Sebuah ‘Nostalgia Romantic’ ingin kembali saya ceritakan dalam tulisan ini, tentang salah satu permainan tradisional. Permainan yang sewaktu saya kecil dulu sering dimainkan bersama teman-teman. Permainan yang selalu berhasil membuat saya tertawa senang tanpa harus mengucurkan banyak uang. Permainan yang tidak 'menyulap' kita menjadi makhluk individualis dan masih banyak lagi alasan yang membuat saya ingin membangunkan kembali memori lama yang telah terkubur. Permainan tradisional, permainan yang menciptakan kesenangan bermain bersama-sama dari akar masa lalu kita. Permainan yang menghadirkan kebahagiaan tersendiri saat masa kecil kita.
Saya berasal dari salah satu daerah di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, tepatnya di Desa Banaran Kelurahan Wonoboyo. Ketika saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), seperti halnya anak-anak yang lain saya sangat suka bermain bersama teman-teman saya, sepulang sekolah atau ketika liburan. Kita sering melakukan banyak permainan dan BENTHIK merupakan salah satu permainan favorit saya dan teman-teman sepermainan saya kala itu.
Permainan benthik atau dalam nama lain dikenal dengan istilah patil lele sudah lama dikenal dalam masyarakat Jawa. Kata benthik mempunyai arti bentur. Benturan tersebut biasanya menghasilkan bunyi “thik”. Hal ini dapat dilihat dalam permainan itu sendiri, yaitu dengan alat berupa kayu yang digunakan dengan ukuran berbeda. Kayu berukuran panjang dan kayu yang berukuran pendek. Benturan antara kedua kayu tersebut menimbulkan suara thik. Nah, dari suara itulah kemudian muncul penamaan permainan itu, yaitu benthik.
Benthik, dibuat dari 2 potong stik atau kayu berbentuk silinder dengan panjang berbeda. Stik panjang yang dipergunakan sebagai pemukul dibuat dengan panjang sekitar 30 cm dan stik pendek sekitar 10 cm. Kedua potongan stik tersebut biasanya berdiameter sama, sekitar 2-3 cm. Biasanya potongan kayu tersebut diperoleh dari ranting-ranting pohon yang tumbuh di sekitar halaman, seperti pohon asam, pohon jambu biji, pohon mangga, dan sejenisnya. Ranting pohon yang diambil biasanya dari kayu yang tidak mudah patah. Alat benthik juga bisa dibuat dari potongan bambu yang berbentuk silinder dengan ukuran yang sama seperti di atas.
Pada umumnya, permainan ini bersifat kelompok. Namun, dapat pula dilakukan secara individu. Satu regu terdiri dari 3 sampai 4 anak. Ketika satu regu bermain, maka regu yang lain mendapat giliran jaga. Setiap regu secara bergantian memainkan benthik hingga semua mendapat giliran. Setelah selesai, regu yang menjaga mendapat giliran bermain. Jika dilakukan individu, misalnya 5 anak, maka satu anak mendapat giliran bermain, maka 4 anak lainnya mendapat giliran jaga. Jika anak yang bermain sudah kalah, maka digantikan temannya secara bergantian. Regu atau anak yang mendapatkan angka terbanyak biasanya dianggap sebagai pemenang.
Sebelum permainan dimulai, terlebih dahulu membuat sebuah lubang di tanah dengan ukuran memanjang sekitar 7-10 cm, lebar 2-3 cm. Lubang digunakan sebagai tolakan melemparkan stik pendek. Setelah itu melakukan hompimpah atau suit. Permainan benthik biasanya terdiri dari tiga tahap.
a. Tahap pertama, anak yang mendapat giliran bermain, meletakkan stik pendek di atas lubang, lalu dengan bantuan stik panjang, stik pendek dilempar sekuat dan sejauh mungkin. Jika stik pendek tertangkap tangan, maka anak yang bermain dianggap kalah, sementara yang menangkap stik pendek mendapat nilai, umpamanya dengan dua tangan 10 poin, satu tangan kanan 25 poin, satu tangan kiri 50 poin, dan sebagainya. Jika tidak tertangkap, salah satu anak yang mendapat giliran jaga melemparkan stik pendek ke arah stik panjang yang telah ditaruh di atas lubang dengan posisi melintang. Jika stik panjang terkena, maka anak yang bermain kalah.
b. Jika stik pendek tidak mengenai stik panjang, anak yang bermain dapat meneruskan permainan ke tahap kedua. Pada tahap ini, anak yang bermain melemparkan stik pendek ke udara lalu dipukul sekuat tenaga dengan stik panjang agar terlempar sejauh mungkin. Jika stik pendek yang dilempar tertangkap oleh lawan, maka anak yang bermain dianggap kalah. Ia harus menghentikan permainan. Jika tidak tertangkap tangan, maka anak yang jaga harus melemparkan stik pendek ke arah lubang yang telah dibuat. Jika saat dilempar ke arah lubang, stik pendek terpukul oleh anak yang bermain dan terlempar jauh kembali ke arah sebaliknya, maka perolehan poin yang didapat akan semakin banyak. Sebab cara penghitungan poin dengan menggunakan stik panjang, diawali dari lubang ke arah jatuhnya stik pendek. Jika stik pendek yang dilempar ke arah lubang dan tidak terpukul oleh si pemain, maka penghitungan juga dilakukan mulai dari lubang ke arah jatuhnya stik pendek yang lolos dari pukulan kedua. Jika lemparan stik pendek dari lawan masuk ke arah lubang, maka poin yang dikumpulkan oleh anak yang bermain dianggap hangus.
c. Apabila pada tahap kedua, anak yang bermain mendapatkan poin, maka bisa dilanjutkan ke tahap ketiga. Pada tahap ini, anak yang bermain harus meletakkan stik pendek ke dalam lubang. Satu ujung stik dimasukkan ke dalam lubang, sementara ujung stik lainnya timbul di permukaan tanah. Anak yang bermain harus bisa memukul ujung stik yang timbul agar mengudara lalu dipukul sejauh mungkin. Jika tidak dapat memukul kedua kali, maka ia dianggap kalah atau mati dan harus digantikan dengan pemain lainnya. Namun jika berhasil memukul lagi satu kali, dua kali atau seterusnya, maka pemain berhak untuk mengalikan hasil tersebut. Jika terlempar sejauh 20 kali stik panjang dan terpukul 1 kali lagi, maka ia mendapatkan poin 20. Jika ia mampu memukul 2 kali sebelum terlempar jauh, maka ia berhak melipat gandakan nilai yang didapatkan menjadi dua kali. Bisa jadi, ukuran untuk yang berhasil memukul dua kali atau seterusnya, memakai alat ukur benda lain, misalnya peniti, gabah, dan sebagainya. Semakin ia memukul berulang kali sebelum terlempar jauh, memungkinkan ia akan selesai terlebih dulu. Begitu seterusnya dalam permainan benthik.
Dari permainan tradisional benthik ini banyak sekali manfaat yang dapat kita ambil bagi perkembangan anak. Selain dapat menguji ketangkasan, anak akan diajarkan untuk bersosialisasi dengan teman bermain dan memiliki jiwa sportivitas yang tinggi. Sehingga diharapkan mampu memupuk jiwa yang berbudi luhur dan bertenggang rasa dalam hidup bermasyarakat.
Dewasa ini, permainan tradisional sudah hampir terpinggirkan dan tergantikan dengan permainan modern. Hal ini terjadi terutama di kota-kota besar. Sebaiknya ada upaya dari orang tua/dewasa yang pernah mengalami fase bermain permainan tradisional untuk memperkenalkan dan melestarikan kembali permainan tradisional. Sebab, permainan-permainan tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa, fisik, dan mental anak. Mari, kita jaga warisan budaya ini demi Indonesia kita tercinta.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.
Salam,
Keisya Avicenna