Aksara Kembara [10] : Ka De eR Te
Keisya Avicenna
Friday, March 29, 2013
0 Comments
Keputusan seorang anak manusia untuk memulai lembaran baru dalam hidupnya, dari sendiri jadi punya pasangan adalah salah satu perjuangan hidup yang luar biasa. Bagaimana tidak? Namanya saja sudah rumah tangga. Sebuah kata majemuk yang satu katanya erat hubungannya dengan satu kata yang lain. Kita tahu tangga itu identik dengan suatu alat/ benda yang berfungsi untuk memudahkan seseorang menjangkau area yang lebih tinggi. Butuh tahapan-tahapan untuk menaikinya. Dari anak tangga pertama sampai pijakan yang sesuai dengan yang dikehendaki. Tak jarang di pijakan awal sering terpeleset, kurang pas posisinya, bahkan terjatuh karena licin atau baru adaptasi awal karena merupakan pengalaman yang pertama kali dalam hidupnya. Itulah tangga! Pun untuk mencapai posisi yang stabil semuanya butuh proses, butuh usaha yang tak semudah membalikkan telapak tangan.
Adapun rumah itu ibarat organisasi. Coba tengok rumah kita. Ada bagian teras, ada bagian ruang tamu, ada ruang keluarga, dapur, ruang makan, kamar tidur, kamar mandi, gudang, garasi, dsb. Semua punya ‘amanah’ masing-masing. Yang satu saling melengkapi yang lainnya. Yang satu saling menggenapkan fungsi yang lainnya. Misal, setelah seharian sibuk beraktivitas, badan rasanya capek dan butuh kesegaran. Raga pun segera beranjak ke kamar mandi untuk bersih-bersih diri lalu ke kamar tidur dan merebahkan badan menghilangkan rasa lelah.
Yups, rumah tangga!
Lalu kenapa judulnya KDRT (kalau disingkat)? Hehe. KDRT di sini bukan berarti Kekerasan Dalam Rumah Tangga, adopsi dari sebuah buku yang judulnya KDRT juga. Kekonyolan Dalam Rumah Tangga. Saya pun punya KDRT yang lain: Keremphongan Dalam Rumah Tangga, Keharmonisan Dalam Rumah Tangga, dan Kekompakan Dalam Rumah Tangga. Saya ingin share pengalaman saya selama 4 bulan ini mengayuh biduk rumah tangga, masih seumur jagung sih! Namun, saya ingin mengabadikan moment-moment seru bersama seseorang yang Insya Allah menjadi teman hidup saya di sepanjang sisa usia.
KDRT [1] : Keremphongan Dalam Rumah Tangga
Alhamdulillah, sudah 1 pekan ini kami menempati kontrakan yang baru di Istana 77. Keremphongan awal sudah tampak saat kami pindahan dari kost-kostan menuju kontrakan. Alhamdulillah nya, kami mendapat pinjaman mobil pick-up dari DPC Banyumanik. So, ongkos pindahan bisa dihemat. Baru berdua aja barang-barangnya sudah berkardus-kardus. Apalagi kardus-kardus itu kebanyakan milik saya, isinya buku-buku dan pernak-pernik. Haha. Jadi merasa bersalah. Saat boneka Doraemon saya yang super GD (kado pertama saat saya menginjakkan kaki pertama kalinya di kostan kami di Bogor), yang saya kasih nama Sisemon (xixi), terjatuh dari mobil pick up. Saking dia nggak dapat tempat. Untungnya, ada anak Etos yang waktu itu motoran dari belakang (yang juga turut membantu keremphongan kami). Dia yang menemukan dan mengambil Sisemon yang ‘nyungsep’ itu. Hihi. Lucu begete lah…
Keremphongan pun berlanjut, hari pertama kami pindahan -biar capeknya sekalian- akhirnya saya dan suami pun memutuskan untuk lanjut bersih-bersih dan beres-beres. Penataan barang-barang sesuai dengan tempatnya. Alhamdulillah, Allah menakdirkan saya memiliki seorang suami yang rajin, cinta kebersihan dan keindahan, pantang buang sampah sembarangan, dan selalu penuh kejutan. Wkwkwk. Meski terkadang sifat pelupanya muncul di saat yang kurang tepat. Tapi inilah saatnya saya yang ambil bagian. Haha. Beliau pun sangat berperan besar dalam proses penataan barang-barang kami itu. Dimana harus menaruh kulkas, almari, naruh rak piring, letak tempat sampah, bikin gantungan buat wajan n the gank, dsb. Keremphongan juga terjadi saat kami berdua membeli beberapa perkap yang dibutuhkan.
Keremphongan selanjutnya, tanggal 11 Maret kemarin adalah kali pertama saya ikut arisan PKK ibu-ibu di RT tempat tinggal saya. Perasaan di hati saya waktu itu campur aduk nggak jelas. Tapi saya sudah ngantongi salah satu modal. Gak terlalu penting sih, tapi rasa-rasanya penting juga. Saya sudah cukup hafal Mars PKK. Karena Ibuk dulu pernah beramanah sebagai ketua RT, terus kalau pas ada arisan di rumah, ibu-ibu pasti akan menyanyikan Mars PKK. Jadi ya, saya yang tipe pembelajar auditori sedikit-sedikit hafal di luar kepala. Hehe. Pertama jumpa dengan ibu-ibu se-RT. Wajah-wajah baru dengan beragam karakter. Clingak-clinguk… ups, sayalah anggota termuda. Kebanyakan seusia ibuk saya dan banyak juga yang sudah berstatus ‘yangti’. Tapi, kata Ibuk yang penting PD, siap belajar, dan ramah pada semua orang. Waktu itu setelah acara inti selesai, oleh Bu RT saya diberikan waktu khusus untuk memperkenalkan diri. Uhuy… arisan PKK pertama saya berhasil saya lalui dengan mulus. Alhamdulillah… ^_^
Keremphongan selanjutnya terjadi pada suatu pagi saat saya ingin melanjutkan kembali belajar merajut. Ya, insya Allah saya punya jadwal belajar merajut di hari Jum’at dari pagi sampai siang. Gratis. Dan lokasinya lumayan dekat dari rumah. Waktu itu saya mendadak sibuk mencari hakpen saya (jarum rajut). Perasaan Subuh tadi saya masih lihat hakpen itu di dekat keranjang, tempat biasa saya menaruh charger HP. Saya yakin banget. Duh, dimana ya??? Saya cari dimana-mana tidak ada. Yasudahlah, kegiatan merajut saya alihkan dengan merampungkan membaca novel anak karya Mas Gol A Gong dan Mbak Tias Tatanka. Meski dalam hati masih menaruh perasaan penasaran, dimana ya hakpen itu? Sempat terpikir SMS suami karena siapa tahu nyasar di tasnya. Tapi saya urungkan dan lebih memilih untuk asyik membaca.
Malam harinya saat ngobrol santai dengan suami, saya pun bertanya tentang hakpen itu. Dan apa jawabannya, dengan pasang wajah polos tanpa dosa (halah), suami pun mengeluarkan sebuah buku karya pak Heppy Trenggono, membukanya, sambil senyam-senyum nggak jelas lalu mengeluarkan batangan warna kuning dari bukunya itu. Aih, itu hakpen saya!
“Lha Mas tadi bingung ogh nyari pembatas buku, yasudah to, nemu ini terus Mas pake…” Huaaa, sedetik kemudian suami saya hadiahi banjir cubitan. Wkwkwk. Rasain! ^_^
Sekian kisah Keremphongan Dalam Rumah Tangga yang bisa saya tuliskan, masih banyak kisah remphong yang lain yang membuat hari-hari dalam rumah tangga saya menjadi penuh warna.
KDRT [2] : Keharmonisan Dalam Rumah Tangga
Keharmonisan dan keromantisan adalah saudara kembar. Hehe. Harmonis itu selaras, serasi, dan seimbang. Dan romantis itu tidak hanya sekadar berkata-kata tapi lebih pada aksi nyata Yups, saya dan dirinya ibarat sebuah puzzle. Adanya saling melengkapi dan tiadanya saling mengisi. Apakah saya pernah ngambek? Pernah! Apakah saya pernah menangis? Pernah! Apakah saya pernah jengkel? Pernah! Tapi semuanya menjadi mozaik kehidupan yang sungguh bertabur hikmah.
Ketika saya jengkel, saya tipe orang yang nggak bisa marah dan meledak-ledak. Ya, saya akui itu. Kalau muncul perasaan itu, saya redam dan melegakan hati saya dengan cara menangis. Hehe. Bukan berarti cengeng kan? Tapi bagi saya, air mata juga simbol ketegaran. Dan inilah salah satu cara saya dan perlahan suami pun paham. Kalau saya sudah ‘diem’ (nggak seperti biasanya. Xixixi. Eits, saya kalem kok! *plak!), pasti suami langsung menangkap ada yang tidak beres pada diri saya. Pun ketika tiba-tiba menangis, pasti ia langsung mendekat dan bertanya, “Lho adik kenapa menangis? Mas paling sedih kalau lihat adik nangis…” wkwkwk. Luculah gimana cara suami menghibur saya. Biasanya kami langsung saling memaafkan terus suami langsung ngajak saya jalan-jalan atau nraktir makan atau membelikan sesuatu. Ah, ternyata tips mengatasi saya ketika saya ngambek dulu sudah pernah ia tanyakan kepada kembaran saya. Dasaaar! Jadi ya, saya nggak jadi ngambek deh… ^_^ (maklum si bungsu).
Bagi saya romantis itu tidak sekadar pulang kerja lalu membawa kejutan dengan membawakan seikat bunga. Tapi, ditraktir sebungkus kebab kesukaan saya itu jauh lebih romantis. (Haha, ngemil mulu ni orang!) Apalagi saat ia berinisiatif membantu saya dalam urusan domestik. Tiba-tiba menyetrika semua baju saat saya terlelap tidur siang, tiba-tiba mencuci baju saat saya remphong di dapur, dsb. Itu juga bagian dari romantisme lewat aksi nyata yang sungguh penuh cinta yang membuat saya merah merona.
KDRT [3] : Kekompakan Dalam Rumah Tangga
Jujur, setelah resmi saya menjadi istrinya hal yang paling membuat saya deg-degan adalah bisa nggak ya saya beradaptasi dengan sosok yang baru saja saya kenal itu. Tapi Alhamdulillah, yang namanya jodoh ternyata di banyak sisi kita punya kemiripan. Dalam hal sifat juga, ada yang sama persis ada yang harus saling melengkapi. Pun juga ada sebuah tanda lahir yang sama. Kita sama-sama punya tahi lalat besar di dekat siku tangan kanan dengan posisi yang sama. Hehe. Pertama kali saat kita tahu dulu, kita berdua langsung heboh sendiri. Koyo cah cilik enthuk permen sunduk! Mehehehe…
Kekompakan itu mulai menghiasi hari-hari kita. Kompak dalam banyak hal. Salah satunya ketika memasak. Jujur, saya akui, suami saya jauh lebih pintar memasak daripada saya. Dari kecil, ia sudah terlatih mandiri. Kehilangan sosok ayah, membuatnya lebih bijak dan dewasa. Pun dengan rasa sayangnya kepada keluarga besarnya. Dari beberapa saudara, dialah yang lebih hafal nama-nama para ponakan yang jumlahnya bejibun itu berikut tabiat dan karakternya. Nah, kalau untuk urusan memasak Alhamdulillah sekarang saya pun mulai menyainginya. Nggak mau kalah dong! Bersyukur sekali rasanya punya suami yang nggak malu ketika belanja ke pasar bersama istri, ketika harus memotong sayuran, ketika harus menyiapkan bahan masakan, dsb.
Keterampilan memasak inilah yang selalu membuat saya merindu sosok Babe di Wonogiri. “Cenung temukan sosok Babe di menantumu yang satu ini, Be…” ^_^ Babe yang sangat sabar, humoris, dan jago masak. Kalau pas lagi masak bareng, pembagian tugas itu ‘ngalir’ dengan sendirinya. Kadang saya yang nyiapin bumbu, suami yang nyiapin bahan, terus remphong deh masak berdua sambil sesekali bercerita dan tertawa penuh canda. Ngekngok momentum lah… Yups, sekali lagi saya bersyukur punya suami yang tak segan-segan untuk berkontribusi di urusan dapur. Karena pernah saya dapat cerita dari sahabat saya, suaminya nggak bisa mbedain mana tumbar dan mana merica. Hehe. Ada-ada saja ya…
Kekompakan yang super remphong selanjutnya adalah beberapa waktu kemarin kita nyobain blender (kado dari saudara). Kami jadi heboh sendiri (dengan kekonyolan masing-masing) dan akhirnya sepakat untuk lebih rajin bikin jus buah. Ah, konyol dan errornya kami waktu itu. Hihi. Tapi kami jadi makin kompak lho! (Kompak konyolnya. Hehe)
Setiap ada waktu luang, kami sering ngobrol banyak hal. Paling seru ketika cerita masa kecil dan keluarga masing-masing. Mental pengusaha suami saya sudah tertanam sejak SD dan almarhum bapaklah yang mengajarinya mandiri semenjak kecil. Kalau suami sudah cerita tentang almarhum bapak saya seolah turut merasakan kerinduan yang tengah ia rasakan. “Bapak, semoga engkau bahagia di sana… Kelak, semoga kita dipertemukan di surga-Nya. Aamiin…”
Ya, dan banyak kekompakan-kekompakan lain yang menghiasi hari-hari kami. Saat saya selesai membaca buku (baik itu seputar dunia kepenulisan, kehamilan, dunia anak, kehidupan rumah tangga, dsb) suami saya akan selalu menjadi pendengar yang baik. Karena salah satu kebiasaan saya adalah menceritakan apa yang sudah saya baca. Setelah itu, kadang kami terlibat diskusi yang seru dari yang serius sampai yang super lucu.
Yups, 3 KDRT ini yang bisa saya tuliskan. Pada intinya, pilihan untuk menikah, menentukan pendamping hidup untuk kemudian menjalani kehidupan berumah tangga bersama pasangan itu tidak hanya berlaku 1-2 hari saja tapi sepanjang sisa usia. Dan kepada diri ini, saya ucapkan: “Selamat menjalani hari-hari yang penuh kejutan membahagiakan… Barokallahu fiik…”
Buat rekan-rekan, semoga bisa mempersiapkan dengan sebaik-baiknya, seindah-indahnya... Pun yang sudah berkeluarga semoga senantiasa berjuang untuk melahirkan sakinah, mawaddah, rohmah, menjadi keluarga dakwah dan amanah, bersama sampai ke Jannah. Aamiin...
[Keisya Avicenna, 130313: seorang muslimah yang masih terus belajar menjadi istri shalihah serta ibu yang luar biasa untuk putra-putrinya kelak. Mohon do’a dari semua, ya…]
Adapun rumah itu ibarat organisasi. Coba tengok rumah kita. Ada bagian teras, ada bagian ruang tamu, ada ruang keluarga, dapur, ruang makan, kamar tidur, kamar mandi, gudang, garasi, dsb. Semua punya ‘amanah’ masing-masing. Yang satu saling melengkapi yang lainnya. Yang satu saling menggenapkan fungsi yang lainnya. Misal, setelah seharian sibuk beraktivitas, badan rasanya capek dan butuh kesegaran. Raga pun segera beranjak ke kamar mandi untuk bersih-bersih diri lalu ke kamar tidur dan merebahkan badan menghilangkan rasa lelah.
Yups, rumah tangga!
Lalu kenapa judulnya KDRT (kalau disingkat)? Hehe. KDRT di sini bukan berarti Kekerasan Dalam Rumah Tangga, adopsi dari sebuah buku yang judulnya KDRT juga. Kekonyolan Dalam Rumah Tangga. Saya pun punya KDRT yang lain: Keremphongan Dalam Rumah Tangga, Keharmonisan Dalam Rumah Tangga, dan Kekompakan Dalam Rumah Tangga. Saya ingin share pengalaman saya selama 4 bulan ini mengayuh biduk rumah tangga, masih seumur jagung sih! Namun, saya ingin mengabadikan moment-moment seru bersama seseorang yang Insya Allah menjadi teman hidup saya di sepanjang sisa usia.
KDRT [1] : Keremphongan Dalam Rumah Tangga
Alhamdulillah, sudah 1 pekan ini kami menempati kontrakan yang baru di Istana 77. Keremphongan awal sudah tampak saat kami pindahan dari kost-kostan menuju kontrakan. Alhamdulillah nya, kami mendapat pinjaman mobil pick-up dari DPC Banyumanik. So, ongkos pindahan bisa dihemat. Baru berdua aja barang-barangnya sudah berkardus-kardus. Apalagi kardus-kardus itu kebanyakan milik saya, isinya buku-buku dan pernak-pernik. Haha. Jadi merasa bersalah. Saat boneka Doraemon saya yang super GD (kado pertama saat saya menginjakkan kaki pertama kalinya di kostan kami di Bogor), yang saya kasih nama Sisemon (xixi), terjatuh dari mobil pick up. Saking dia nggak dapat tempat. Untungnya, ada anak Etos yang waktu itu motoran dari belakang (yang juga turut membantu keremphongan kami). Dia yang menemukan dan mengambil Sisemon yang ‘nyungsep’ itu. Hihi. Lucu begete lah…
Keremphongan pun berlanjut, hari pertama kami pindahan -biar capeknya sekalian- akhirnya saya dan suami pun memutuskan untuk lanjut bersih-bersih dan beres-beres. Penataan barang-barang sesuai dengan tempatnya. Alhamdulillah, Allah menakdirkan saya memiliki seorang suami yang rajin, cinta kebersihan dan keindahan, pantang buang sampah sembarangan, dan selalu penuh kejutan. Wkwkwk. Meski terkadang sifat pelupanya muncul di saat yang kurang tepat. Tapi inilah saatnya saya yang ambil bagian. Haha. Beliau pun sangat berperan besar dalam proses penataan barang-barang kami itu. Dimana harus menaruh kulkas, almari, naruh rak piring, letak tempat sampah, bikin gantungan buat wajan n the gank, dsb. Keremphongan juga terjadi saat kami berdua membeli beberapa perkap yang dibutuhkan.
Keremphongan selanjutnya, tanggal 11 Maret kemarin adalah kali pertama saya ikut arisan PKK ibu-ibu di RT tempat tinggal saya. Perasaan di hati saya waktu itu campur aduk nggak jelas. Tapi saya sudah ngantongi salah satu modal. Gak terlalu penting sih, tapi rasa-rasanya penting juga. Saya sudah cukup hafal Mars PKK. Karena Ibuk dulu pernah beramanah sebagai ketua RT, terus kalau pas ada arisan di rumah, ibu-ibu pasti akan menyanyikan Mars PKK. Jadi ya, saya yang tipe pembelajar auditori sedikit-sedikit hafal di luar kepala. Hehe. Pertama jumpa dengan ibu-ibu se-RT. Wajah-wajah baru dengan beragam karakter. Clingak-clinguk… ups, sayalah anggota termuda. Kebanyakan seusia ibuk saya dan banyak juga yang sudah berstatus ‘yangti’. Tapi, kata Ibuk yang penting PD, siap belajar, dan ramah pada semua orang. Waktu itu setelah acara inti selesai, oleh Bu RT saya diberikan waktu khusus untuk memperkenalkan diri. Uhuy… arisan PKK pertama saya berhasil saya lalui dengan mulus. Alhamdulillah… ^_^
Keremphongan selanjutnya terjadi pada suatu pagi saat saya ingin melanjutkan kembali belajar merajut. Ya, insya Allah saya punya jadwal belajar merajut di hari Jum’at dari pagi sampai siang. Gratis. Dan lokasinya lumayan dekat dari rumah. Waktu itu saya mendadak sibuk mencari hakpen saya (jarum rajut). Perasaan Subuh tadi saya masih lihat hakpen itu di dekat keranjang, tempat biasa saya menaruh charger HP. Saya yakin banget. Duh, dimana ya??? Saya cari dimana-mana tidak ada. Yasudahlah, kegiatan merajut saya alihkan dengan merampungkan membaca novel anak karya Mas Gol A Gong dan Mbak Tias Tatanka. Meski dalam hati masih menaruh perasaan penasaran, dimana ya hakpen itu? Sempat terpikir SMS suami karena siapa tahu nyasar di tasnya. Tapi saya urungkan dan lebih memilih untuk asyik membaca.
Malam harinya saat ngobrol santai dengan suami, saya pun bertanya tentang hakpen itu. Dan apa jawabannya, dengan pasang wajah polos tanpa dosa (halah), suami pun mengeluarkan sebuah buku karya pak Heppy Trenggono, membukanya, sambil senyam-senyum nggak jelas lalu mengeluarkan batangan warna kuning dari bukunya itu. Aih, itu hakpen saya!
“Lha Mas tadi bingung ogh nyari pembatas buku, yasudah to, nemu ini terus Mas pake…” Huaaa, sedetik kemudian suami saya hadiahi banjir cubitan. Wkwkwk. Rasain! ^_^
Sekian kisah Keremphongan Dalam Rumah Tangga yang bisa saya tuliskan, masih banyak kisah remphong yang lain yang membuat hari-hari dalam rumah tangga saya menjadi penuh warna.
KDRT [2] : Keharmonisan Dalam Rumah Tangga
Keharmonisan dan keromantisan adalah saudara kembar. Hehe. Harmonis itu selaras, serasi, dan seimbang. Dan romantis itu tidak hanya sekadar berkata-kata tapi lebih pada aksi nyata Yups, saya dan dirinya ibarat sebuah puzzle. Adanya saling melengkapi dan tiadanya saling mengisi. Apakah saya pernah ngambek? Pernah! Apakah saya pernah menangis? Pernah! Apakah saya pernah jengkel? Pernah! Tapi semuanya menjadi mozaik kehidupan yang sungguh bertabur hikmah.
Ketika saya jengkel, saya tipe orang yang nggak bisa marah dan meledak-ledak. Ya, saya akui itu. Kalau muncul perasaan itu, saya redam dan melegakan hati saya dengan cara menangis. Hehe. Bukan berarti cengeng kan? Tapi bagi saya, air mata juga simbol ketegaran. Dan inilah salah satu cara saya dan perlahan suami pun paham. Kalau saya sudah ‘diem’ (nggak seperti biasanya. Xixixi. Eits, saya kalem kok! *plak!), pasti suami langsung menangkap ada yang tidak beres pada diri saya. Pun ketika tiba-tiba menangis, pasti ia langsung mendekat dan bertanya, “Lho adik kenapa menangis? Mas paling sedih kalau lihat adik nangis…” wkwkwk. Luculah gimana cara suami menghibur saya. Biasanya kami langsung saling memaafkan terus suami langsung ngajak saya jalan-jalan atau nraktir makan atau membelikan sesuatu. Ah, ternyata tips mengatasi saya ketika saya ngambek dulu sudah pernah ia tanyakan kepada kembaran saya. Dasaaar! Jadi ya, saya nggak jadi ngambek deh… ^_^ (maklum si bungsu).
Bagi saya romantis itu tidak sekadar pulang kerja lalu membawa kejutan dengan membawakan seikat bunga. Tapi, ditraktir sebungkus kebab kesukaan saya itu jauh lebih romantis. (Haha, ngemil mulu ni orang!) Apalagi saat ia berinisiatif membantu saya dalam urusan domestik. Tiba-tiba menyetrika semua baju saat saya terlelap tidur siang, tiba-tiba mencuci baju saat saya remphong di dapur, dsb. Itu juga bagian dari romantisme lewat aksi nyata yang sungguh penuh cinta yang membuat saya merah merona.
KDRT [3] : Kekompakan Dalam Rumah Tangga
Jujur, setelah resmi saya menjadi istrinya hal yang paling membuat saya deg-degan adalah bisa nggak ya saya beradaptasi dengan sosok yang baru saja saya kenal itu. Tapi Alhamdulillah, yang namanya jodoh ternyata di banyak sisi kita punya kemiripan. Dalam hal sifat juga, ada yang sama persis ada yang harus saling melengkapi. Pun juga ada sebuah tanda lahir yang sama. Kita sama-sama punya tahi lalat besar di dekat siku tangan kanan dengan posisi yang sama. Hehe. Pertama kali saat kita tahu dulu, kita berdua langsung heboh sendiri. Koyo cah cilik enthuk permen sunduk! Mehehehe…
Kekompakan itu mulai menghiasi hari-hari kita. Kompak dalam banyak hal. Salah satunya ketika memasak. Jujur, saya akui, suami saya jauh lebih pintar memasak daripada saya. Dari kecil, ia sudah terlatih mandiri. Kehilangan sosok ayah, membuatnya lebih bijak dan dewasa. Pun dengan rasa sayangnya kepada keluarga besarnya. Dari beberapa saudara, dialah yang lebih hafal nama-nama para ponakan yang jumlahnya bejibun itu berikut tabiat dan karakternya. Nah, kalau untuk urusan memasak Alhamdulillah sekarang saya pun mulai menyainginya. Nggak mau kalah dong! Bersyukur sekali rasanya punya suami yang nggak malu ketika belanja ke pasar bersama istri, ketika harus memotong sayuran, ketika harus menyiapkan bahan masakan, dsb.
Keterampilan memasak inilah yang selalu membuat saya merindu sosok Babe di Wonogiri. “Cenung temukan sosok Babe di menantumu yang satu ini, Be…” ^_^ Babe yang sangat sabar, humoris, dan jago masak. Kalau pas lagi masak bareng, pembagian tugas itu ‘ngalir’ dengan sendirinya. Kadang saya yang nyiapin bumbu, suami yang nyiapin bahan, terus remphong deh masak berdua sambil sesekali bercerita dan tertawa penuh canda. Ngekngok momentum lah… Yups, sekali lagi saya bersyukur punya suami yang tak segan-segan untuk berkontribusi di urusan dapur. Karena pernah saya dapat cerita dari sahabat saya, suaminya nggak bisa mbedain mana tumbar dan mana merica. Hehe. Ada-ada saja ya…
Kekompakan yang super remphong selanjutnya adalah beberapa waktu kemarin kita nyobain blender (kado dari saudara). Kami jadi heboh sendiri (dengan kekonyolan masing-masing) dan akhirnya sepakat untuk lebih rajin bikin jus buah. Ah, konyol dan errornya kami waktu itu. Hihi. Tapi kami jadi makin kompak lho! (Kompak konyolnya. Hehe)
Setiap ada waktu luang, kami sering ngobrol banyak hal. Paling seru ketika cerita masa kecil dan keluarga masing-masing. Mental pengusaha suami saya sudah tertanam sejak SD dan almarhum bapaklah yang mengajarinya mandiri semenjak kecil. Kalau suami sudah cerita tentang almarhum bapak saya seolah turut merasakan kerinduan yang tengah ia rasakan. “Bapak, semoga engkau bahagia di sana… Kelak, semoga kita dipertemukan di surga-Nya. Aamiin…”
Ya, dan banyak kekompakan-kekompakan lain yang menghiasi hari-hari kami. Saat saya selesai membaca buku (baik itu seputar dunia kepenulisan, kehamilan, dunia anak, kehidupan rumah tangga, dsb) suami saya akan selalu menjadi pendengar yang baik. Karena salah satu kebiasaan saya adalah menceritakan apa yang sudah saya baca. Setelah itu, kadang kami terlibat diskusi yang seru dari yang serius sampai yang super lucu.
Yups, 3 KDRT ini yang bisa saya tuliskan. Pada intinya, pilihan untuk menikah, menentukan pendamping hidup untuk kemudian menjalani kehidupan berumah tangga bersama pasangan itu tidak hanya berlaku 1-2 hari saja tapi sepanjang sisa usia. Dan kepada diri ini, saya ucapkan: “Selamat menjalani hari-hari yang penuh kejutan membahagiakan… Barokallahu fiik…”
Buat rekan-rekan, semoga bisa mempersiapkan dengan sebaik-baiknya, seindah-indahnya... Pun yang sudah berkeluarga semoga senantiasa berjuang untuk melahirkan sakinah, mawaddah, rohmah, menjadi keluarga dakwah dan amanah, bersama sampai ke Jannah. Aamiin...
[Keisya Avicenna, 130313: seorang muslimah yang masih terus belajar menjadi istri shalihah serta ibu yang luar biasa untuk putra-putrinya kelak. Mohon do’a dari semua, ya…]