PELOPOR PERUBAHAN
Keisya Avicenna
Saturday, February 28, 2009
0 Comments
Perubahan adalah sebuah keniscayaan. "Tempora mutantur et nos mutamur illis". Waktu berubah dan kita di dalamnya ikut berubah pula, demikian sebuah Adagium Romawi mengatakan. Pun demikian, dengan pola kehidupan sosial masyarakat seiring waktu peradaban manusia berkembang, yang sebagian ditandai dengan semakin tingginya teknologi modern mewarnai kehidupan.
Sekalipun dalam banyak kondisi, perkembangan teknologi ini kadang tidak disertai dengan perubahan tata laku ke arah yang lebih baik, sehingga yang muncul justru kebalikannya. Perkembangan teknologi justru membuat dekadensi budaya dan moralitas. Korupsi, tipu daya dan kriminalitas makin merajalela. Kezaliman dan pelanggaran tata nilai yang berlaku semakin menjadi.
Islam telah mengajarkan bahwa ada dua jenis perubahan. Pertama, perubahan parsial (ishlahiyah). Perubahan ini dilakukan bila landasan kehidupan masyarakaat sudah Islam. Kesalahan atau penyimpangan hanya terjadi pada masalah cabang. Sistem Islam dipertahankan sambil membenahi penyimpangan (lihat hadits riwayat Muslim). Kedua, perubahan revolusioner (inqilabiyah). Jenis perubahan ini dilakukan saat kondisi masyarakat rusak dari akarnya.
Sejarah mencatat perubahan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW merupakan perubahan yang luar biasa dan revolusioner. Bangsa Arab yang hidup di gurun pasir, hidup mengandalkan kebun dan gembalaan, keyakinannya syirik, pertumpahan darah merupakan hal lumrah, perbudakan merajalela, kehormatan perempuan dilanggar, dan di dunia internasional kala itu kedudukannya tidak diperhitungkan; kelak berubah menjadi bangsa dan negara yang disenangi kawan dan disegani lawan. Dua negara adikuasa kala itu, Persia dan Romawi akhirnya harus tunduk di bawah Islam.
Kehidupan pada saat Muhammad SAW diutus menjadi Rasul penuh dengan kegelapan. Karenanya, disebut kehidupan jahiliyah. Sejak beliau diutus menjadi Rasul, bersegeralah beliau menyerukan dan menyampaikan wahyu yang diterimanya. Didakwahilah istrinya, bunda Khadijah RA, beliaupun mengimaninya. Begitu juga beliau mendakwahi keponakannya, Sayyidina Ali karramallahu wajhah; maulanya, Zaid bin Haritsah; teman dekatnya, Abu Bakar Shiddiq ra. Beliau terus menyerukan Islam. Beliau membina mereka, shalat bersama mereka, bertahajjud di malam hari dan para sahabat pun menirunya. Ruhiyah mereka dipenuhi dengan shalat dan bacaan Alquran. Sementara, kajian Alquran dan tadabbur terhadap makhluk-makhluk Allah SWT mempengaruhi pikiran mereka. Beliau menempa akal para sahabat dengan makna Alquran dan lafazhnya, serta dengan pemahaman Islam dan pemikiran-pemikirannya. Beliau mencetak mereka menjadi orang-orang sabar dan taat dalam keikhlasan total kepada Allah Zat Maha Perkasa. Allah SWT dengan indah mengabadikan hal ini, ‘Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). “Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS. Al-Jumu’ah:2).
Para sahabat yang dibina oleh Rasulullah SAW tidak berhenti pada keshalihan pribadi. Sebaliknya, mereka pun membangun suatu kelompok dakwah di bawah pimpinan Nabi SAW. Setiap mereka melakukan dakwah, menyadarkan masyarakat, dan mem-binanya. Abu Bakar, misalnya, mendak-wahi kolega bisnisnya, tetangganya, dan masyarakat sekitarnya. Lewat beliau berimanlah Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, dan Thalhah bin Ubaidillah. Nabi mengutus orang tertentu untuk melakukan pembinaan. Khabab bib Arts, misalnya, ditugaskan oleh Rasul untuk membina Zainab bin Khathab beserta suaminya, Sa’id. Bahkan, jauh sebelum hijrah beliau mengutus Mush’ab bin ‘Umair untuk membina masyarakat di Madinah.
Hasil dari semua ini adalah terwujudnya hizb ar-Rasul (kelompok Rasul) yang mengawal dan memotori perubahan. Mereka ditopang oleh masyarakat yang memiliki kesadaran politik bahwa hidup harus diatur oleh wahyu. Kesadaran umum (wa’yun ‘amm) ini terus menjalar hingga membentuk opini umum yang dilan-daskan pada kesadaran umum (ra`yun ‘amm). Terjadilah mobilisasi massa dari kalangan Muhajirin bersama-sama Anshar yang ditopang oleh para pemilik kekuatan (ahlu quwwah) dari para pemimpin kabilah. Segala sistem peraturan di Makkah di tinggalkan. Tata kemasyarakatan di Madinah pun diubah semuanya sesuai dengan hukum Islam. Saat itu, terjadi perubahan revolusioner (inqilabiyah).
Dalam jangka waktu yang sangat singkat (13 tahun), Rasulullah berhasil melakukan perubahan total inqilabiyyah. Dengan ungkapan lain, Beliau berdakwah dan berhasil melakukan revolusi.
Betapa tidak, keyakinan politeisme diganti menjadi monoteisme; yang tadinya meyakini Latta dan ‘Uzza berubah seratus delapan puluh derajat menjadi yakin hanya pada Allah, La ilaha illallah. Dalam bidang sosial, perbudakan dihentikan, perkawinan yang hanya berdasarkan kesepakatan diubah menjadi perkawinan seperti perkawinan dalam Islam saat ini. Begitu juga, kebiasaan membunuh bayi hidup-hidup diharamkan, budaya minum-minuman keras dilarang. Perempuan yang selama ini dianggap laksana budak didudukkan oleh Islam menjadi saudara kandung laki-laki, an Nisa syaqa`iqu ar-rijal. Persaudaraan yang semula berdasarkan kesukuan diubah total menjadi persaudaraan atas dasar iman. Kaum mukmin adalah bersaudara. Tidak ada kelebihan orang Arab atas non Arab, begitu juga sebaliknya.
Dalam bidang ekonomi, kebiasaan mengurangi timbangan yang sudah menjadi kebiasaan umum dianggap tindakan pelanggaran. Perjudian yang sudah mendarah daging ditetapkan sebagai perbuatan kriminal. Riba yang menjadi tulang punggung perekono-mian dengan sistem rente ketika itu ditinggalkan sama sekali, diubah menjadi perekonomian berbasis jual beli.
Bidang politik pun diubah total. Kekuasaan yang ditetapkan berdasarkan keturunan, diubah berdasarkan ketakwaan dan kemampuan. Institusi politik yang semula berupa kabilah diubah menjadi Rasul sebagai kepala negara, dengan wali sebagai kepala daerah. Bahkan, Nabi telah menetapkan kedukan qadhi, sistem syura, dan lain-lain. Mobilitas vertikal benar-benar terjadi. Bilal seorang mantan budak berkulit hitam menempati kedudukan tinggi sebagai seksi adzan hingga namanya dikenang hingga jaman sekarang. Zaid bin Haritsah, pembantu Nabi, menjadi panglima perang pada usia muda membawahi Abu Bakar dan Umar. Abu Dzar al-Ghifari tokoh dhu’afa kala itu menjadi orang kepercayaan Nabi. Dalam bidang hukum pun berubah. Hukum buatan manusia diubah menjadi hukum yang berasal dari Allah SWT Pencipta manusia.
Oleh karena itu, jelasah bahwa Rasulullah telah melakukan great revolution! Masyarakat yang telah rusak mulai dari akarnya diubah menjadi sistem yang baru. Bukan sekedar melakukan revolusi besar, Rasulullah SAW berhasil melakukannya dengan tanpa kekerasan (non-violent revolution).
Pada saat sekarang, kehidupan sudah rusak dari akarnya. Sebab, landasan kehidupannya adalah sekuleristik kapitalistik. Dari landasan rusak ini lahirlah tatanan kehidupan yang serba rusak. Kondisi ini mirip dengan kondisi masyarakat pada jaman Nabi. Bedanya, mengutip Sayyid Quthub, masa sekarang adalah zaman jahiliyah modern. Jadi, perubahan yang harus dilakukan adalah perubahan revolusioner (inqilabiyyah) dengan tanpa kekerasan (ghoiru ‘anf/la maddiyah) seperti dicontohkan Rasulullah SAW. Metode tanpa kekerasan telah terbukti dapat dilakukan seperti dalam revolusi Iran. Dan revolusi besar ala Nabi akan terulang kembali saat tegaknya Khilafah, ”… kemudian akan datang khilafah di atas metode kenabian …” (HR. Ahmad dan Baihaqi).
Dari uraian di atas, dengan melihat kondisi di zaman sekarang, sangat dibutuhkan pelopor-pelopor perubahan untuk menciptakan dan membangun kondisi yang lebih baik, pelopor-pelopr perubahan yang memiliki kepribadian yang SHALIH dan REVOLUSIONER, seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
ALLAHU AKBAR !!!!
Norma Ambarwati/FMIPA/Biologi/2006
(dari berbagai sumber...)