HISTERIA SEPANJANG SLAMET RIYADHI
Keisya Avicenna
Thursday, March 31, 2011
0 Comments
Rabu, 30 Maret 2011
Ah, tak terasa sang waktu bergulir begitu cepat. Hampir sampai di penghujung bulan Maret. Jadi ingat dengan tema Maret yang tertulis di lembaran targetan tiap bulan dan di Buku DNA-ku (Dream ‘N Action!):
MARET: Semangat [M]enja[A]di p[RE]diktor [T]erbaik, ‘tuk [M]erangkai k[A]rya, [RE]alisasikan impian, [T]otalitas ber-A.M.A.N.A.H!!!
Tak terasa sudah 3 bulan setelah hari itu. Aku hanya bisa tersenyum…dan merasakan betapa scenario Allah SWT sangat indah. Sebaik-baik rencana kita, jauh lebih baik rencana Allah untuk kita. Aku yakin, ini hanya bagian dari kebahagiaan yang Dia tunda untukku. Hingga nantinya waktulah yang akan menuntunku sampai pada suatu masa yang TEPAT dan TERBAIK. Semangat merangkai karya! Semangat tuk wujudkan impian tahun 2011!^^
Melihat agenda yang tertera di kertas jadwal pengajar Ganesha Operation, siang ini aku dapat jadwal piket jam 14.00. Jam 13.00 aku sudah siap berangkat. Seperti biasa tas EXPORT hitam backpackerku selalu menemani kemanapun aku beraktivitas. Salah satunya mengajar. Mungkin aku yang agak berbeda dengan pengajar yang lain. Hihi…kebanyakan mereka memakai tas yang “feminim” bangetlah. Gaya ibu-ibu atau ala wanita karier, pokoknya yang girly banget. Tapi meski aku punya dua tas model kayak gitu tapi aku lebih suka pake tas punggung. Pokoknya yang sporty! Dan itu “Nungma banget”. Coz dari dulu kata ibu tuh, SUPERTWIN selalu identik dengan bawaan yang “mbrengkut”. Hihi…pakai tas GD kan bisa bawa banyak, termasuk buku bacaan. Benda yang wajib ada di dalam tas, selain Al Qur’an, air putih, buku DNA, dan payung. Serasa punya kantong ajaib DORAEMON-lah.
Kulangkahkan kakiku di Jalan Surya Utama, daerah belakang kampus UNS. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara seorang muslimah yang menghentikan sepeda motor Shogun birunya di sampingku.
“Assalamu’alaikum. Mau kemana Ukh?”, tanyanya. O…ternyata Aulia, sahabatku saat beramanah di Studi Ilmiah Mahasiswa (SIM) dulu.
“Wa’alaikumsalam.Wr.Wb. eh, Aul! Mau ke Sekarpace,” jawabku sambil tersenyum.
“Ayo, Ukh tak anter sekalian. Aku juga mau beli bensin,” kata Aul, kemudian aku pun “nebeng” dia sampai Sekarpace. Hihi…Alhamdulillah. Jazakillah khoir ya Ukhti…^^v
Naik ATMO dari Sekarpace sambil ndengerin nasyid yang menghentakkan semangat! Di luar sana hujan, Cinta! Benar-benar menikmati denting melodi air mata langit yang perlahan kemudian menderas, menghujam bumi. Damai banget rasanya! Turun di depan kantor pemadam kebakaran. Aku urungkan niat untuk membuka payung. Ah, aku ingin berjalan di bawah rintik gerimis. So nice moment!!!
Alhamdulillah, sampai juga di GO. Menyapa Bu RL, Bu DI, dan Bu NA. Tumben sampai jam 14.30 belum ada siswa yang datang minta jam tambahan pelajaran atau sekedar nanya PR. Yadah, aku memanfaatkan “free time” itu dengan mencoret-coret note kecilku. Judul yang tertera “HARAPAN dan IMPIANKU UNTUK FLP SOLO RAYA”. Aku pun tenggelam dalam semangat “MARET”-ku. Terpending sejenak karena ada dik Mega (siswi kelas 6) yang minta dikoreksi jawaban UKK Matematikanya. Sip…aktivitasku itu sempat terganggu karena aksi Sherina (siswi kelas 5) yang menggelitiki aku dari belakang. Jiaan…Sherina itu sering banget ngasih aku coklat. Hehe. Mbak Bella datang. Kita sempat ngobrol-ngobrol, tapi hanya sebentar. “Mbak Bella, aku pengin sharing banyak banget ma kamu! Kapan?”
Jam 15.30 bel masuk berbunyi. Hari ini aku mengajar di kelas 6UNR1. Kelasnya Agatha dkk di EINSTEIN. Seru banget euy. Kita membahas soal-soal UASBN Matematika dan Bahasa Indonesia. Di sela-sela pembahasan, aku kasih “break permainan”. Wizzz, pokoknya gayeng banget suasana KBM sore itu. Pasca mengajar jam 17.45, ada 2 orang siswa kelas 4 yang menodong PR ketika aku keluar dari EINSTEIN. “Bu NM, ajarin PR Bahasa Jawa dong!”. Hadeeeh… mendingan bahasa Arab atau bahasa Inggris dah daripada bahasa Jawa. Xixixi….akhirnya aku bawa mereka ke kelas NEWTON.
“Berapa soal dik PR-nya?”, tanyaku. Yang satu njawab, “60 soal ni, Bu!”. Gubrak! Yang satunya, “LKS, Romawi I-III, Bu!”. Gubrak lagi!. Hihi…yadah aku pun menikmati proses membantu mereka mengerjakan PR. Mengandalkan daya ingatku tentang bahasa Jawa. Ada bagian nulis Jawa juga, kalau yang materi ini mah aku masih ingat, tapi kalau sudah pewayangan atau istilah-istilah yang njawani banget, banyak yang lupa euy. Akhirnya, aku SMS Babe tanya 3 soal yang aku gak ngerti ‘n lupa apa jawabannya. Hihi…Babe pun membalas dengan sangat eksprezz! Tengkyu Babeku chayang! ^^v
Setelah sholat dan selesai membantu para siswa mengerjakan PR, aku pun melangkahkan kaki ‘tuk pulang. Menuju Jalan Slamet Riyadhi. Ah, sebenarnya tadi pengin banget ngajak Mbak Bella makan malam di warung nasi uduk kota barat. Tapi pas istirahat ngajar, aku gak ketemu beliau ‘n pas selesai ngajar kayaknya beliau pulang duluan. Yadah, akhirnya aku beli nasi uduk sendiri. Dibungkus! Gak enak kalau makan sendirian gak ada teman ngobrol. Berpayung ria di bawah rintik hujan. Menikmati gemerlap lampu dari kendaraan yang berlalu lalang.
Menanti angkot 01 di “tempat biasa”. Di tempat itu pula, aku sering mencuri dengar obrolan para tukang becak. Tak jarang mereka menawarkan jasa becaknya kepadaku. Tapi dengan halus selalu aku mengatakan, “Mau ke daerah kampus UNS kok, Pak. Jadi naik angkot saja!”. Ah, kapan-kapan mbecak sampai kampus seru kali ya? Hehehe…dijamin langsung pijet tukang becaknya! Hadeh…
Dari arah barat, muncul dua buah angkot 01. Sempat terjadi kemacetan kecil. Aku sempat bingung juga harus naik yang mana. Angkot yang 1 gak ada penumpangnya, sedangkan satunya ada. Angkot yang tidak ada penumpangnya mempersilahkan aku untuk naik angkot di belakangnya. Aku pun membawa ragaku memasuki angkot yang gelap itu. Tumben lampunya gak dinyalain. Biasanya angkot-angkot yang lain selalu menyala lampunya. Berkeliling mengedarkan pandangan. Ada seorang lelaki paruh baya yang duduk di sebelah pak sopir. Ada seorang ibu yang duduk satu ‘ruangan’ denganku. Aku sempat menangkap percakapan antara sang bapak dengan pak sopir.
“Sampun kagungan putro pinten, Mas?”, Tanya bapak itu.
“Setunggal, Pak……”, jawab pak sopir. Kalimat selanjutnya aku tidak bisa mendengar dengan jelas. Kalah dengan deru kendaraan yang memenuhi hiruk pikuknya jalan Slamet Riyadhi petang itu. Pokoknya ada bagian ketawa, kalau anak Pelangi mengistilahkan, ketawa gaya diare…”Mehehehehe…”.
Bapak itu turun di daerah warung makan Adem Ayem, masih dekat dengan SGM. Sebelum turun, Bapak itu menepuk pundak pak sopir sambil berkata, “ngati-ati olehe nyambut gawe!”. Kemudian menyapa ibu yang tadi duduk pas di belakang pak sopir. Aku masih sibuk dengan pikiranku dan perasaanku. Aku seperti menangkap aura-aura tidak beres tengah terjadi. Perasaanku mendadak berkabut. Astaghfirullahal’adzim, semoga ini hanya perasaanku saja!
Angkot 01 itu pun kembali melaju. Jantungku berdetak diambang batas normal. Angkot itu melaju cukup kencang. Hampir saja menabrak becak yang mau menyeberang. Polisi yang lagi kongkow-kongkow di pos aja aku bisa melihat ekspresi kagetnya. Alhamdulillah, kecelakaan itu bisa dihindari. Ibu itu minta pak sopir menghentikan angkotnya di Ngarsopuro. Wah, tinggal aku sendiri nih! Aku kembali menata hati dan perasaanku. “Tidak apa-apa, Nung. Semuanya akan baik-baik saja. Ingat, KAMU PUNYA ALLAH!!! Ada Dia yang selalu menjaga dan melindungimu.”
Pak Sopir itu menyalakan rokoknya, dan bertanya kepadaku “Mbak’e turun mana?” aku jawab singkat, “Pedaringan, Pak!”. “Nunggu bentar, ya Mbak!”
Aku masih berusaha menenangkan diri dan berusaha jangan sampai pikiran-pikiran negatif menghantuiku. Tapi jujur, aku menangkap suatu hal yang janggal dari gelagat Pak Sopir. Satu pertanyaan dan pernyataan yang berkecamuk dalam pikiranku, “Kayaknya ni sopir abis mabuk. Benarkah?”. Aku sempat melihat ada orang nyebrang, tak kira mau naik angkot. Tapi ternyata tidak. Hadeh…Ibu yang turun tadi aku lihat juga masih berdiri di bawah tulisan Ngarsopuro, sesekali sambil menatap angkot dan menatap ke arahku. Aku merasa seolah ibu itu “mengisyaratkan” sesuatu kepadaku tapi tak terucap, hanya tampak dari gesture tubuh dan roman mukanya. Ah, mungkin hanya perasaanku saja!
Sampai akhirnya, angkot itu kembali melaju. Kencang dan semakin kencang. Benar-benar memacu adrenalin. Meliuk-liuk, zig-zag. Aku benar-benar syok dan kalang-kabut. Wah, nek di video pasti gayeng tenan! Tapi mana sempat? Yang berkecamuk di otakku malah pikiran-pikiran gak jelas. Akankah terjadi kecelakaan hebat karena ulah sopir yang ugal-ugalan itu? Atau mungkin ini hari terakhirku? Hadeh…bibir ini basah oleh lantunan dzikir dan istighfar! Adegan paling tak terlupa pas ni angkot hampir aja nabrak mobil ‘n aku teriaaaak. Ya, aku teriak. Cukup kencang mungkin. Masak itu angkot hampir aja sampai di jalur rel kereta api. Alhamdulillah, untung itu sopir sigap. Kalau gak, aku dah gak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Posisiku tidak lagi duduk, sudah setengah berdiri. Sampai akhirnya di belokan Gladhag, aku berteriak ke sopir itu, “Udah, Mas…Udah…BERHENTI!!! Saya turun Gladhag. Dah, STOP…STOP…!!!” sempat takut juga, kalau-kalau sopir itu gak mau menghentikan laju mesin angkotnya. Tapi akhirnya, angkot berhenti dan aku turun dengan sedikit meloncat, karena angkot itu belum berhenti 100%. Pyuuuuuhhh…leganya! Keringat dingin masih membasahi dahiku. Hujan syukur menderas dalam hatiku. Ya Rabb, aku masih hidup! Aku masih terbayang-bayang dengan kejadian “ugal-ugalan” tadi.
Ada angkot 01 lain yang lewat. Aku menyetopnya kemudian naik. Ada seorang ibu yang kemudian mencecarku dengan beberapa pertanyaan.
“Mbak tadi naik angkot itu ya?”, sambil menunjuk angkot yang kunaiki tadi yang sekarang melaju di depan angkot kedua yang kunaiki.
“Iya, Bu. Kayaknya sopirnya habis mabuk. Tadi hampir aja nabrak becak dan mobil, Bu!”, jawabku, masih mencoba menenangkan diri. Obrolan berlanjut masih seputar sopir yang ugal-ugalan tadi.
Waktu lewat Jalan Urip Sumohardjo, tepatnya pas depan warung tenda BEBEK BAKAR PRESTO, aku jadi kangen dengan lelaki kedua yang sangat mencintaiku, Mas Dhody. Biasanya sepulang ngajar dari GO dia selalu menjemputku dengan Vega Merah kesayangannya. Tapi sekarang aku harus benar-benar mandiri dan survive kalau harus pulang agak malam. Kangen dinner bareng di tempat itu. Kangen sama bebek bakarnya juga.
Alhamdulillah, dengan selamat dan sehat wal’afiat akhirnya aku sampai juga di Zona Inspirasiku. Rehat sejenak, kemudian menyantap wedang ronde dan nasi uduk. Masih terbayang kejadian yang bikin aku histeria sepanjang Slamet Riyadhi. Sekarang harus lebih waspada dan hati-hati kalau mau naik angkot. Perhatikan sopirnya, penumpangnya, dll. Ya Rabbi, terima kasih atas penjagaan dan perlindungan-Mu pada diri ini. Terima kasih, Ya Rabb…
Aku jadi ingat SMS Motivasi yang tadi pagi aku kirimkan ke beberapa orang sahabatku,
“Berpikir jernih, hal yang seharusnya kita lakukan ketika dihadapkan pada sesuatu. Berpikir jernih akan membuat kita mengambil sikap yang lebih bijak. Bukan karena emosi, bukan karena arti, bukan karena pengalaman. Tapi layaknya mendengar dengan hati nurani, melihat apa yang terjadi. Karena ada yang mengatakan, bahwa orang bijak bukanlah orang yang mengambil pandangan dari ilmu pengetahuan yang sudah didapat atau pengalaman yang sudah dilalui. Tapi kemampuan untuk menggunakan bashirah (suara hati).”
[Keisya Avicenna, 31 Maret 2011…”MENULIS UNTUK MENDOKUMENTASIKAN HIDUP”. Tatkala kemewahan pagi masih menyapaku di penghujung Maret. Nasihat seorang kakak: “JIKA KAMU PUNYA ALLAH SWT, MAKA KAMU PUNYA SEGALANYA!”. Maka dengan tegas aku katakan, “CUKUP BAGIKU ALLAH SWT!”]
Ah, tak terasa sang waktu bergulir begitu cepat. Hampir sampai di penghujung bulan Maret. Jadi ingat dengan tema Maret yang tertulis di lembaran targetan tiap bulan dan di Buku DNA-ku (Dream ‘N Action!):
MARET: Semangat [M]enja[A]di p[RE]diktor [T]erbaik, ‘tuk [M]erangkai k[A]rya, [RE]alisasikan impian, [T]otalitas ber-A.M.A.N.A.H!!!
Tak terasa sudah 3 bulan setelah hari itu. Aku hanya bisa tersenyum…dan merasakan betapa scenario Allah SWT sangat indah. Sebaik-baik rencana kita, jauh lebih baik rencana Allah untuk kita. Aku yakin, ini hanya bagian dari kebahagiaan yang Dia tunda untukku. Hingga nantinya waktulah yang akan menuntunku sampai pada suatu masa yang TEPAT dan TERBAIK. Semangat merangkai karya! Semangat tuk wujudkan impian tahun 2011!^^
Melihat agenda yang tertera di kertas jadwal pengajar Ganesha Operation, siang ini aku dapat jadwal piket jam 14.00. Jam 13.00 aku sudah siap berangkat. Seperti biasa tas EXPORT hitam backpackerku selalu menemani kemanapun aku beraktivitas. Salah satunya mengajar. Mungkin aku yang agak berbeda dengan pengajar yang lain. Hihi…kebanyakan mereka memakai tas yang “feminim” bangetlah. Gaya ibu-ibu atau ala wanita karier, pokoknya yang girly banget. Tapi meski aku punya dua tas model kayak gitu tapi aku lebih suka pake tas punggung. Pokoknya yang sporty! Dan itu “Nungma banget”. Coz dari dulu kata ibu tuh, SUPERTWIN selalu identik dengan bawaan yang “mbrengkut”. Hihi…pakai tas GD kan bisa bawa banyak, termasuk buku bacaan. Benda yang wajib ada di dalam tas, selain Al Qur’an, air putih, buku DNA, dan payung. Serasa punya kantong ajaib DORAEMON-lah.
Kulangkahkan kakiku di Jalan Surya Utama, daerah belakang kampus UNS. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara seorang muslimah yang menghentikan sepeda motor Shogun birunya di sampingku.
“Assalamu’alaikum. Mau kemana Ukh?”, tanyanya. O…ternyata Aulia, sahabatku saat beramanah di Studi Ilmiah Mahasiswa (SIM) dulu.
“Wa’alaikumsalam.Wr.Wb. eh, Aul! Mau ke Sekarpace,” jawabku sambil tersenyum.
“Ayo, Ukh tak anter sekalian. Aku juga mau beli bensin,” kata Aul, kemudian aku pun “nebeng” dia sampai Sekarpace. Hihi…Alhamdulillah. Jazakillah khoir ya Ukhti…^^v
Naik ATMO dari Sekarpace sambil ndengerin nasyid yang menghentakkan semangat! Di luar sana hujan, Cinta! Benar-benar menikmati denting melodi air mata langit yang perlahan kemudian menderas, menghujam bumi. Damai banget rasanya! Turun di depan kantor pemadam kebakaran. Aku urungkan niat untuk membuka payung. Ah, aku ingin berjalan di bawah rintik gerimis. So nice moment!!!
Alhamdulillah, sampai juga di GO. Menyapa Bu RL, Bu DI, dan Bu NA. Tumben sampai jam 14.30 belum ada siswa yang datang minta jam tambahan pelajaran atau sekedar nanya PR. Yadah, aku memanfaatkan “free time” itu dengan mencoret-coret note kecilku. Judul yang tertera “HARAPAN dan IMPIANKU UNTUK FLP SOLO RAYA”. Aku pun tenggelam dalam semangat “MARET”-ku. Terpending sejenak karena ada dik Mega (siswi kelas 6) yang minta dikoreksi jawaban UKK Matematikanya. Sip…aktivitasku itu sempat terganggu karena aksi Sherina (siswi kelas 5) yang menggelitiki aku dari belakang. Jiaan…Sherina itu sering banget ngasih aku coklat. Hehe. Mbak Bella datang. Kita sempat ngobrol-ngobrol, tapi hanya sebentar. “Mbak Bella, aku pengin sharing banyak banget ma kamu! Kapan?”
Jam 15.30 bel masuk berbunyi. Hari ini aku mengajar di kelas 6UNR1. Kelasnya Agatha dkk di EINSTEIN. Seru banget euy. Kita membahas soal-soal UASBN Matematika dan Bahasa Indonesia. Di sela-sela pembahasan, aku kasih “break permainan”. Wizzz, pokoknya gayeng banget suasana KBM sore itu. Pasca mengajar jam 17.45, ada 2 orang siswa kelas 4 yang menodong PR ketika aku keluar dari EINSTEIN. “Bu NM, ajarin PR Bahasa Jawa dong!”. Hadeeeh… mendingan bahasa Arab atau bahasa Inggris dah daripada bahasa Jawa. Xixixi….akhirnya aku bawa mereka ke kelas NEWTON.
“Berapa soal dik PR-nya?”, tanyaku. Yang satu njawab, “60 soal ni, Bu!”. Gubrak! Yang satunya, “LKS, Romawi I-III, Bu!”. Gubrak lagi!. Hihi…yadah aku pun menikmati proses membantu mereka mengerjakan PR. Mengandalkan daya ingatku tentang bahasa Jawa. Ada bagian nulis Jawa juga, kalau yang materi ini mah aku masih ingat, tapi kalau sudah pewayangan atau istilah-istilah yang njawani banget, banyak yang lupa euy. Akhirnya, aku SMS Babe tanya 3 soal yang aku gak ngerti ‘n lupa apa jawabannya. Hihi…Babe pun membalas dengan sangat eksprezz! Tengkyu Babeku chayang! ^^v
Setelah sholat dan selesai membantu para siswa mengerjakan PR, aku pun melangkahkan kaki ‘tuk pulang. Menuju Jalan Slamet Riyadhi. Ah, sebenarnya tadi pengin banget ngajak Mbak Bella makan malam di warung nasi uduk kota barat. Tapi pas istirahat ngajar, aku gak ketemu beliau ‘n pas selesai ngajar kayaknya beliau pulang duluan. Yadah, akhirnya aku beli nasi uduk sendiri. Dibungkus! Gak enak kalau makan sendirian gak ada teman ngobrol. Berpayung ria di bawah rintik hujan. Menikmati gemerlap lampu dari kendaraan yang berlalu lalang.
Menanti angkot 01 di “tempat biasa”. Di tempat itu pula, aku sering mencuri dengar obrolan para tukang becak. Tak jarang mereka menawarkan jasa becaknya kepadaku. Tapi dengan halus selalu aku mengatakan, “Mau ke daerah kampus UNS kok, Pak. Jadi naik angkot saja!”. Ah, kapan-kapan mbecak sampai kampus seru kali ya? Hehehe…dijamin langsung pijet tukang becaknya! Hadeh…
Dari arah barat, muncul dua buah angkot 01. Sempat terjadi kemacetan kecil. Aku sempat bingung juga harus naik yang mana. Angkot yang 1 gak ada penumpangnya, sedangkan satunya ada. Angkot yang tidak ada penumpangnya mempersilahkan aku untuk naik angkot di belakangnya. Aku pun membawa ragaku memasuki angkot yang gelap itu. Tumben lampunya gak dinyalain. Biasanya angkot-angkot yang lain selalu menyala lampunya. Berkeliling mengedarkan pandangan. Ada seorang lelaki paruh baya yang duduk di sebelah pak sopir. Ada seorang ibu yang duduk satu ‘ruangan’ denganku. Aku sempat menangkap percakapan antara sang bapak dengan pak sopir.
“Sampun kagungan putro pinten, Mas?”, Tanya bapak itu.
“Setunggal, Pak……”, jawab pak sopir. Kalimat selanjutnya aku tidak bisa mendengar dengan jelas. Kalah dengan deru kendaraan yang memenuhi hiruk pikuknya jalan Slamet Riyadhi petang itu. Pokoknya ada bagian ketawa, kalau anak Pelangi mengistilahkan, ketawa gaya diare…”Mehehehehe…”.
Bapak itu turun di daerah warung makan Adem Ayem, masih dekat dengan SGM. Sebelum turun, Bapak itu menepuk pundak pak sopir sambil berkata, “ngati-ati olehe nyambut gawe!”. Kemudian menyapa ibu yang tadi duduk pas di belakang pak sopir. Aku masih sibuk dengan pikiranku dan perasaanku. Aku seperti menangkap aura-aura tidak beres tengah terjadi. Perasaanku mendadak berkabut. Astaghfirullahal’adzim, semoga ini hanya perasaanku saja!
Angkot 01 itu pun kembali melaju. Jantungku berdetak diambang batas normal. Angkot itu melaju cukup kencang. Hampir saja menabrak becak yang mau menyeberang. Polisi yang lagi kongkow-kongkow di pos aja aku bisa melihat ekspresi kagetnya. Alhamdulillah, kecelakaan itu bisa dihindari. Ibu itu minta pak sopir menghentikan angkotnya di Ngarsopuro. Wah, tinggal aku sendiri nih! Aku kembali menata hati dan perasaanku. “Tidak apa-apa, Nung. Semuanya akan baik-baik saja. Ingat, KAMU PUNYA ALLAH!!! Ada Dia yang selalu menjaga dan melindungimu.”
Pak Sopir itu menyalakan rokoknya, dan bertanya kepadaku “Mbak’e turun mana?” aku jawab singkat, “Pedaringan, Pak!”. “Nunggu bentar, ya Mbak!”
Aku masih berusaha menenangkan diri dan berusaha jangan sampai pikiran-pikiran negatif menghantuiku. Tapi jujur, aku menangkap suatu hal yang janggal dari gelagat Pak Sopir. Satu pertanyaan dan pernyataan yang berkecamuk dalam pikiranku, “Kayaknya ni sopir abis mabuk. Benarkah?”. Aku sempat melihat ada orang nyebrang, tak kira mau naik angkot. Tapi ternyata tidak. Hadeh…Ibu yang turun tadi aku lihat juga masih berdiri di bawah tulisan Ngarsopuro, sesekali sambil menatap angkot dan menatap ke arahku. Aku merasa seolah ibu itu “mengisyaratkan” sesuatu kepadaku tapi tak terucap, hanya tampak dari gesture tubuh dan roman mukanya. Ah, mungkin hanya perasaanku saja!
Sampai akhirnya, angkot itu kembali melaju. Kencang dan semakin kencang. Benar-benar memacu adrenalin. Meliuk-liuk, zig-zag. Aku benar-benar syok dan kalang-kabut. Wah, nek di video pasti gayeng tenan! Tapi mana sempat? Yang berkecamuk di otakku malah pikiran-pikiran gak jelas. Akankah terjadi kecelakaan hebat karena ulah sopir yang ugal-ugalan itu? Atau mungkin ini hari terakhirku? Hadeh…bibir ini basah oleh lantunan dzikir dan istighfar! Adegan paling tak terlupa pas ni angkot hampir aja nabrak mobil ‘n aku teriaaaak. Ya, aku teriak. Cukup kencang mungkin. Masak itu angkot hampir aja sampai di jalur rel kereta api. Alhamdulillah, untung itu sopir sigap. Kalau gak, aku dah gak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Posisiku tidak lagi duduk, sudah setengah berdiri. Sampai akhirnya di belokan Gladhag, aku berteriak ke sopir itu, “Udah, Mas…Udah…BERHENTI!!! Saya turun Gladhag. Dah, STOP…STOP…!!!” sempat takut juga, kalau-kalau sopir itu gak mau menghentikan laju mesin angkotnya. Tapi akhirnya, angkot berhenti dan aku turun dengan sedikit meloncat, karena angkot itu belum berhenti 100%. Pyuuuuuhhh…leganya! Keringat dingin masih membasahi dahiku. Hujan syukur menderas dalam hatiku. Ya Rabb, aku masih hidup! Aku masih terbayang-bayang dengan kejadian “ugal-ugalan” tadi.
Ada angkot 01 lain yang lewat. Aku menyetopnya kemudian naik. Ada seorang ibu yang kemudian mencecarku dengan beberapa pertanyaan.
“Mbak tadi naik angkot itu ya?”, sambil menunjuk angkot yang kunaiki tadi yang sekarang melaju di depan angkot kedua yang kunaiki.
“Iya, Bu. Kayaknya sopirnya habis mabuk. Tadi hampir aja nabrak becak dan mobil, Bu!”, jawabku, masih mencoba menenangkan diri. Obrolan berlanjut masih seputar sopir yang ugal-ugalan tadi.
Waktu lewat Jalan Urip Sumohardjo, tepatnya pas depan warung tenda BEBEK BAKAR PRESTO, aku jadi kangen dengan lelaki kedua yang sangat mencintaiku, Mas Dhody. Biasanya sepulang ngajar dari GO dia selalu menjemputku dengan Vega Merah kesayangannya. Tapi sekarang aku harus benar-benar mandiri dan survive kalau harus pulang agak malam. Kangen dinner bareng di tempat itu. Kangen sama bebek bakarnya juga.
Alhamdulillah, dengan selamat dan sehat wal’afiat akhirnya aku sampai juga di Zona Inspirasiku. Rehat sejenak, kemudian menyantap wedang ronde dan nasi uduk. Masih terbayang kejadian yang bikin aku histeria sepanjang Slamet Riyadhi. Sekarang harus lebih waspada dan hati-hati kalau mau naik angkot. Perhatikan sopirnya, penumpangnya, dll. Ya Rabbi, terima kasih atas penjagaan dan perlindungan-Mu pada diri ini. Terima kasih, Ya Rabb…
Aku jadi ingat SMS Motivasi yang tadi pagi aku kirimkan ke beberapa orang sahabatku,
“Berpikir jernih, hal yang seharusnya kita lakukan ketika dihadapkan pada sesuatu. Berpikir jernih akan membuat kita mengambil sikap yang lebih bijak. Bukan karena emosi, bukan karena arti, bukan karena pengalaman. Tapi layaknya mendengar dengan hati nurani, melihat apa yang terjadi. Karena ada yang mengatakan, bahwa orang bijak bukanlah orang yang mengambil pandangan dari ilmu pengetahuan yang sudah didapat atau pengalaman yang sudah dilalui. Tapi kemampuan untuk menggunakan bashirah (suara hati).”
[Keisya Avicenna, 31 Maret 2011…”MENULIS UNTUK MENDOKUMENTASIKAN HIDUP”. Tatkala kemewahan pagi masih menyapaku di penghujung Maret. Nasihat seorang kakak: “JIKA KAMU PUNYA ALLAH SWT, MAKA KAMU PUNYA SEGALANYA!”. Maka dengan tegas aku katakan, “CUKUP BAGIKU ALLAH SWT!”]