benar-benar bakal kangen sama bocil satu ini.
Sabtu (9 Januari 2021) malam kami sampai di Wonogiri. Tak lupa cuci tangan pakai sabun di pancuran
depan counter yang sudah disiapin Dedoy terus Dzaky dimandiin Abi is pakai air
hangat. Semua mandi dan ganti baju bersih. Terus menikmati teh hangat buatan
Titi Ya. Dzaky pun langsung “nginthilin” Titi Ya kemana-mana. Bobok malam pun
maunya sama Titi Ya. Hihi. Ciyeee, yang kangennya sudah terobati.
Ahad
siang, saya dan Abi is bersiap pulang ke Semarang. Ahad malam Abi mau ada
rapat. Waktu itu pun kami mendapat kabar tentang kondisi Pak Gik (bapaknya
Pakde Hengki) plus info yang membuat kami cukup syok adalah hasil rapid
antigennya positif. Beliau ada riwayat perjalanan dari menghadiri ngunduh mantu
anaknya besan ke Purwodadi. Sepulang dari acara tersebut beliau ngedrop bahkan
keluarga besan pun banyak yang ngedrop, termasuk ayah mertuanya Mas Lana (anak
bungsunya Pak Gik) yang waktu ke Purwodadi semobil dengan Pak Gik. Ayah mertua
Mas Lana sejak hari Jumat dirawat di Ken Saras dan hasil tesnya juga positif
Covid. Beliau komorbid. Ya Rabbi…
[*]
“Dek
Ah, Umma sama Abi nanti pulang Semarang lho, ya. Dek Ah di Giyi dulu sama Titi,
Dedoy sama Dewid juga. Bersikap baik ya, nurut sama Titi dan semua,” pesan Abi
is.
“Baiklaaaaah,”
jawab Dzaky dan mereka pun uyel-uyelan bersama. Hahaha.
Saat
mobil kami mulai jalan, anaknya pun melambaikan tangan, melepas kami dengan
ceria. Kami pun percaya, Dzaky bakal aman dan nyaman di Wonogiri Bersama Titi
Ya, Dedoy, dan Dewid.
Ini
kali ketiga kami tinggalkan Dzaky di Giyi dalam waktu cukup lama. Yang pertama
dulu waktu masih masa nyapih dan saya harus ke Makassar 4 hari 3 malam. Yang
kedua setelah Ahha Wok meninggal, kami sempat mengizinkan Dzaky untuk stay di
Wonogiri dulu sepekan. Dan ini yang ketiga.
Sehat
dan bahagia selalu di Giyi ya, Dzaaaak.
Malam
harinya sebelum saya dan Abi tidur. Abi is bilang, “sepi ya, biasanya Dzaky di
sini.” (sambil nata bantal yang biasa Dzaky pakai). Wkwkwk.
[*]
[*] [*]
Senin,
11 Januari 2021
Senin
sekitar jam 10-an ada berita duka di grup Keluarga Klaten, mengabarkan kalau
ayah mertuanya Mas Lana meninggal. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un… Semoga
husnul khatimah dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran dan
ketabahan terbaik.
Hari
itu pula saya mendapatkan kabar dari Mas Sis kalau Mas Juwarno (suami kakak ipar
saya yang no.3) dilarikan ke RSUD Ambarawa karena sesak nafas. Hasil rapid
antigennya pun positif. Mas Sis pun segera menghubungi Mbak Desi dan memintanya
ke Klinik Mitra Umat untuk rapid antigen. Ya, karena Sabtu-Ahad Mbak Desi dan
Mbak Riza sempat menginap dan berada di Karangjati. Selain itu, Mas Juwarno
sudah meriang selama beberapa hari. Mbak Desi pun sempat tidak enak badan
selama 3 hari dan 3 hari itu pula dia tidak masuk kerja. Mbak Riza pun sempat
mengeluhkan batuk dan pilek. Bisa jadi mereka senasib karena tidur satu kamar
saat di Meranti maupun di Karangjati.
Rencana
saya untuk rebahan sejenak dan tidur
siang pun bataaal. Senin itu menjadi Senin yang super hectic dan deg-degan. Mas
Sis telepon lagi mengabarkan kalau hasil rapid antigen Mbak Desi positif. Mas
Sis segera menghubungi Mas Puji (kakak no.2) dan membuat keputusan kalau semua
yang interaksi sama Mbak Desi segera rapid antigen. Saat ini, Mbak Desi dan
Mbak Riza tinggal dengan Akmal dan Azfa (anaknya Pakde Puji dan Bude Ani) di
Meranti karena Pakde Puji dan Bude Ani mendapatkan amanah mutasi (kantor pajak)
di luar kota dan luar pulau.
Mbak
Riza sejak pagi sudah berada di Karangjati untuk menemani Rafif karena
ditinggal Bude Ju nganterin Pakde Ju ke RS. Kami pesan ke Mbak Riza pokoknya
selama di rumah wajib pakai masker karena di rumah ada Mbah Kakung dan Mbah Putri (orang tua Pakde Ju).
Jelang
Asar, saya, Mas Sis, Azfa, dan Akmal berangkat ke Klinik Mitra Umat. Kami
mendaftar untuk rapid antigen. Sebelumnya, kami diperiksa BB, TB, tensi, dan
saturasi oksigen. Oh ya, sebelum ke klinik, saya sempat cerita ke Mamiko kalau
mau rapid antigen. Mamiko ngasih tips:
“Bayangin
aja kamu lagi ngupil tapi kejeron.” Kurang lebih rasanya kayak
gitu. Hehe. Ngupil kejeron, Gaeees. Selain itu, doi juga ngasih tips untuk bawa
air putih hangat jadi usai rapid bisa lebih enakan.
Saat cek tensi, tensi Azfa dan Akmal tinggi: 140 dan 138. Mereka memang terlihat panik dan takut. Sebagai Om dan Tantenya, kami pun mencoba menenangkan. Dengan selfi jarak jauh juga ngobrol-ngobrol gayeng. Mbak Desi juga masih nunggu di dekat ruang obat. Menunggu hasil kami juga dengan deg-degan.
Urutan
pertama Mas Sis, lalu saya. Saya mencoba untuk rileks, santai, banyakin zikir.
Rasanya memang aduhai sekali. Tapi lebih aduhai saat kontraksi, kok. Hihi.
Sempat ngrasa agak mual usai rapid terus minum air putih hangat, alhamdulillah
lebih enakan. Kalau Akmal selesai rapid, air mata bercucuran dengan sendirinya
tapi bukan bermaksud nangis kesakitan. Respon sesaat saja. Kalau Azfa malah
sempat gagal di colokan pertama karena dia tiba-tiba kaget terus jadi berdarah.
Ganti lubang hidung yang kiri deh yang dicolok.
Selesai
rapid, kami salat Asar. Berdoa sungguh-sungguh sama Allah. Saya tekankan ke
anak-anak untuk ridho dan ikhlas apapun nanti hasilnya. Saya sendiri juga
deg-degan karena kondisi sedang hamil trimester pertama. Tapi, berusaha keras
untuk pasrah. Saya hanya memupuk keyakinan, “everything gonna be OK”.
Azfa
sempat memprediksi, “kayake aku deh Tant yang hasilnya positif, kan aku selama
ini tidur sama Mbak Desi n Mbak Riza, bahkan sejak mereka sakit dulu,” ucap
Azfa mencoba menenangkan dirinya sendiri. Mungkin itu cara dia menyiapkan diri
apapun hasil tesnya nanti.
30
menit berlalu, saya dipanggil ke ruang obat. Hasilnya sudah di tangan. Satu di
antara kami hasilnya POSITIF, yaitu Akmal. Abi is orang pertama yang saya kasih
tahu. Setelah selesai membayar, saya ngobrol dengan Desi, Akmal, dan Azfa.
Sebelumnya saya motivasi dulu mereka, kalau ini semua sudah bagian dari
skenario Allah yang harus kita jalani bersama.
Ketika
saya sampaikan bahwa hasil yang positif itu Akmal, justru Azfa yang menangis
sesenggukan. Dia sendiri nggak menyangka justru adik kesayangannya yang
positif. Setelah suasana lebih tenang, saya pun membuka pembicaraan lagi. Mas
Sis sudah melesat pergi karena ada panggilan rapat penting.
“Sekarang,
Mbak Desi sama Akmal pulang ke rumah Meranti naik motor. Sampai rumah segera
mandi dan ganti pakaian bersih. Selama di rumah tetap pakai masker, ya. Untuk
keperluan makan, camilan, vitamin, insya Allah, nanti diatur sama Om Sis,” terang
saya.
“Oh
ya, tadi Om Sis juga ngasih tahu, Abi sudah ndaftarin Mbak Desi sama Akmal
untuk swab PCR besok di Cito. Untuk jamnya nanti dikabari Om Sis, ya. Nah,
untuk Azfa, karena hasil rapidnya Mbak Desi dan Akmal positif sedangkan kamu,
Om Sis, dan Tante Norma negatif, kamu sekarang ikut Tante pulang ke Jati.
Selama Mbak Desi dan Akmal isoman, kamu jadi anak asuhnya Tante,” kata saya
sambil nge-pukpuk Azfa yang kelihatan banget masih syok.
“Sekarang,
nggak penting mikirin siapa menularkan siapa, tertular dari mana, dan lainnya.
Karena detailnya tentu saja Allah yang lebih tahu segalanya. Tugas kita
sekarang ikhtiar untuk sembuh dan sehat. Mbak Desi dan Akmal saling memantau
ya, jika ada keluhan apapun segera laporkan ke Om Sis atau Tante Norma. Kalian
berdua tidak usah panik, nggak usah mikir macem-macem. Harus ikhlas. Buat hati
kalian selalu bahagia. Insya Allah imunitas tubuh bakal selalu terjaga.”
Obrolan sore itu pun saya akhiri. Kami segera kembali ke tujuan pulang
masing-masing. Mbak Desi dan Akmal ke Meranti, saya dan Azfa ke Jati.
[*]
Di
sisi lain, ada kelegaan luar biasa dalam hati saya dan Mas Sis karena hasil
rapid antigen kami negatif. Soalnya kan kami sempat ke Wonogiri. Alhamdulillah,
insya Allah keluarga Wonogiri aman.
Selama
proses dari siang hingga sore itu, Bude Ani dan Pakde Puji pun memantau dari
kejauhan. Saya selalu berkirim kabar kondisi anak-anak sejak awal mau tes
hingga hasil tes itu keluar. Bagaimanapun juga hati orang tua mana yang tak
khawatir dengan kondisi putra putrinya di masa seperti sekarang ini. Sedangkan
amanah negara membuat mereka harus terpisah jarak dan waktu, namun insya Allah
selalu dekat dalam doa.
Selama isolasi mandiri, Akmal
dan Mbak Desi pun dipantau oleh pihak Puskesmas dan mendapatkan kiriman vitamin
ke rumah. Hari Selasa, Akmal dan Mbak Desi melaksanakan tes Swab PCR di Lab Cito dikawal Mas Sis.
[*]
Hari-hari
setelah Senin itu, hasil rapid antigen Mbak Riza juga positif. Dia pun isoman
di Karangjati. Pak Gik akhirnya diopname di RSIA Sultan Agung karena saturasi
oksigen rendah. Terima kasih Mbak Ani (ponakan, kakak Mbak Desi) yang membantu mengurus kamar dsb karena saat ini Mbak Ani mendapatkan amanah sebagai perawat bangsal Covid di RSI Sultan Agung. Keluarga besar Pakde Hengki pun melakukan rapid antigen. Pakde
Hengki, Ibuk, dan Tata (cucu Pak Gik) reaktif. Mereka pun isolasi mandiri,
dipantau oleh Puskesmas.
Bude
Win alhamdulillah, hasil rapid antigennya negatif. Meski begitu, terpaksa harus
pisah rumah dengan Pakde Hengki. Bertiga saja di rumah sama baby Rania dan Mas
Raihan. Bakoh dan strong selalu ya Budeee… (Pengen rasanya meluk setiap saat plus bantuin momong). Tapi saya yakin, Bude Win bisa menjalani episode kali ini dengan sukses dan happy ending. Pokoknya banyak doa terbaik selalu untukmu.
[*]
Hari-hari
setelah Senin itu menjadi hari yang sibuk. Keluarga kami yang tergolong
“aman” dan memungkinkan untuk tetap bisa wira-wiri. Jadi, Mas Sis yang sering
mobile untuk memantau keperluan keluarga Bude Win, keluarga Pakde Hengki, juga keperluan
Akmal dan Mbak Desi. Tentu saja dengan protokol kesehatan yang ketat. Cuci tangan pakai sabun, langsung mandi (setiap kali Mas Sis ke luar rumah, saya selalu menyiapkan baju bersih di dekat kamar mandi, jadi ketika pulang bisa langsung bersih-bersih badan). Selain itu, kami pun terus memantau kabar kesehatan Pak
Gik juga Pakde Ju dan keluarga Karangjati.
Pakde Puji dan Bude Ani hari Jumat malam pulang ke Semarang. Meski mereka harus menginap di hotel, tapi setidaknya membuat hati mereka sedikit lega karena bisa berjumpa dengan Azfa dan Akmal meski dari kejauhan. Setiap kali mau pulang ke Semarang atau kembali ke Kalimantan, Bude Ani selalu Swab PCR karena sudah jadi syarat mutlak untuk bisa terbang. Pokoknya semua dijalani dengan ikhlas asal bisa melihat kondisi anak-anak. Waktu itu, Pakde Puji dan Bude Ani juga kirim stok kebutuhan dapur, aneka suplemen, vitamin C, buah, dan macam-macam untuk keperluan kami juga anak-anak.
Dengan kondisi saat ini, saya kembali bersyukur posisi Dzaky ada di Wonogiri. Biasanya kan dia geger nginthilin Abi is. Setidaknya pikiran Abi is pun bisa lebih fokus menghadapi situasi yang tengah terjadi pada keluarga besar kami.
Oh ya, terkadang
saya bikin handslettering suka-suka trus ngetag para ponakan di Instagram
dengan tujuan menghibur mereka. Hihi. Videocall-an bareng-bareng saling
menyemangati dan mendoakan. Pokoknya sebisa mungkin kami menciptakan suasana
yang seru dan menyenangkan.
Persembahan
tembang untuk para ponakan tercinta: “MELUKIS SENJA” (yang dipopulerkan oleh
Budi Doremi)
Melukis Senja
Aku mengerti
Perjalanan hidup yang kini kau lalui
Ku berharap
Meski berat, kau tak merasa sendiri
Kau telah berjuang
Menaklukkan hari-harimu yang tak mudah
Biar ku menemanimu
Membasuh lelahmu
Izinkan kulukis senja
Mengukir namamu di sana
Mendengar kamu bercerita
Menangis, tertawa
Biar kulukis malam
Bawa kamu bintang-bintang
'Tuk temanimu yang terluka
Hingga kau bahagia
Aku di sini
Walau letih, coba lagi, jangan berhenti
Ku berharap
Meski berat, kau tak merasa sendiri
Kau telah berjuang
Menaklukkan hari-harimu yang tak indah
Biar ku menemanimu
Membasuh lelahmu
Izinkan kulukis senja
Mengukir namamu di sana
Mendengar kamu bercerita
Menangis, tertawa
[*]
Tak
terasa, 12 hari Azfa menemani hari-hari saya selama Dzaky di Wonogiri.
Benar-benar Allah sudah mengatur jalan cerita kehidupan ini dengan sedemikian
rupa. Selama Azfa jadi anak asuh saya, kami tiap pagi masak untuk sarapan yang
nantinya juga dikirim ke Meranti untuk Akmal dan Mbak Desi.
Banyak
kejadian absurd saat bersamanya, termasuk obrolan gaje saat lipat-lipat baju,
saat kita nonton film Ayat-Ayat Cinta 2, saat main cat air bareng, dan banyak
lagi. Saat dia ngezoom sekolah, saya pun “kerja” di depan laptop.
“Kalau
capek ngetik, Tante nonton film saja atau tidur,” begitu pesan Azfa. Hahaha.
Dasar kau!
[*]
Alhamdulillah,
kini semua sudah pulih kembali. Pakde Juwarno sudah dinyatakan sehat dan bisa
keluar dari rumah sakit. Demikian halnya dengan Pak Gik. Para ponakan pun sudah
menyelesaikan isolasi mandiri mereka dan sudah mendapatkan surat pernyataan
sehat dari Puskesmas.
[*]
Hingga detik saya menuliskan barisan aksara ini ditemani denting gerimis yang sungguh syahdu, rasanya tak henti saya melafalkan syukur atas apa yang telah Allah tetapkan. Saya yakin, inilah cara Allah mencintai kami. Cara Allah membuat kami saling menguatkan rabithah cinta atas nama keluarga. Saya sangat bersyukur, kami bisa saling support satu dengan yang lain. Saling mengingatkan dan menguatkan untuk semakin mendekatkan diri pada Sang Penguasa Alam Semesta.
Yuk, jangan pernah lelah untuk melangitkan doa semoga pandemi ini segera sirna dan kehidupan
bisa pulih kembali seperti sedia kala. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan
dan kekuatan pada kita semua. Aamiin.
Selasa,
26 Januari 2021.
masyaAllah luar biasa mbv
ReplyDelete👍👍🙏🙏
ReplyDelete