Jejak Karya

Jejak Karya

Friday, January 20, 2023

Bunda Darosy dan Ilham Bersaudara: Empat Permata, Buah Istimewa dari Cinta

Friday, January 20, 2023 0 Comments

 


Bagi umat muslim nama adalah doa. Berisi harapan masa depan bagi si pemiliknya. Memberi nama anak yang terbaik dan indah adalah kewajiban orang tua terutama ayahnya. Namun kenyataannya, banyak orang tua yang asal-asalan atau bahkan salah dalam memberi nama anak mereka. Ada orang tua yang memberi nama anaknya Syathoni, Dholimi, dsb. Padahal nama merupakan doa. Nama adalah ciri/tanda seseorang. Orang yang diberi nama dapat mengenal dirinya atau dikenal orang lain serta memuliakannya.

Bunda Darosy dan suami beliau, Ayah Eddy Abddullah, sangat berhati-hati dalam memberi nama anak-anak. Sehingga jauh sebelum anak-anak lahir, Ayah dan Bunda sudah merencanakan dan mempersiapkan nama anak-anak denganpermata. Harapannya, mereka bisa menjadi permata-permata yang bersinar dan menyinari.  Selalu mengeluarkan cahaya cemerlang bagi dirinya, orang tua, keluarga, lingkungannya dan lebih jauh bagi agama, nusa dan bangsa.

 Saat usia kehamilan anak pertama memasuki 7 bulan, Bunda dilantik menjadi pengurus ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) Provinsi Jawa Tengah oleh Prof. Dr. BJ Habibi (Menristek RI waktu itu menjabat ketua ICMI Pusat). Pada saat memberi ucapan selamat pada Bunda. Pak Habibi berpesan sambil tersenyum, “Ibu kalau kelak anak ini lahir laki-laki, kasih nama Ilham, ya! Agar pintar seperti anak saya. Ok?” Bunda menjawab,Insya Allah, Prof!

Alhamdulillah, waktu lahir anak pertama laki-laki, langsung  diberi nama Ilham. Dari si sulung Ilham hingga si bungsu Kintan, semua anak diberi nama dengan batu permata. Semuanya lahir di Semarang. Ilham Binar Lazuardi (7 April 1995), Taufiq Akbar Emeraldi (25 September 1996), Safira Yulia Rizqi (13 Juli 1998), dan Kintan Aulia Astari lahir (22 Juni 2000). Nama mereka terkesan unik, tapi sebenarnya mengandung makna “batu permata” : Lazuardi (permata biru kemerahan), Emeraldi (permata hijau), Safira (permata biru), dan Kintan (permata putih). Ayah dan Bunda berharap, empat permata buah dari cinta mereka tersebut, akan menjadi generasi Qur’ani yang selalu bersinar dan menyinari.

Anak adalah karunia, rezeki, dan amanah dari Allah SWT, karenanya mendidik, mengasuh dan membesarkan anak hendaknya jangan sembarangan. Perlu strategi khusus agar tumbuh kembang anak dapat menuju kecerdasan ukhrowi yang maksimal, sehat rohani, sehat jasmani, sehat emosi, dan sehat sosial sehingga berakhlaq mulia.

Ibu adalah pendidik utama bagi anak-anaknya. Ibu sebagai pencipta, Ibu sebagai pemelihara suasana. Peran ini tidak bisa digantikan oleh siapapun. Prinsip-prinsip dasar kehidupan, seperti agama, nilai kebenaran, nilai kebaikan dan keburukan, perilaku-perilaku dasar sangat tergantung pada pola pendidikan anak dalam keluarga. Bunda berusaha agar bisa menjadi sahabat anak sebagai ‘jembatan emas’, menyatukan anak dan orang tua dengan akrab dan mesra.

Setiap anak ingin diakui eksistensinya. Sebagai orang tua, kita harus mampu menjadi peletak pondasi yang kuat membentuk karakter mulia dengan suasana agamis dimanapun, kapanpun dengan siapapun saja. Hal ini Bunda lakukan dengan cara mengkombinasikan disiplin dengan dialog dua arah. Sehingga kesannya bukan seperti komandan dengan disiplin kakunya yang hanya memerintah dan menyuruh, tapi Bunda mengajak sehingga bunda juga terlibat.

Bunda Darosy dan Ayah Eddy selalu berusaha agar bisa menjadi teladan bagi anak-anak, dengan pola asuh penuh kelembutan, penuh cinta, penuh kasih sayang tanpa kekerasan. Bunda semaksimal mungkin memberi makanan dari rezeki yang halal dan menyekolahkan anak-anak dengan nuansa Islami. 

Di masa keemasan anak/masa golden age, Bunda lebih banyak melakukan pendampingan bersama anak-anak di rumah daripada mementingkan karier/jabatan. Bunda senang bermain bersama mereka, memahami karakteristik masing-masing anak, dan mengimplementasikannya di dalam proses pendidikan, karena…

1.  Setiap anak itu unik.

ü  Masing-masing anak memiliki kelebihan dan kekurangan.

2.  Dunia anak adalah dunia bermain.

ü  Biarkan mereka bermain agar kreatif.

3.  Setiap karya anak itu berharga.

ü  Berilah anak-anak pujian, ciuman, kadang-kadang hadiah.

4.  Setiap anak berhak mengekspresikan keinginannya secara bebas.

ü  Bunda menanamkan sikap saling menolong, saling menasihati, saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran dengan cara yang arif.

5.  Setiap anak berhak mencoba dan melakukan kesalahan.

ü  Bunda membiasakan Ilham bersaudara kritis, punya prinsip dan tidak malu mengakui kesalahannya.

ü  Bunda berusaha dalam menyikapi anak-anak saat bertengkar secara adil dan bijaksana. Semisal Fira dengan Kintan nangis. Kintan bilang, “Bunda, Kak Fira nakal!” Bunda tidak langsung menyalahkan Fira tapi tanya dulu pada Fira dan Kintan bagaimana asal mula kejadiannya. Kalau memang Kintan yang salah, meskipun bungsu tetap Bunda salahkan dan harus minta maaf pada kakaknya. Kak Fira pun memaafkannya dan mereka pun saling berpelukan. Kebanyakan para orang tua tidak adil, kakaknya yang harus mengalah agar adiknya tidak menangis. Sikap ini salah dan tidak mendidik. Sang kakak jadi merasa salah terus, si adik jadi semau gue, ‘paling aku dibela’.

Bunda terkadang sengaja berbuat salah dengan tujuan untuk menumbuhkan sikap kritis pada anak-anak, misalnya masuk rumah tidak salam. Anak- anak langsung mengkritik, “Bunda kok tidak salam? Istighfar 5x, Bunda!”

Bunda pun langsung senyum dan menjawab, “Iya, terimaksih anak-anakku yang shalih-shalihah, pintar, dan cerdas, Bunda sudah diingatkan. Astagfirullahaladhim (5x)…

Pernah Ayahnya sengaja berbuat salah, sehabis Maghrib langsung menyalakan TV. Padahal sudah ada kesepakatan bersama sehabis maghrib, TV mati dan kami mengaji bersama.

Anak-anak : “Ayah, kok menyalakan TV? Astaghfirullahaladhim.

dimatikan donk yah! Kita kan sudah janji, habis Maghrib baca Qur’an.

Istighfar 10 x !”

Ayah : “Ok, Nak. Maafkan Ayah, ya! Astaghfirullahaladhim (10x)… 

Pembiasaan inilah yang membuat anak-anak tambah percaya diri dan kritis. Mereka pun belajar memahami kalau orang tua itu tidak selalu benar dan butuh diingatkan juga oleh anak-anak. Jadi anak-anak tidak memiliki rasa takut pada orang tuanya. Bunda biasakan pada mereka bahwa takut hanya pada Allah SWT.  



Sebelum berdakwah, awalnya Ilham Bersaudara adalah pembaca puisi. Sejak kecil, Bunda Darosy membiasakan Ilham Bersaudara memiliki rasa percaya diri dan sikap yang kritis dengan cara Bunda sering deklamasi, berpuisi, dan mendongeng. Bunda sengaja tidak mengajarkan menyanyi pada anak- anak (meskipun Bunda berbakat dan dulu pernah juara menyanyi) karena suara wanita itu aurat. Lagu sering melalaikan. Apalagi ada Fira dan Kintan gadis kecil yang cantik, lucu, dan menggemaskan.

Seusai mendongeng, Bunda sering menanyakan seputar isi cerita itu, tokoh jahat, tokoh baik, apa yang mereka lakukan, dan sebagainya. Bunda juga memberi kesempatan mereka untuk gantian mendongeng. Mereka boleh mendongeng apa saja. Mereka boleh bercerita berdasarkan khayalannya. Semuanya mendapat giliran bercerita. Latihan bercerita ini membuat mereka berani berbicara di depan orang lain.

Pernah waktu Kintan kecil berusia 3 tahun, dia dapat giliran maju bercerita di hadapan kami semua. Kintan bilang, “Bunda, Kintan nggak bisa!Langsung kakak-kakaknya bilang, “Dede’ bisa! Ayo dicoba! Semangat, Dek!

Kintan pun langsung bercerita, “Pada suatu hari, Kak Fira digigit nyamuk, Kak Ilham digigit semut, Kak Taufiq digigit tikus. Sakiiit banget! Sampai nangiiis… hu… hu… hu…”

Horeee...

 Semua bertepuk tangan.

“Bagus...

“Dede’ berani!”

“Dede pintar bercerita!”

Bunda sering mengikutkan anak-anak pada lomba- lomba, bahkan lomba merangkak pun juga ikut! Bunda juga ikut merangkak, memberi contoh Dede’ agar semangat mau merangkak.

Bunda tidak mengekploitasi anak-anak agar mereka bersaing/berkompetisi baik dalam bidang keterampilan maupun intelektual hanya demi prestasi, popularitas ataupun materi. Hal ini walaupun akan menghasilkan anak-anak yang pintar dan terampil tetapin miskin perangai, miskin akhlaq, dan egois. Tujuan Bunda mengikutkan berbagai lomba bukan untuk mencari juara, namun Bunda ingin menumbuhkan rasa percaya diri pada anak-anak sejak usia dini. Inilah kekuatan yang luar biasa!

Setelah mereka usia 3 tahun, Ilham Bersaudara Bunda ajarkan berpuisi yang ringan- ringan. Ada sebuah kisah. Ketika suami tidak mau buah tomat bahkan ketika tomat itu bercampur dengan mie, juga disingkir-singkirkankan tomatnya. Bunda yang memakannya. Padahal tomat adalah buah yang banyak khasiat dan vitaminnya untuk membiasakan anak-anak agar suka tomat, Bunda pun mengajarkan puisi pada anak- anak.

 

BUAH TOMAT

Buah tomat merah warnanya

Kalau dimakan enaaak rasanya

Mari kawan kita mencobanya!

Agar sehat, kuat badan kita

 

Alhamdulillah, ide itu jurus yang jitu!

Sewaktu berpuisi, Bunda memakai peraga tomat sungguhan yang merah dan besar. Wow, anak- anak sejak kecil sampai sekarang semuanya suka tomat. Hehe… kecuali suami masih belum mau makan tomat.

Membaca puisi itu berbeda dari membaca biasa. Membaca puisi harus dengan intonasi yang jelas, a, i, u, e, o-nya harus jelas, penuh penghayatan, agar yang mendengar bisa merasakan isi puisi. Agar bisa membaca puisi dengan penghayatan, maka harus paham isi puisi itu. Setiap kalimat harus dipahami maksudnya.

Ilham dan adik-adiknya tidak pernah belajar pada seorang guru khusus. Mereka diajari oleh Bunda dan neneknya. Latihannya sederhana, ketika hendak tampil membaca puisi, Ilham Bersaudara biasanya membaca dulu puisinya dengan cermat. Jika ada yang kurang mereka pahami, langsung bertanya pada Bunda. Kintan si bungsu yang masih 3 tahun pada awalnya hanya melihat saja. Karena belum bisa membaca, Kintan menghafal puisinya dengan bantuan Bunda dan kakak-kakaknya menjelaskan apa maksud isi puisinya. Semua membaca dengan gaya masing-masing. Jika ada yang kurang pas, baru Bunda akan memberi masukan.

Alhamdulillah, Ilham Bersaudara disaat lomba sering menjadi sang juara sejak usia dini. Semuanya jago berpuisi. Di kota Semarang dan Jawa Tengah, nama Ilham Bersaudara sudah cukup dikenal karena sering menjuarai lomba baca puisi anak-anak. Bahkan pernah tampil membaca puisi dalam Parade Puisi bersama Gubernur Jawa Tengah, Rektor UNDIP, dan seniman-seniman Jawa Tengah.

[***]



Masya Allah, sekelumit kisah tentang Ayah Eddy, Bunda Darosy, dan keempat pertama mereka: Ilham Bersaudara. Kini, mereka sudah beranjak dewasa. Ilham sudah menikah dan punya seorang putra yang sangat lucu dan menggemaskan dia lulusan Teknik Sipil yang kini sibuk dengan Lazuardi Construction-nya, Taufiq lulusan Teknik Sipil juga yang sedang sibuk mengerjakan banyak proyek, Fira juga lulusan S2 Teknik Sipil ITS yang 14 Januari 2023 silam dipersunting oleh Yusuf, laki-laki salih-hafiz Quran, putra ke-7 Ibu Wirianingsih, dan Kintan baru saja lulus S1 Manajemen dan sedang mempersiapkan diri untuk lanjut S2. 


Dari keluarga Bunda Darosy, banyak inspirasi dan motivasi keren yang saya sendiri dapatkan terutama dalam dunia parenting terlebih semangat berjuang dalam dakwah. Semoga Allah senantiasa merahmati keluarga beliau dan melimpahkan kebarokahan. Aamiin. 10 tahun sudah saya mengenal keluarga istimewa ini, keluarga pendakwah yang sarat prestasi. Masya Allah.




Friday, January 13, 2023

DEMAM LATO-LATO DI NEGERI WAKANDA

Friday, January 13, 2023 0 Comments


Tak tek tak tek

Akhir-akhir ini, suara itu sering terdengar di telinga kita, bukan?

Saya sendiri baru ngeh kalau mainan saya zaman kecil itu kini jadi mainan viral di kalangan anak-anak waktu acara Pesantren Liburan. Ada anak yang bawa. Terus kok di pinggir jalan banyak yang jualan mainan ituh. Kalau dulu namanya Tek-Tek an. Kalau sekarang lebih famous dengan nama Lato-lato.

Pagi ini pun ada flyer tentang peringatan untuk tidak membawa dan memainkan Lato-lato di lingkungan sekolah. Imbauan dari Walikota Semarang, Bu Itha kalau Lato-lato banyak mendatangkan kemudharatan daripada manfaat. Ya benar juga sih, karena hasil saya bertanya ke anak-anak tetangga yang memainkan lato-lato kebanyakan mereka mengalami cedera di bagian tangan, jadi lebam kebiruan gitu karena kena bola lato-lato yang memang sakit rasanya kalau kena tangan. Apalagi baru-baru ini ada kasus anak yang harus kehilangan fungsi indra penglihatannya karena matanya kena lato-lato.  Innalillahi wa Inna ilaihi raji'un...

Banyak juga video beredar di media sosial dampak negatif dari permainan ini terutama yang membahayakan kesehatan, seperti kepala jadi benjol kena lemparan bola lato-lato, tangan jadi memar, dan lainnya.

Sebenarnya kalau ngomongin manfaat, asal dipakai dengan cara yang TEPAT dan tidak berlebihan, tidak sekadar buat gaya-gayaan karena permainan ini sedang viral, lato-lato bisa menjadi sarana pengalihan dari aktivitas screen time pada anak-anak. Yang dulunya suka bergerombol buat mabar (main game bareng, battle main game) kini sering kita jumpai mereka ngumpul untuk unjuk kebolehan main lato-lato.

Saya sependapat dengan seorang editor buku anak lulusan Psikologi UNS ini, Kak Diah Cemut.

Doi menyampaikan pendapatnya seperti ini, “Untuk positifnya, pertama, bisa bermain 'permainan fisik'. Bukan gadget. Tangannya kan gerak tuh. Jadi fisiknya ikut gerak. Lebih bagus daripada main gadget aja. Mata juga lebih sehat karena nggak kelamaan natap layer. Kalau anak jaman dulu ada permainan tradisional. Tapi sekarang udah jarang yang main engklek kan? Kedua, suaranya mungkin bagi kita yang denger terasa bising. Tapi bagi pemain, itu kayak suara mengasyikkan. Berarti gerakannya udah pas, sehingga menghasilkan suara yang nyaring. Kalau nggak nyaring berarti ada yang salah dalam memainkannya.  Ketiga, mencoba hal baru dan menjawab tantangan. Coba tanya ke dalam hati kecilmu, kamu pasti juga ada rasa penasaran untuk memainkannya kan? Kok ternyata nggak bisa sekali mainin langsung bisa. Ada kalanya harus kepentok dulu, sakit dulu, terus latihan terus hingga jago. Nah, anak akan belajar untuk menchallenge diri.”

Masya Allah, jawaban yang awesome sekali, bukan?

Kalau saya sendiri, Alhamdulillah, Dzaky tidak tertarik untuk memiliki ataupun memainkannya. Dia lebih memilih beli lego daripada lato-lato. Hehe.