Alhamdulillah, hari ini dapat pengumuman tahap I beasiswa S2 dari kantor.
Insya Allah tes selanjutnya tanggal 13-14 Mei 2011.
Mohon doanya kawan-kawan!
Semangat!!!
Gitu aja deh catatannya coz speechless banget karena pagi tadi aku sempat merasa sedih karena "kehilangan" sesuatu, tapi Allah ternyata menggantinya dengan begitu cepat. Sebuah kejutan saat aku membuka email dan membaca pengumuman itu.
Ya Allah, hamba yakin masih banyak kejutan luar biasa yang Engkau rahasiakan... Dengan begitu membuatku belajar untuk terus berjuang, bersyukur, dan bersabar dalam menemukan rahasia-rahasia itu!
~Terima kasih atas kejutan sekaligus kesempatan yang Engkau beri hari ni, Ya Rahman.. Aku luruh dalam mahabbah pada-MU...~
Niat memang memiliki posisi sangat istimewa dalam ajaran Islam. Kali ini, kita membicarakan niat terkait dengan salah satu tahapan kehidupan yang selalu menyenangkan untuk dilewati oleh setiap orang, yaitu pernikahan. Apa yang ditulis di bawah ini cukup menjadi afirmasi positif sebagai upaya untuk meluruskan niat kita baik sebelum, saat, maupun setelah menikah.
1. Saya menikah dengan niat untuk menjalankan perintah Allah dan mencari ridho-Nya.
2. Saya menikah dengan niat untuk menjalankan sunnah Rasulullah SAW.
3. Saya menikah dengan niat untuk menjaga mata dari pandangan yang haram.
4. Saya menikah dengan niat untuk mendapatkan keturunan yang dapat memperbanyak jumlah umat Islam.
5. Saya menikah dengan niat untuk meraih kecintaan Allah dengan berusaha mendapatkan keturunan yang bisa melanjutkan generasi umat manusia.
6. Saya menikah dengan niat untuk meraih kecintaan Nabi Muhammad SAW demi memperbanyak umatnya yang berkualitas hingga kelak di hari kiamat Rasulullah SAW bangga dengan hal tersebut. Dalam hadits disebutkan, "Menikahlah dan perbanyaklah keturunan! Sebab aku akan membanggakan kalian di hadapan umat-umat lain kelak di hari kiamat."
7. Saya menikah dengan niat untuk menjaga kehormatan suami dan memenuhi kebutuhannya, serta berniat untuk mampu mengelola nafkah dan mengurus anak-anak.
8. Saya menikah dengan niat untuk menjaga diri dari setan, menghilangkan kerinduan dan kecenderungan syahwat yang negatif, menjaga kemaluan dari perbuatan hina, menjaga pandangan, dan mengusir rasa was-was.
9. Saya menikah dengan niat untuk menyenangkan dan membahagiakan diri dengan cara duduk bersama pasangan atau memandang serta yang lainnya, agar bisa bertambah giat dan lebih tenang dalam beribadah.
10. Saya menikah dengan niat untuk mengurangi kesibukan hati dalam mengatur rumah, mengerjakan pekerjaan dapur, menyapu dan membersihkan perabotan, serta mendapatkan kemudahan hidup.
11. Saya menikah dengan niat untuk melatih diri dalam hal bertanggung jawab sebagai seorang istri, berusaha memenuhi kebutuhan suami, sabar dalam menjalani kehidupan rumah tangga, berusaha memperbaiki akhlaq anak-anak, membimbing anak-anak kepada kebaikan dan menjadikan mereka generasi Qur'ani.
12. Saya menikah dengan niat untuk memperoleh keberkahan dari do'a yang dipanjatkan seorang anak shalih setelah saya wafat kelak, sekaligus berharap pertolongan dan syafa'at dari anak-anak tersebut jika mereka meninggal ketika masih kecil.
13. Saya menikah dengan niat seperti yang telah diniatkan oleh para hamba Allah yang shalih dan para ulama yang mengamalkan ilmunya.
14. Saya menikah dengan niat pada semua niat tersebut dan niat lainnya dari semua yang saya curahkan, saya ucapkan, dan saya kerjakan, dalam urusan pernikahan ini, karena Allah.
Silakan ditambahkan sendiri ya!! ^^v
Yaa Allah, berikan taufiq kepadaku seperti halnya Engkau memberi taufiq kepada mereka, dan tolonglah aku seperti halnya Engkau telah menolong mereka.
Semoga ALLAH memberi taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua..Amiin..
Khususnya bagi yang berniat untuk menikah, saran saya : SEGERA PRINT TULISAN INI, TEMPEL DI DINDING KAMAR! UCAPKANLAH BERKALI-KALI DAN TERUS AZZAMKAN DALAM HATI! Semoga bisa membantu untuk menjaga kelurusan niat tersebut.
Hari, Tanggal : Sabtu, 23 April 2011 Pukul : 08.00-12.00 Tempat : Masjid Baitul Ihsan, Bank Indonesia, Jakarta Pusat Pembicara : Ustadz Bachtiar Nasir, LC
***
Materi dari ustadz baru dimulai pukul 09.00. Surprise juga saat sebelum materi, ada kesempatan untuk belajar tahsin dulu. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dalam halaqoh-halaqoh. Subhanallah, aku masuk dalam kelompok yang sebagian besar ibu-ibu. Ada yang nenek-nenek juga. Kami belajar bersama seorang ustadz. Ibu-ibu begitu bersemangat, meskipun berulang kali sering salah dalam membaca. Ustadznya juga sangat sabar. Keren deh!
Moderator mengawali acara dengan berbagi kisah tentang seorang laki-laki dari Bani Israil yang membunuh 99 orang dan ingin bertaubat. Akhirnya ia mendatangi seorang rahib dan bertanya apakah taubatnya bisa diterima. Sang rahib berujar bahwa taubatnya tidak akan diterima. Akhirnya laki-laki itu membunuh sang rahib. Seratus nyawa akhirnya melayang atas perbuatannya. Ia benar-benar ingin bertauubat. Akhirnya ia bertanya apakah ada orang alim yang bisa ia tanyai. Akhirnya, bertemulah ia dengan seorang alim/ahli hikmah. Ia pun bertanya apakah taubatnya bisa diterima. Sang ahli hikmah menjawab, “Mengapa tidak? Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Pergilah ke kota itu, di sana orang mentauhidkan Allah. Tinggalkan kampungmu yang penuh maksiat!”
Laki-laki pembunuh itu menuruti kata sangg ahli hikmah. Demi mewujudkan keinginan besarnya untuk bertaubat, laki-laki pembunuh itu bergegas hijrah ke kota yang dimaksud sang ahli hikmah. Ternyata ia meninggal dalam perjalanan. Malaikat pencatat amal kebaikan dan malaikat pencatat amal keburukan ‘berselisih’ apakah laki-laki pembunuh itu masuk surga ataukah neraka. Akhirnya diukurlah langkahnya dan ternyata langkah kaki laki-laki pembunuh itu lebih dekat menuju kota tempat tujuannya bertaubat. Akhirnya ia masuk surga.
Ilmu itu cahaya dan cahaya Allah tidak akan diberikan pada orang yang suka bermaksiat.
Sebuah kisah tentang Abu Nawas yang menurut temannya, Abu Nawas pernah bercerita bahwa ia bermimpi duduk di taman surga. Setelah di tanya, mengapa Abu Nawas bisa berada di surga, Abu Nawas menjawab bahwa ia masuk surga karena membuat syair tentang taubat yang ia simpan di bawah kasurnya. Syair itu berbunyi demikian.
Ya Tuhanku, aku tak layak menjadi ahli syurga-Mu Namun, aku tidak mampu menahan panasnya siksa api neraka Terimalah taubatku dan ampunilah dosa-dosaku Sesungguhnya hanya Engkau Maha Pengampun dosa-dosa besar Dosa-dosaku seperti jumlah debu pasir dipantai Maka terimalah taubatku Wahai Pemilik Keagungan Dan sisa umurku berkurang setiap hari Dan dosa-dosaku bertambah, bagaimana aku menanggungnya Ya Tuhanku, hamba-Mu yang berdosa ini datang kepada-Mu Mengakui dosa-dosaku dan telah memohon pada-Mu Seandainya Engkau mengampuni Memang Engkaulah Pemilik Ampunan Dan seandainya Engkau menolak taubatku Kepada siapa lagi aku memohon ampunan selain hanya kepada-Mu
Acara selanjutnya adalah materi dari Ustadz Bachtiar Nasir.
Beberapa point yang sempat saya catat dari apa yang beliau sampaikan:
1.Bertaubat tidak cukup dengan meninggalkan yang dilarang tapi juga melaksanakan perintah. Kekeliruan saat ini, bertaubat hanya dipahami dengan meninggalkan maksiat saja.
2.Taubat ada dua, yakni taubat yang wajib (taubat dengan meninggalkan yang dilarang tapi juga melaksanakan perintah) dan taubat yang sunnah ( Taubat dengan menjalankan sunnah Rasul dan menjauhkan diri dari yang dimakruhkan Rasulullah Saw.)
3.Belajar dari kisah taubatnya Nabi Adam as
Hikmah kisahnya:
a.Akibat dari dosa yang dilakukan Adam, maka Allah menyingkapkan keburukannya (Q.S. Thaha : 21)
b.Adam dan Hawa terusir dari surga (Q.S. 7 : 24)
c.Allah Swt mencela mereka (Q.S. 7 : 22)
4.Belajar dari kisah taubatnya Nabi Nuh as
a.Nuh adalah bapak manusia setelah Adam dan kemudian disusul Ibrahim.
b.Pada masa Nuh, ada 5 orang shalih yang sangat dermawan kemudian didewakan secara berlebih-lebihan oleh umat Nuh dengan dibuatnya patung mereka saat mereka telah wafat. Inilah yang menjadi contoh syirik pertama kali di muka bumi.
c.Nuh merupakan hamba Allah yang banyak bersyukur dalam keadaan apapun. So, kunci hidup berbahagia dalam beragama adalah berdzikir dan bersykur (Q.S. 2 : 152). Bukan dzikir di lisan saja, tapi juga di dalam qalbu. Merasakan dan menyaksikan keagungan-Nya di alam raya. Orang yang sering berdzikir, akan mampu banyak bersyukur.
d.Dzikir kalbu :
-Mampu merasakan keagungan nama dan sifat-Nya
-Mampu merasakan kebesaran Allah di jagad raya
e.Wujud syukur :
-Lisan
-Memberi mahabah (daya cinta) dan inabah (efek dari mahabah) pada Allah
-Perbuatan, kuncinya : taat
f.MAHABAH
-Cinta yang tidak berbalas ridho dari Allah bisa disebabkan karena cintanya tidak dibarengi dengan ketaatan kepada Allah. Itulah cinta yang sia-sia.
-Ikhlaskan memurnikan ibadah karena Allah semata
g.INABAH
-Ketika kita merasa lebih pintar dari orang lain, itu sombong namanya.
-Hidup ini di antara 2 misteri, yakni ikhtiar insani dan takdir Ilahi.
-Orang yang cerdas dalam menjalankan hidup adalah orang yang mampu menjalani hidup di antara ikhtiar insani dan takdir Ilahi.
-Taufiq adalah pertemuan antara kehendak Allah dan manusia.
h.Tidak harus menunggu berdosa baru bertaubat. Nabi Nuh as selalu menjadikan taubat sebagai gaya hidupnya
i.Alam bawah sadar manusia senang dengan pengulangan.
j.Formula dahsyat sebelum tidur :
-Memaafkan orang lain
-Bertaubat
-Berdzikir
-Mendengarkan murottal sebagai pengantar dan teman tidur
k.Doa Nabi Nuh (Q.S 11 : 45)
l.Nuh berhasil membentengi diri sendiri, tapi tidak berhasil membentengi anaknya (Q. S. Al-A’raf : 59)
5.Belajar dari kisah taubatnya Nabi Yunus as
Q.S. 21 : 87
Ia taubat di dalam perut ikan
6.Belajar dari kisah taubatnya Nabi Ayub as
Ayub adalah hamba paling sabar. Ia tidak minta sembuh pada Allah. Ia selalu yakin bahwa segala sesuatu yang datang dari Allah, pasti baik untuknya.
Pukul 03.00, aku terbangun. Lagi-lagi tanpa alarm. Alhamdulillah. Setelah sholat malam, aku sempat murojaah 3 hadist yang harus aku setorkan pagi ini. Pukul 03.30 aku buka kulkas, ambil telur dan beberapa cabai, terus menuju lantai 1. Saatnya memasak!!! Beberapa waktu kemudian, akhirnya jadi juga masakan lezat ala chef Aisya Avicenna. Sempat dikreasi saat menghidangkan. Halah! "Nasi Goreng Chicken Stick” itu akhirnya aku lahap bersama seorang sahabat. Selesai sarapan, aku bersiap-siap hendak “kuliah pagi".
Sekitar pukul 05.30, aku sudah berdiri di Jalan Otista Raya untuk menunggu mikrolet 53 yang hendak aku tumpangi. Sambil menunggu, aku manfaatkan untuk muroja’ah hafalan hadistku. Hari ini ada 3 hadist lagi yang harus disetorkan. Tiba-tiba ada sepeda motor berhenti di depanku. Kaget! Rasa kaget itu sirna sudah tatkala tahu siapa pengendaranya. Beliau adalah salaha satu mahasiswi LBQ Al-Utsmani juga, tapi levelnya di atasku. Dia mengajakku naik motornya. Uhuy! Alhamdulillah... Sepanjang perjalanan, aku masih sibuk dengan hafalanku.
Sampai di kampus, ternyata aku tetap menjadi mahasiswi yang datang paling awal di kelasku. Hehe... Pukul 06.15 kelas dimulai dan alhamdulillahh hari ini berhasil setor hafalan 3 hadist. Pukul 08.00 kelas berakhir. Sebelum pulang, aku sempatkan ke kantor LBQ Al-Utsmani dulu untuk membayar SPP. Setelah itu melanjutkan agenda berikutnya yakni “imunisasi pekanan”. Hmm, ada yang special hari ini. Semangat! Setelah “imunisasi pekanan” aku “diculik” salah satu saudariku untuk mengantarkannya ke toko “RAIHAN” di dekat UNJ.
Pukul 13.30 aku tiba di kost untuk makan siang. Setelah itu, aku menuju stasiun Tebet untuk naik kereta ke Depok. Saat di kereta aku sempat cemas karena tidak begitu tahu jalurnya dan belum begitu familier dengan stasiun Lenteng Agung, tempat aku turun. Di dalam kereta ekonomi AC itu, aku berdiri. Tiba-tiba aku melihat toko buku Leksika dari jendela. Wah, sepertinya terlewat nih stasiunnya. Akhirnya aku turun di stasiun berikutnya. Saat hendak keluar, aku tanya ke bapak penjaga tiket apakah stasiun Lenteng Agung sudah terlewat. Ternyata oh ternyata, tempatku berpijak saat itu adalah stasiun Lenteng Agung. Hehe... Subhanallah, walhamdulillah!
Setelah keluar dari stasiun, aku berganti angkot kecil warna biru jurusan Pasa Minggu dan akhirnya sampai juga di toko buku Leksika. Berhubung masih pukul 14.35, aku pun melihat-lihat buku dulu. Sempat menamatkan sebuah buku di sana yang berjudul “Shalat Istikharah”. Menjelang Asar, aku ke mushola. Aku sholat Asar berjamaah dengan seorang laki-laki yang logatnya Jawa banget!
Setelah sholat, aku ke lantai 4 yang menjadi tempat acara launching buku “PARA GURU KEHIDUPAN”. Saat mengisi absensi, aku bertanya pada panitianya siapa sih penanggung jawab proyek ini. “Mas Epri Tsaqib. Itu Mbak, orangnya ada di depan,” kata seorang muslimah berjilbab lebar yang mengaku sebagai asisten Mas Epri (yang ternyata adalah istrinya! Baru tahu di akhir acara! ^^v). Selain itu, baru aku ketahui bahwa laki-laki yang tadi menjadi imam sholat Asar itu bernama Muhammad Trimanto, ketua FLP Depok yang juga salah satu penulis dalam buku antologi “PARA GURU KEHIDUPAN”. Sebelum acara dimulai, kami sempat kenalan, tukar tanda tangan dan kartu nama serta bercakap-cakap dengan beberapa penulis yang juga urun karya di antologi tersebut.
Acara dimulai dengan pembukaan dan doa bersama yang dipimpin oleh Mas Epri tsaqib. Selanjutnya pada sesi ice breaking, tampillah Mas Niko cs yang menyanyikan lagu tentang bumi karena bertepatan hari itu adalah hari Bumi. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan naskah oleh Mbak Achi TM yang bercerita tentang pengalaman pribadinya bersama ayahanda tercinta sebelum beliau wafat. Impian Mbak Achi melalui dorongan semangat dan ketegasan sang Ayah membuatnya kini semakin percaya diri menapaki setiap langkahnya di dunia kepenulisan.
Selanjutnya ada penampilan Teater Pusat Bumi yang dibawakan Nadia Sarah Adzani bersama 2 orang rekannya. Nadia juga salah satu penulis dalam buku tersebut. Kemudian, pembacaan naskah oleh Mbak Lya Herlianti. Ia tak kuasa membendung air matanya saat membacakan naskahnya yang berjudul "Sang Pembuka Hati." Ia bercerita mengenai pengalaman pribadinya dengan Jossete, sahabatnya di Belanda yang menyadarkannya akan cinta yang telah lama hilang.
Demikian juga dengan Mbak Wiwiek ketika membacakan kisahnya tentang Ibu yang selalu menjadi peneduh ketika masalah demi masalah datang menghampiri, audiens pun ikut merasakan betapa damainya memiliki seorang ibu yang begitu mencintai putrinya.
Setelah itu acara dilanjutkan dengan penyerahan buku “PARA GURU KEHIDUPAN” secara simbolis lanjut foto bersama. Seru! Apalagi waktu Mas Epri Tsaqib foto bersama istrinya. Kedua naskah mereka tergabung juga dalam buku ini. Wah, so inspiring! Suami istri yang kompak. Hmm, jadi teringat salah satu impianku adalah menulis bersama suamiku kelak. Hehe.. semoga terwujud. Aamiin...
Berikutnya adalah pembacaan naskah oleh Wahyu Widianingrum yang membuat hadirin tergelak dan senyum-senyum saat mendengar kisah yang dituturkannya. Pada penghujung acara, Mbak Achi TM tampil kembali bersama Mas Niko dan Niki dari Rumah Pena dengan membacakan puisi karya Mas Epri Tsaqib.
Acara launching diakhiri dengan Book Signing para penulisnya.
Dengan lahirnya buku ini semoga dapat mendatangkan manfaat yang besar bagi kita semua dan menjadi ladang amal kebaikan khususnya bagi para penulisnya. Aamiin...
Mengapa saya menggunakan kata “Kartini” pada judul catatan ini? Alasan pertama karena Kartini itu wanita luar biasa dan kali ini saya akan menceritakan seorang wanita luar biasa yang cukup berpengaruh bagi saya. Alasan kedua karena catatan ini merupakan Catatan Aisya edisi ke-21 yang saya tulis tanggal 21 April 2011 bertepatan dengan peringatan hari Kartini. Hmm… ya begitulah!
***
Bila Izrail datang memanggil
Jasad terbujur di pembaringan
Seluruh tubuh akan menggigil
Seluruh badan kan kedinginan
Lagu itu lagi! Ya, setiap kali si ibu itu beraksi, lagu tersebut yang dinyanyikan. Hanya bermodal suara, tanpa alat musik yang melatarinya, ibu itu membawakan setiap lagu yang dinyanyikannya. Lagu di ataslah yang sering dinyanyikan sebelum lagu lainnya. Ibu berjilbab yang berprofesi sebagai pengamen itu sudah puluhan kali “manggung” di Kopaja 502 yang aku tumpangi. Hampir setiap “pentas”, beliau membawakan lagu itu. Benar-benar mengingatkan diri ini, harapannya pesan yang tersurat dan tersirat dalam lagu yang ia bawakan juga sampai ke penumpang yang lain. Kadang merinding juga saat ibu itu menyanyikannya.
Sayang, pagi tadi saya hanya melihat ibu itu di pinggir jalan. Awalnya si ibu akan naik Kopaja 502 yang saya tumpangi. Tapi, jarak beliau dan berhentinya Kopaja terlalu jauh dan lagi penumpangnya juga membludak. Akhirnya beliau tidak jadi naik Kopaja 502 tersebut. Ada rasa kecewa juga, karena pagi ini saya tidak mendengarkan lagu pengingat mati itu.
Ibu itu biasa beraksi di sepanjang jalan dari kawasan Kampung Melayu sampai Matraman. Ah, saya bertekad suatu saat ingin menemui ibu itu. Saya penasaran dengan latar belakang kehidupannya. Mungkin saya pun akan bertanya mengapa lagu pengingat mati itu yang terus ia nyanyikan. Semoga ada kesempatan.
Berbicara tentang kematian, banyak sarana yang bisa mengingatkan kita pada kematian. Coba tanyakan pada diri kita, seberapa banyak kita mengingat mati dalam hidup kita. Hanya kita sendiri yang bisa menjawabnya. Jika kenyataannya kita masih sangat sedikit dalam mengingat mati di tengah kesibukan dan semua urusan duniawi kita, maka segeralah ubah hal tersebut. Kita tidak pernah tahu kapan kematian mendatangi kita. Mengingat mati akan membuat kita seakan punya rem untuk menghindari perbuatan dosa. Mengingat mati juga merupakan satu cara yang sangat efektif untuk mengendalikan hawa nafsu. Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: “Perbanyaklah mengingat sesuatu yang melenyapkan semua kelezatan, yaitu kematian!” (HR. Tirmidzi)
Ya Allah yang Maha Menghidupkan dan yang Maha Mematikan, wafatkanlah kami dalam keadaan husnul khatimah. Dan kami berlindung kepada-Mu dari keadaan suul khatimah.
Semoga Allah Swt menutup akhir hayat kita dengan husnul khatimah dan menerima semua amal shalih kita. Aamiin Yaa Rabb…
"Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati..."(QS.Ali Imran:185).
Jakarta, 210411_13:06
Aisya Avicenna
writer@www.aisyaavicenna.com
Para Guru Kehidupan senantiasa ada dan hadir di sekitar kita. Mungkin ia adalah sosok yang sederhana, mungkin ia adalah sesuatu yang tidak pernah kita duga
hadir dan melintas begitu saja dalam kehidupan kita atau mungkin juga ia adalah sebuah momen yang tak terlupakan dalam kehidupan kita yang sangat singkat ini
Dari mereka kita senantiasa bisa belajar dan mengambil manfaat yang akan sangat berguna untuk bekal kita mengarungi episode perjalanan hidup ini selanjutnya.
Insya Allah ada tulisan saya dalam buku antologi ini. Siapakah Guru Kehidupan saya? Penasaran??? Insya Allah buku ini akan dilaunching pada hari Jumat, 22 April 2011. Bagi teman-teman yang ingin memiliki buku inspiratif ini bisa menghubungi saya.. Cukup dengan harga Rp 40.000,-... Jangan lewatkan kesempatan ini ya!
Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya. Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi. Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan tuhannya. Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada izin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang Allah berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan Allah atasmu.
Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudhu di dingin malam, lapar perut karena shaum atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.
Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.
As-shiddiq Abu Bakar Ra. Selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka," ucapnya lirih.
Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya kepada khalayak. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan banyak orang karena kekurangan atau ketidaksesuaian amal mereka dengan ambisi pribadinya, atau tidak mau kalah atau tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dan kata.
Dimana kau letakkan dirimu? Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut, sampai sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat obyek ma'siat menggodamu dan engkau menikmatinya? Malu kepada Allah dan hati nurani tak ada lagi.
Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani bertambah tinggi. Rasa malu kepada Allah, dimana kau kubur dia?
Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden usia SMP ; SMU 25% mengaku telah berzina dan hampir separuhnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan perkosaan, walaupun pada saatnya mereka memperkosa.
Dan masyarakat memanjakan mereka, karena "mereka masih d ibawah usia." Mungkin engkau mulai berfikir, "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis perempuan --bila engkau laki-laki atau sebaliknya (akhi dan ukhti)-- dicelah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh." Betapa jamaknya 'dosa kecil' itu dalam hatimu. Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat "TV Thaghut" menyiarkan segala "kesombongan jahiliyah dan maksiat?"
Saat engkau mau muntah melihat laki-laki berpakaian perempuan, karena kau sangat percaya kepada ustadzmu yang mengatakan, "Jika Allah melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat?" Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama dan yang paling tinggi berteriak "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, lalu sesudah itu urusan kesendirian tingga llah antara engkau dengan lamunanmu, tak ada Allah disana?
Sekarang kau telah jadi kader hebat. Tidak lagi malu-malu tampil. Justru engkau sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Kau yang tak mampu melawan berontak hatimu untuk tidak makan berdiri di tengah suatu resepsi mewah. Berbisiklah syaithanmu: "Jika kau duduk di lantai atau di kursi malam ini citra da'wah akan ternoda." Seakan engkau-lah pemilik da'wah ini.
Lupakah kau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter. Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam, tak lain karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu. Siapa yang mau menghormati ummat yang "kiayi"-nya membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi, lalu dengan enteng mengatakan, "Itu maharku, Allah waliku dan malaikat itu saksiku," dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah? Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan, "Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam seperti ayah, bahkan lebih dekat lagi."
Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama? Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim yang merayu rekan perempuan dalam organisasinya? Kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat masyarakat awam? Bukankah ini mengkomersilkan kekurangan masyarakat? Koruptor macam apa engkau ini? Semoga ini tak terjadi pada dirimu, karena kafilah yang pernah berlalu tak sunyi dari peruntuh bangunan yang dibina dengan susah payah.
Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka. Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada Amerika dan Zionis dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk makanan mereka, semata-mata karena nuansa "westernnya." Engkau akan menjadi faqih pedebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan "lihatlah, betapa Amerikanya aku". Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri.
Mahatma Ghandi memimpin perjuangan kemerdekaan India dengan kain tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang tak bermerk. Namun setiap ia menoleh kekanan, maka 300 juta rakyat India menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat India akan ikut tidur disana. Bila ia minta bangsanya mendongakkan kepala dengan bangga, maka 300 juta bangsa India akan tegak, walaupun tulang punggung mereka tak kuat lagi berdiri karena lapar dan kurang gizi.
Kini datang "pemimpin" ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat dengan pameran mobil dan rumah mewah serta hidup di tengah gemerlap kehidupan selebritis. Saat fatwa digenderangkan, ummat tak lagi punya kemauan untuk mendengar. "Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan susah payah. Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih memenuhi seleraku?"
Percikan rinduku menerpa hati yang merayu Menggoda angan yang mencumbu syahdu Akulah pemilik rasa itu! Rasa yang mampu menyeret kesadaranku Menelusup ruang dan waktu
Inilah yang kusebut cinta sederhana, *dari seorang yang sederhana! Sampai akhirnya nanti aku kan berkata “Duhai hatiku, lihatlah… Musim semi telah tiba Bunga-bunga cinta bermekaran. tersenyum, menyapa hati yang kasmaran.”
“Wahai hatiku, dengarkanlah… bisik rerumputan di pelataran Mendendangkan senandung cinta tentang kita! Dalam kasih sayang tak berkesudahan…”
Saat kidung penantian belum usai berlagu Biarkanlah… Biarkanlah sang waktu yang menghentikan Atas kehendak-Nya Atas kuasa-Nya…
Bersama sebaris doa… agar kau dan aku menjadi kita Lalu bersama, memadu jalinan sebagai wujud persembahan cinta Cinta suci tak bernoda!
Kini… Masih kurenda hari bersama rindu Menunggumu di batas waktu Seiring jemariku yang tak kan pernah lelah Merangkai untaian kasih untukmu Penaku tak kan pernah kering menuliskan syair cinta Hingga lahirlah bait-bait kerinduan untukmu, dalam sebentuk cinta yang akan selalu ku jaga… Hingga akhir masa. Merengkuh ridho-Nya, sampai ke jannah-Nya Amin Ya Rabb…
“Rahasia itu hanya Kau yang tahu…”
[Keisya Avicenna_19 April 2011. Saat aksaraku bertutur dalam ikhtiar dan doa tentang ketulusan sebuah cinta yang sederhana!]
Creative Writing #3: Being Incisive by Casofa Fachmy on Wednesday, April 20, 2011 at 12:09am “Engkau harus menemukan sebuah kunci; sebuah petunjuk untuk mendapatkan gaya menulismu sendiri. Sebab, yang engkau miliki hanya dua puluh enam huruf dalam abjad itu, beberapa tanda baca, dan beberapa kertas.” -- Toni Morrison
Setiap saat kita menghadapi masalah. Bukan karena kita adalah orang yang bermasalah. Tapi sepertinya memang sudahlah menjadi tabiat dalam klan masalah untuk tetap menjadi bagian dari hirupan hari. Satu cara termungkin untuk tak menganggapnya sebagai bagian paling mengesalkan dalam kehidupan adalah dengan mengganti sudut pandang. Anggap saja ia tantangan. Pasti akan lebih seru. Jangan pernah takut gagal. Kita harus bersiap bertanding, kalah, bahkan terkapar. Mengapa? Kesiapan itulah yang utama. Ia yang akan membuat kita menang. Itulah mengapa, kita seringkali mendapati para jawara yang bermental baja dan siap mati di medan lagi, tapi justru musuhnyalah yang harus terlepas nyawanya. Kesiapan memberikan setengah lebih kekuatan untuk bertahan. Kesiapan menghadirkan setengah lebih pengerahan kemampuan.
Berapa banyak salah yang kita terakan selama proses menulis? Sering salah, berarti kreatif. Bukannya salah itu berarti kreatif. Akan tetapi, kalau kita tidak siap untuk salah, kita tidak akan pernah menghasilkan sesuatu yang orisinil. Lebih bagus kita menghasilkan sejuta kesalahan karena kita telah mencoba melakukan banyak hal. Meramu sana-sini. Menggabung ini-itu. Daripada selalu benar, tapi sebenarnya tak pernah melakukan apapun. Kita berhenti dan menikmati empuknya sofa, tapi yang lain sudah berkelana menjelajah semesta. Chicken stays, eagle flies.
Saat kesiapan menghadirkan pegangan diri yang kuat, maka kesalahan memberikan ketajaman. Proses yang berulang-ulang dan seringkali salah itulah yang kemudian mengajarkan kita tentang detail, letak dari, “Oh, seharusnya tidak ditaruh di situ.” Atau, “Oalah, kurang ini.” Tak ada yang rugi. Karena kita tengah belajar dari pengalaman. Sekali lagi, kesalahan menyuguhkan ketajaman.
Sebelum ketajaman datang, kita harus menggosoknya terlebih dahulu dengan lima hal.
Pertama, problem is no problemo. Lakukan pendekatan yang ramah dengan masalah. Ada lima macam dalam pendekatan pemecahan masalah, atau problem solving approach. Pertama, mengidentifikasinya. Ajukan sendiri pertanyaanya: permasalahan apa yang sedang dihadapi, dan apa inti masalahnya. Kedua, cari alternatif pemecahannya. Ketiga, jangan lupa evaluasi alternatifnya. Keempat, pilih kesemua alternatif terbaik tersebut, dan sesuaikan dengan syarat dan batas yang ada. Terakhir, saat pelaksaan ide-ide kreatif pemecahan masalah tersebut.
Kedua, inovate. Carilah pengetahuan seluas-luasnya. Kreatifitas tanpa knowledge, tidak akan mampu menciptakan inovasi. Saat kita berhenti belajar, maka kita berhenti mempertajam diri.
Ketiga, different angle. Untuk mengembangkan kreatifitas, hingga kita mampu melihat sesuatu berdasarkan sudut pandang yang baru, bisa memulainya dengan mengadakan riset. Dalam riset kreatif, otomatis otak kanan dan kiri akan termaksimalkan. Karena untuk menjadi kreatif, menciptakan keseimbangan fungsi otak kiri dan otak kanan adalah sesuatu yang mutlak diperlukan.
Keempat, fix it in every step. Kita tak harus mempunyai jawaban untuk setiap pertanyaan yang bertaburan di kepala. Kita tidak harus selalu menghasilkan ide-ide orisinil yang belum pernah dipikirkan orang sebelumnya. Perhatikan saja apa yang membawa keberhasilan bagi orang lain. Lalu, terapkan ke bidang kita saat ini. modifikasi sedikit. Maka kita telah melahirkan sesuatu yang kreatif. Jangan meniru secara membabi buta. Selain tidak membuat kita berkembang, juga sangat memalukan. Orang-orang kreatif tidak harus menjadi orang pertama yang melakukan atau menciptakan sesuatu. Kita dapat melakukannya atau membuat hal-hal yang sudah ada, atau hal-hal yang biasa, namun dengan cara yang tidak biasa. Lakukan kreatifitas, siapa pun adanya diri kita, dan di manapun kita berada. Lakukan sesuatu yang berbeda, meskipun butuh waktu untuk melihat dan menikmati hasilnya. Berproseslah. Jangan ingin cepat besar. Mulailah dari langkah-langkah kecil yang terus-menerus diperbaiki. Memperbaiki di tiap tahapan akan lebih kelihatan nikmatnya. We can do anything, but we can’t do everything.
Kelima, trust your idea. Setiap ide pasti bermanfaat dan menunjukkan keunikannya. Hanya saja, mungkin ide tersebut tidak cocok digunakan untuk saat ini. Hanya yakini saja. Kuat-kuat. Di masa depan, bisa jadi ide kita justru bisa menghasilkan sesuatu yang mengguncang dan membuat para epigon kewalahan.
Be incisive. Dari susunan abjad yang hanya sedemikian itu, alangkah mengharukannya jika tak bisa kita taklukkan. it’s important to be incisive enough to take action based on the information on hand. Deliberate, but don’t be afraid to act. And once you do make a decision, you must be able to make the best of it. Creative Writing #3: Being Incisive by Casofa Fachmy on Wednesday, April 20, 2011 at 12:09am “Engkau harus menemukan sebuah kunci; sebuah petunjuk untuk mendapatkan gaya menulismu sendiri. Sebab, yang engkau miliki hanya dua puluh enam huruf dalam abjad itu, beberapa tanda baca, dan beberapa kertas.” -- Toni Morrison
Setiap saat kita menghadapi masalah. Bukan karena kita adalah orang yang bermasalah. Tapi sepertinya memang sudahlah menjadi tabiat dalam klan masalah untuk tetap menjadi bagian dari hirupan hari. Satu cara termungkin untuk tak menganggapnya sebagai bagian paling mengesalkan dalam kehidupan adalah dengan mengganti sudut pandang. Anggap saja ia tantangan. Pasti akan lebih seru. Jangan pernah takut gagal. Kita harus bersiap bertanding, kalah, bahkan terkapar. Mengapa? Kesiapan itulah yang utama. Ia yang akan membuat kita menang. Itulah mengapa, kita seringkali mendapati para jawara yang bermental baja dan siap mati di medan lagi, tapi justru musuhnyalah yang harus terlepas nyawanya. Kesiapan memberikan setengah lebih kekuatan untuk bertahan. Kesiapan menghadirkan setengah lebih pengerahan kemampuan.
Berapa banyak salah yang kita terakan selama proses menulis? Sering salah, berarti kreatif. Bukannya salah itu berarti kreatif. Akan tetapi, kalau kita tidak siap untuk salah, kita tidak akan pernah menghasilkan sesuatu yang orisinil. Lebih bagus kita menghasilkan sejuta kesalahan karena kita telah mencoba melakukan banyak hal. Meramu sana-sini. Menggabung ini-itu. Daripada selalu benar, tapi sebenarnya tak pernah melakukan apapun. Kita berhenti dan menikmati empuknya sofa, tapi yang lain sudah berkelana menjelajah semesta. Chicken stays, eagle flies.
Saat kesiapan menghadirkan pegangan diri yang kuat, maka kesalahan memberikan ketajaman. Proses yang berulang-ulang dan seringkali salah itulah yang kemudian mengajarkan kita tentang detail, letak dari, “Oh, seharusnya tidak ditaruh di situ.” Atau, “Oalah, kurang ini.” Tak ada yang rugi. Karena kita tengah belajar dari pengalaman. Sekali lagi, kesalahan menyuguhkan ketajaman.
Sebelum ketajaman datang, kita harus menggosoknya terlebih dahulu dengan lima hal.
Pertama, problem is no problemo. Lakukan pendekatan yang ramah dengan masalah. Ada lima macam dalam pendekatan pemecahan masalah, atau problem solving approach. Pertama, mengidentifikasinya. Ajukan sendiri pertanyaanya: permasalahan apa yang sedang dihadapi, dan apa inti masalahnya. Kedua, cari alternatif pemecahannya. Ketiga, jangan lupa evaluasi alternatifnya. Keempat, pilih kesemua alternatif terbaik tersebut, dan sesuaikan dengan syarat dan batas yang ada. Terakhir, saat pelaksaan ide-ide kreatif pemecahan masalah tersebut.
Kedua, inovate. Carilah pengetahuan seluas-luasnya. Kreatifitas tanpa knowledge, tidak akan mampu menciptakan inovasi. Saat kita berhenti belajar, maka kita berhenti mempertajam diri.
Ketiga, different angle. Untuk mengembangkan kreatifitas, hingga kita mampu melihat sesuatu berdasarkan sudut pandang yang baru, bisa memulainya dengan mengadakan riset. Dalam riset kreatif, otomatis otak kanan dan kiri akan termaksimalkan. Karena untuk menjadi kreatif, menciptakan keseimbangan fungsi otak kiri dan otak kanan adalah sesuatu yang mutlak diperlukan.
Keempat, fix it in every step. Kita tak harus mempunyai jawaban untuk setiap pertanyaan yang bertaburan di kepala. Kita tidak harus selalu menghasilkan ide-ide orisinil yang belum pernah dipikirkan orang sebelumnya. Perhatikan saja apa yang membawa keberhasilan bagi orang lain. Lalu, terapkan ke bidang kita saat ini. modifikasi sedikit. Maka kita telah melahirkan sesuatu yang kreatif. Jangan meniru secara membabi buta. Selain tidak membuat kita berkembang, juga sangat memalukan. Orang-orang kreatif tidak harus menjadi orang pertama yang melakukan atau menciptakan sesuatu. Kita dapat melakukannya atau membuat hal-hal yang sudah ada, atau hal-hal yang biasa, namun dengan cara yang tidak biasa. Lakukan kreatifitas, siapa pun adanya diri kita, dan di manapun kita berada. Lakukan sesuatu yang berbeda, meskipun butuh waktu untuk melihat dan menikmati hasilnya. Berproseslah. Jangan ingin cepat besar. Mulailah dari langkah-langkah kecil yang terus-menerus diperbaiki. Memperbaiki di tiap tahapan akan lebih kelihatan nikmatnya. We can do anything, but we can’t do everything.
Kelima, trust your idea. Setiap ide pasti bermanfaat dan menunjukkan keunikannya. Hanya saja, mungkin ide tersebut tidak cocok digunakan untuk saat ini. Hanya yakini saja. Kuat-kuat. Di masa depan, bisa jadi ide kita justru bisa menghasilkan sesuatu yang mengguncang dan membuat para epigon kewalahan.
Be incisive. Dari susunan abjad yang hanya sedemikian itu, alangkah mengharukannya jika tak bisa kita taklukkan. it’s important to be incisive enough to take action based on the information on hand. Deliberate, but don’t be afraid to act. And once you do make a decision, you must be able to make the best of it. Creative Writing #3: Being Incisive by Casofa Fachmy on Wednesday, April 20, 2011 at 12:09am “Engkau harus menemukan sebuah kunci; sebuah petunjuk untuk mendapatkan gaya menulismu sendiri. Sebab, yang engkau miliki hanya dua puluh enam huruf dalam abjad itu, beberapa tanda baca, dan beberapa kertas.” -- Toni Morrison
Setiap saat kita menghadapi masalah. Bukan karena kita adalah orang yang bermasalah. Tapi sepertinya memang sudahlah menjadi tabiat dalam klan masalah untuk tetap menjadi bagian dari hirupan hari. Satu cara termungkin untuk tak menganggapnya sebagai bagian paling mengesalkan dalam kehidupan adalah dengan mengganti sudut pandang. Anggap saja ia tantangan. Pasti akan lebih seru. Jangan pernah takut gagal. Kita harus bersiap bertanding, kalah, bahkan terkapar. Mengapa? Kesiapan itulah yang utama. Ia yang akan membuat kita menang. Itulah mengapa, kita seringkali mendapati para jawara yang bermental baja dan siap mati di medan lagi, tapi justru musuhnyalah yang harus terlepas nyawanya. Kesiapan memberikan setengah lebih kekuatan untuk bertahan. Kesiapan menghadirkan setengah lebih pengerahan kemampuan.
Berapa banyak salah yang kita terakan selama proses menulis? Sering salah, berarti kreatif. Bukannya salah itu berarti kreatif. Akan tetapi, kalau kita tidak siap untuk salah, kita tidak akan pernah menghasilkan sesuatu yang orisinil. Lebih bagus kita menghasilkan sejuta kesalahan karena kita telah mencoba melakukan banyak hal. Meramu sana-sini. Menggabung ini-itu. Daripada selalu benar, tapi sebenarnya tak pernah melakukan apapun. Kita berhenti dan menikmati empuknya sofa, tapi yang lain sudah berkelana menjelajah semesta. Chicken stays, eagle flies.
Saat kesiapan menghadirkan pegangan diri yang kuat, maka kesalahan memberikan ketajaman. Proses yang berulang-ulang dan seringkali salah itulah yang kemudian mengajarkan kita tentang detail, letak dari, “Oh, seharusnya tidak ditaruh di situ.” Atau, “Oalah, kurang ini.” Tak ada yang rugi. Karena kita tengah belajar dari pengalaman. Sekali lagi, kesalahan menyuguhkan ketajaman.
Sebelum ketajaman datang, kita harus menggosoknya terlebih dahulu dengan lima hal.
Pertama, problem is no problemo. Lakukan pendekatan yang ramah dengan masalah. Ada lima macam dalam pendekatan pemecahan masalah, atau problem solving approach. Pertama, mengidentifikasinya. Ajukan sendiri pertanyaanya: permasalahan apa yang sedang dihadapi, dan apa inti masalahnya. Kedua, cari alternatif pemecahannya. Ketiga, jangan lupa evaluasi alternatifnya. Keempat, pilih kesemua alternatif terbaik tersebut, dan sesuaikan dengan syarat dan batas yang ada. Terakhir, saat pelaksaan ide-ide kreatif pemecahan masalah tersebut.
Kedua, inovate. Carilah pengetahuan seluas-luasnya. Kreatifitas tanpa knowledge, tidak akan mampu menciptakan inovasi. Saat kita berhenti belajar, maka kita berhenti mempertajam diri.
Ketiga, different angle. Untuk mengembangkan kreatifitas, hingga kita mampu melihat sesuatu berdasarkan sudut pandang yang baru, bisa memulainya dengan mengadakan riset. Dalam riset kreatif, otomatis otak kanan dan kiri akan termaksimalkan. Karena untuk menjadi kreatif, menciptakan keseimbangan fungsi otak kiri dan otak kanan adalah sesuatu yang mutlak diperlukan.
Keempat, fix it in every step. Kita tak harus mempunyai jawaban untuk setiap pertanyaan yang bertaburan di kepala. Kita tidak harus selalu menghasilkan ide-ide orisinil yang belum pernah dipikirkan orang sebelumnya. Perhatikan saja apa yang membawa keberhasilan bagi orang lain. Lalu, terapkan ke bidang kita saat ini. modifikasi sedikit. Maka kita telah melahirkan sesuatu yang kreatif. Jangan meniru secara membabi buta. Selain tidak membuat kita berkembang, juga sangat memalukan. Orang-orang kreatif tidak harus menjadi orang pertama yang melakukan atau menciptakan sesuatu. Kita dapat melakukannya atau membuat hal-hal yang sudah ada, atau hal-hal yang biasa, namun dengan cara yang tidak biasa. Lakukan kreatifitas, siapa pun adanya diri kita, dan di manapun kita berada. Lakukan sesuatu yang berbeda, meskipun butuh waktu untuk melihat dan menikmati hasilnya. Berproseslah. Jangan ingin cepat besar. Mulailah dari langkah-langkah kecil yang terus-menerus diperbaiki. Memperbaiki di tiap tahapan akan lebih kelihatan nikmatnya. We can do anything, but we can’t do everything.
Kelima, trust your idea. Setiap ide pasti bermanfaat dan menunjukkan keunikannya. Hanya saja, mungkin ide tersebut tidak cocok digunakan untuk saat ini. Hanya yakini saja. Kuat-kuat. Di masa depan, bisa jadi ide kita justru bisa menghasilkan sesuatu yang mengguncang dan membuat para epigon kewalahan.
Be incisive. Dari susunan abjad yang hanya sedemikian itu, alangkah mengharukannya jika tak bisa kita taklukkan. it’s important to be incisive enough to take action based on the information on hand. Deliberate, but don’t be afraid to act. And once you do make a decision, you must be able to make the best of it. It’s Crafted with Passion by Casofa Fachmy on Sunday, April 17, 2011 at 10:47pm Setiap penulis mempunyai jiwa dan kepribadian sendiri untuk menyawai karyanya menjadi sajian yang unik. Ralph Waldo Emerson, esais yang merangkap penyair, dan filosof dari Paman Sam mengujarnya, “Bakat saja tak bisa membuat seseorang menjadi penulis. Harus ada jiwa di belakang sebuah buku; sebuah kepribadian, bawaaan maupun sifat, yang didedikasikan pada prinsip-prinsip yang dituliskan di sana, dan yang eksis untuk melihat dan menyatakan segalanya sesuai dengan prinsip itu, dan bukan sebaliknya.”
Berkarya berarti penaka bangunan. Setelah selesai, selalu akan ada para pembangun baru yang datang. Entah ia memberikan lagi sentuhan kesempurnaan, memugarnya menjadi lebih elok, ataupun yang datang membabat habis. Semua menempati bagiannya secara khusus. Ada yang memilih jalan panjang penuh kesungguhan; ada pula yang mengambil jalan pendek penuh keculasan. Itulah kemudian, kita mendapati setiap karya dan pengkaryanya memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada setiap penikmat karyanya.
Ada beberapa unicorn di hutan masa lampau Riang dan putih mereka berjalan menembus bulan pucat ketika fajar mengintip Teratai tumbuh pada jejak-jejak kaki mereka Tapi sayang, ketika kau tersenyum kepada mereka Dan mereka membungkuk di depanmu, mencair bagaikan embun Dan aku menangis Iri pada mereka (Bulbul, Annemarie Schimmel)
Annemarie Schimmel, yang mengagumi Muhammad Iqbal ini, menerjemahkan Javidnama, karya besar pujangga Pakistan tersebut. Hingga kemudian, pemerintah Pakistan menganugerahinya Hilal Al-Imtiyaz; penghargaan teratas yang diberikan kepada warga sipil. Pada 1988, setelah tiga puluh tahun sebelumnya ia menjejak pertama kakinya di Pakistan itu, namanya dijadikan beasiswa kepada mahasiswi pascasarjana untuk melanjutkan studi di Inggris. Serunya lagi, sebuah jalanan indah Lahore dengan pepohonan di kanan kirinya yang anggun, menggunakan namanya. Karya tulisnya mencapai lebih dari 80 judul buku, dan esai serta makalah yang tak terhitung banyaknya. Di tahun 1995, ia pun mendapat penghargaan German Book Trade Peace Prize, dan mendapatkan dua puluh lima ribu euro dari Muhammad Nefi Chelebi Media Prize dalam sebuah seremoni yang berlangsung di National Islamic Archive, Jerman. Serentetan award tersebut merupakan bukti keproduktifan dan keaktifannya dalam berkarya.
Bagaimana ia melakukannya? It’s crafted with passion.
“Aku tidak menunggu mood,” kata Pearl S. Buck, “kita tidak akan mencapai apapun jika mengandalkan kondisi semacam itu. Pikiran kita harus tahu kapan ia harus bekerja...” Kalimat itu meluncur dari sosok yang mendapatkan hadiah nobel untuk sastra pada tahun 1938. Setelah menikahi seorang ahli pertanian pada tahun 1917 di Cina, ia mendapatkan seorang putri manis empat tahun kemudian. Sayangnya, sang putri menderita fenilketonuria, penyakit langka yang menyebabkan retardasi mental. Tapi dari peristiwa itu, ia justru terinspirasi untuk menyuguhkan The Child Who Never Grew kepada para pembaca. Sebagai karya terbaiknya, dunia sepakat dengan The Good Earth, yang langsung terjual 1.800.000 eksemplar pada tahun pertama tersebut. Sebuah pencapaian mencengangkan dan tak disangka. Novel ini bertahan dalam daftar best seller selama 21 bulan, dan memenangi penghargaan Pulitzer sebagai novel terbaik pada tahun itu. Beberapa novelnya kemudian dialihkan menjadi film, termasuk The Good Earth, Dragon Seed, China Sky, dan The Devil Never Sleeps. Empat puluh tahun malang-melintangnya dalam dunia menulis, telah mencatatkan delapan puluh karya, termasuk novel, skenario, kumpulan cerpen, puisi, buku anak-anak, dan juga biografi.
Bagaimana ia melakukannya? It’s crafted with passion too.
“Passion is not what you are good at. It’s what you enjoy the most.” Tutur rockstar saya dalam perkariran dalam karya apiknya Your Job is Not Your Career. Seberapa jauh, seberapa dalam, dan seberapa menikmatinya kita dalam melakukan sesuatu. Begitulah passion. Yang ada hanya keasyikan. Lalu, adakah kesulitan tidak menghadang? Ada. Bahkan justru lebih sering. Akan tetapi, ini seperti bermain kelereng saat hendak menembak sasaran. Kita merasa tertantang. Saat kena, kita riang alang kepalang. Saat meleset, kita penasaran setengah mampus. Saat kita mengerti passion apa yang harus dirawati, maka purpose of life dan values akan hadir mengalir.
Apa yang tengah kita pikirkan tentang hidup? Have enough (money, resources, things) so that we can do what we want and we can be happy. Dari slogan itu, apa yang kita dapat di akhirnya justru ketidaktenangan yang tak berujung untuk mati-matian mendapati kelegaan, kepuasaan, dan kebahagiaan. Kelihatannya simpel tapi justru tidak simpel. Jawaban paling memungkinkan adalah dengan memahami what we are, dan bukannya what we have. Mengenali sejak dini kesemua apa yang terbekali di diri sejak kita dilahirkan dengan misi-Nya: liya’budun.
Passion bukanlah hobi. Tapi lebih ke segala hal yang kita sukai dan minati sedemikian rupa, hingga di sepanjang hidup ini kita tak pernah terpikir untuk tidak melakukannya, atau melewatkan hari-hari tanpa mengerjakannya. Jadi, tidak ada kaitannya sama sekali dengan keahlian atau kebiasaan. Tapi lebih menuju ke segala hal yang berhubungan dengan penggugahan minat yang terpatri di dalam diri. Tidak hanya hal yang bersifat, “Hei, apa kamu suka melakukannya?” Kemudian dijawab, “Iya, saya suka banget!”. Tidak sekadar itu. Akan tetapi, passion harus terwakili dengan keunikan dalam bertindak, dan aktivitas yang ada nilainya –yang entah bagi diri sendiri ataupun bagi kebanyakan. Merasa terbingungkan? Seorang yang bertahun-tahun belajar ilmu kependidikan, mengambil syarat kelulusan dengan praktik kerja lapangan dalam bidang pendidikan, dan nilai ujiannya A, kemudian lulus dan mendapat gelar. Akan tetapi, kemudian lebih memilih untuk tidak terjun ke lembaga pendidikan, dan masuk dunia penerbitan dan belajar segala ilmu literasi, karena ia merasa itulah dunianya yang sebenarnya. Maka dia telah menemukan passion-nya.
Bagaimana ia melakukannya? It’s really-really crafted with passion.
Benarkah kemudian, jalan menulis memang benar-benar telah menjadi passion kita? No joy working. No passion. No purpose of life. Hidup yang seperti itu, sungguh tidak berwarna. Yang paling mengkhawatirkan, tentu ia akan lebih sering macet di tengah jalan, saat karyanya tak jua selesai dituliskan dan diterbitkan.
Dan yang seperti ini, it’s not crafted with passion. CREATIVE WRITING_Fachmy Casofa Kreatif berarti membiasakan diri melakukan hal-hal keren. Makanya, kreatifitas selalu datang dari kebiasaan, bukan faktor genetis. Pertanyaanya kemudian, mengapa kreatifitas diperlukan? Tanpa kreatifitas, kita takkan mempunyai nilai tambah yang membuat kita lebih maju. Tak hanya itu, kreatifitas akan membuat kita merasa lebih puas pada diri sendiri, sehingga kita menjadi termotivasi untuk berbuat lebih baik.
Kreatif berarti mempertajam added value. Oleh itulah, sebuah kreatifitas tidak harus bersifat penemuan pertama. Bisa juga, kreatifitas adalah mengubah sesuatu yang ada menjadi bernilai tambah. Dalam karya, sebagus apapun kreatifitas dalam membuatnya, terasa percuma kalau tidak tersebarkan. Atau, dalam versi lebih tinggi, ia dapat terjual. Mengapa kreatifitas harus menjual? Kalau karya kita bisa dijual, berarti orang lain menghargai karya kita sebagai hasil sebuah kreatifitas. Tetapi, menjual kreatifitas tidak melulu harus berupa uang. Sebuah kreatifitas disebut menjual apabila kreatifitas mendapatkan apresiasi. Misalnya, sudah susah-susah bikin cerpen, akan tetapi hanya dipendam di buku catatan saja, dan tidak mau mempublikasikanya di blog, ataupun tidak dikopi di catatan facebook, maka itu percuma saja. Rasanya pasti berbeda saat kita mempublikasikannya. Apresiasi akan semakin mempertajam kemampuan. Sebegitu pula dengan kritik ataupun saran.
Menjadi kreatif, berarti memulai sedini mungkin untuk membiasakan diri kreatif. Sebagai orang kreatif, kita harus berbeda dengan orang lain. Tetapi, perbedaan tersebut harus disertai alasan yang tepat. Jangan hanya berbeda. Tapi berbedalah dengan alasan tertentu. Outsider di tempat mapan yang kondisinya seperti robot ataupun cracker di zona nyaman, adalah contoh berbeda dengan alasan. Kapankah upaya-upaya kebiasaan kreatif itu akan menjadi kebiasaan? Menurut beberapa penelitian, kebiasaan kita bisa berubah untuk permanen kalau kita melkaukannya selama satu bulan. Walau ada juga yang perlu lebih dari satu bulan, namun kebanyakan orang bisa mengubah kebiasaannya setelah berubah selama satu bulan terus-menerus. Bagaimana dengan rutinitas, apakah ia menghambat kreatifitas? Tidak juga. Cara paling kreatif untuk membuat rutinitas menjadi lebih kreatif adalah dengan mengubah cara menjalankan rutinitas tersebut. Sehingga, kita terbiasa untuk melakukan hal-hal yang tidak biasa. Otak dan tubuh yang dijejali dengan hal-hal yang rutin setiap hari tidak akan bisa berkembang. Tetapi, saat otak dan tubuh dimasuki hal-hal baru yang memerlukan daya imajinasi dan kreatifitas, maka saraf otak akan terasah dengan optimal dan tubuh akan bereflek cepat. Merasa belum terbiasa kreatif? Mulailah dengan hal-hal kecil yang rutin. Melakukan sesuatu yang keliru asal tidak merugikan orang lain layak dicoba. Dalam menulis, ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kreatifitas, seperti: melihat katalog buku, mengambil ide tema dari buku luar negeri, dan disesuaikan dengan kondisi Indonesia, dan banyak cara lainnya. Dalam menulis kreatif, bacalah buku yang sesuai dengan kebutuhan saat itu. Misalnya, akan menggarap novel tentang kisah hidup seorang pembatik, maka bacalah buku-buku yang berkaitan erat dengan dunia kebatikan. Menulis novel tentang detektif, maka bacalah buku-buku yang berkaitan dengan kriminalitas dan intelijen. Bacaan yang berkaitan erat dengan keperluan yang tengah dijalani, akan memberikan wawasan dan inspirasi demi terciptanya ide-ide kreatif.
Rasanya menyenangkan membincangkan tentang creative writing. Secara rutin dan sederhana, kita akan membincangnya di sini dan seperti ini. Sampai jumpa di note selanjutnya. Doakan saya gantheng selalu. Kreatif berarti membiasakan diri melakukan hal-hal keren. Makanya, kreatifitas selalu datang dari kebiasaan, bukan faktor genetis. Pertanyaanya kemudian, mengapa kreatifitas diperlukan? Tanpa kreatifitas, kita takkan mempunyai nilai tambah yang membuat kita lebih maju. Tak hanya itu, kreatifitas akan membuat kita merasa lebih puas pada diri sendiri, sehingga kita menjadi termotivasi untuk berbuat lebih baik.
Kreatif berarti mempertajam added value. Oleh itulah, sebuah kreatifitas tidak harus bersifat penemuan pertama. Bisa juga, kreatifitas adalah mengubah sesuatu yang ada menjadi bernilai tambah. Dalam karya, sebagus apapun kreatifitas dalam membuatnya, terasa percuma kalau tidak tersebarkan. Atau, dalam versi lebih tinggi, ia dapat terjual. Mengapa kreatifitas harus menjual? Kalau karya kita bisa dijual, berarti orang lain menghargai karya kita sebagai hasil sebuah kreatifitas. Tetapi, menjual kreatifitas tidak melulu harus berupa uang. Sebuah kreatifitas disebut menjual apabila kreatifitas mendapatkan apresiasi. Misalnya, sudah susah-susah bikin cerpen, akan tetapi hanya dipendam di buku catatan saja, dan tidak mau mempublikasikanya di blog, ataupun tidak dikopi di catatan facebook, maka itu percuma saja. Rasanya pasti berbeda saat kita mempublikasikannya. Apresiasi akan semakin mempertajam kemampuan. Sebegitu pula dengan kritik ataupun saran.
Menjadi kreatif, berarti memulai sedini mungkin untuk membiasakan diri kreatif. Sebagai orang kreatif, kita harus berbeda dengan orang lain. Tetapi, perbedaan tersebut harus disertai alasan yang tepat. Jangan hanya berbeda. Tapi berbedalah dengan alasan tertentu. Outsider di tempat mapan yang kondisinya seperti robot ataupun cracker di zona nyaman, adalah contoh berbeda dengan alasan. Kapankah upaya-upaya kebiasaan kreatif itu akan menjadi kebiasaan? Menurut beberapa penelitian, kebiasaan kita bisa berubah untuk permanen kalau kita melkaukannya selama satu bulan. Walau ada juga yang perlu lebih dari satu bulan, namun kebanyakan orang bisa mengubah kebiasaannya setelah berubah selama satu bulan terus-menerus. Bagaimana dengan rutinitas, apakah ia menghambat kreatifitas? Tidak juga. Cara paling kreatif untuk membuat rutinitas menjadi lebih kreatif adalah dengan mengubah cara menjalankan rutinitas tersebut. Sehingga, kita terbiasa untuk melakukan hal-hal yang tidak biasa. Otak dan tubuh yang dijejali dengan hal-hal yang rutin setiap hari tidak akan bisa berkembang. Tetapi, saat otak dan tubuh dimasuki hal-hal baru yang memerlukan daya imajinasi dan kreatifitas, maka saraf otak akan terasah dengan optimal dan tubuh akan bereflek cepat. Merasa belum terbiasa kreatif? Mulailah dengan hal-hal kecil yang rutin. Melakukan sesuatu yang keliru asal tidak merugikan orang lain layak dicoba. Dalam menulis, ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kreatifitas, seperti: melihat katalog buku, mengambil ide tema dari buku luar negeri, dan disesuaikan dengan kondisi Indonesia, dan banyak cara lainnya. Dalam menulis kreatif, bacalah buku yang sesuai dengan kebutuhan saat itu. Misalnya, akan menggarap novel tentang kisah hidup seorang pembatik, maka bacalah buku-buku yang berkaitan erat dengan dunia kebatikan. Menulis novel tentang detektif, maka bacalah buku-buku yang berkaitan dengan kriminalitas dan intelijen. Bacaan yang berkaitan erat dengan keperluan yang tengah dijalani, akan memberikan wawasan dan inspirasi demi terciptanya ide-ide kreatif.
Rasanya menyenangkan membincangkan tentang creative writing. Secara rutin dan sederhana, kita akan membincangnya di sini dan seperti ini. Sampai jumpa di note selanjutnya. Doakan saya gantheng selalu.
Assalammu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Selamat Datang di Zona Inspirasi Keisya Avicenna.
-Mulia karena taqwa, bercahaya dalam karya, dan menginspirasi dengan prestasi-.
Untuk informasi lebih lanjut, klik di sini →