by Gerakan Pena Nusantara Purwodadi on Monday, October 15, 2012 at 4:41am ·
Aku duduk disampingnya, ketika seorang teman yang tinggi besar, hitam kulitnya sedang asyik berceloteh dengan memegang mic di tangan kirinya. Dia menceritakan segala sesuatu yang ada di fikirannya, orang – orang di depanku terkesiap, tak pula denganku yang berada tepat di samping kirinya. Tak hentinya aku memandang wajahnya yang baru saja ku kenal, dia memang temanku yang baru aku kenal, baru dua kali ini kita bertemu.
Celotehnya begitu tertata, tidak seperti celoteh burung, atau celoteh orang – orang dipasar. Sedikit joke membumbui, namun kembali celoteh itu penuh makna. Sampailah temanku berkata tentang bagaimana menjadi hebat. Dia mendendangkan sebuah cerita yang dia alami sendiri, dia adalah seorang pendaki gunung.
“Bagi saya, saya bisa meraih suatu kepuasan tiada tara ketika bisa menginjakkan kaki ini kepada dataran paling tinggi pada suatu gunung, saya merasa menjadi orang paling hebat ketika di puncak itu,” dia mulai bercerita tentang pengalamannya mendaki.
“Tapi ternyata membawa seseorang untuk bisa sampai ke puncak itu lebih mempunyai rasa tersendiri dari pada hanya membawa diri ini kepuncak sendirian,” disambungnya cerita yang baru dia tuturkan.
“Saya pernah naik gunung tertinggi di pulau Jawa, ketika itu ada teman saya, seorang perempuan tidak kuat melajutkan sampai ke puncak.”
“Saya tidak kuat lagi,” kata temen perempuan saya ketika itu, dia mencoba mejelaskan keadaan waktu itu.
Orang – orang yang hadir dalam ruangan tersebut seperti tersihir oleh cerita dari dia. Ketika kami mendengar pengalaman yang terucap dari mulutnya, seolah di fikiran kami berjalan sebuah film yang berisi tentang cerita tersebut. Kembali terdengar suaranya menyambung cerita yang sempat terhenti, untuk sekedar mencuri nafas.
“Namun saya tidak putus asa, akhirnya saya mengikat tangan teman perempuan itu dengan sarung, lalu saya bimbing untuk bisa mencapai puncak, terasa berat memang awalnya, namun setelah sampai bersama di puncak gunung, betapa campur aduk perasaan ini. Sungguh sesuatu yang tidak terkira ketika bisa membantu orang lain untuk bersama – sama menuju puncak,” jelasnya dengan mata yang berbinar – binar, seolah mengajak kami untuk merasakan apa yang dia rasakan.
Walaupun hanya beberapa penggal ucapan yang terekam, namun aku sangat menikmati kata demi kata yang dia ucapkan, sungguh tepat bisa memberikan penggambaran hingga dapat dicerna dengan mudah oleh orang lain. Ternyata benar, sangat hebat bagi orang yang bisa mempunyai andil untuk bisa menghebatkan orang lain, bukan hanya dirinya sendiri. Jadi bagaimanapun juga kita jangan hanya menjadi orang yang egois.
Sangatlah mudah bagi seseorang untuk menjadi orang sukses atau berhasil, namun dia belum dikatakan seorang hebat bila belum bisa membawa seseorang, sekelompok atau sekumpulan orang untuk ikut bersama merasakan keberhasilan yang telah dirasakannya. Bagi orang yang peka, maka ada perasaan tersendiri ketika bisa membuat seseorang berada di”puncak” kehidupannya, meski tidak dibayar dengan materi.
Yuk, kita berusaha menjadi penghebat bagi orang – orang hebat, hebat sendiri itu tidak dosa, namun akan lebih berdosa jika kehebatan yang kita punyai ini tidak kita ajarkan kepada orang lain yang membutuhkan. Tidak akan hilang semua ilmu yang kita dapat jika kita bagikan, bahkan secara cuma – cuma pun. Kita niatkan semua yang kita lakukan atas ridho Sang Pemberi Ilmu, sehingga apa yang telah kita dapatkan dan hendak kita berikan kepada orang lain mejadi catatan tersendiri bagi riwayat hidup kita.
Mari jadi hebat, dan hebatkan orang hebat.
Purwodadi, 14 Oktober 2012
Ketika Duduk Dalam Lab. Bersama Sang Professor.
Catatan terserak dari pertemuan dengan KUN GEIA.
Celotehnya begitu tertata, tidak seperti celoteh burung, atau celoteh orang – orang dipasar. Sedikit joke membumbui, namun kembali celoteh itu penuh makna. Sampailah temanku berkata tentang bagaimana menjadi hebat. Dia mendendangkan sebuah cerita yang dia alami sendiri, dia adalah seorang pendaki gunung.
“Bagi saya, saya bisa meraih suatu kepuasan tiada tara ketika bisa menginjakkan kaki ini kepada dataran paling tinggi pada suatu gunung, saya merasa menjadi orang paling hebat ketika di puncak itu,” dia mulai bercerita tentang pengalamannya mendaki.
“Tapi ternyata membawa seseorang untuk bisa sampai ke puncak itu lebih mempunyai rasa tersendiri dari pada hanya membawa diri ini kepuncak sendirian,” disambungnya cerita yang baru dia tuturkan.
“Saya pernah naik gunung tertinggi di pulau Jawa, ketika itu ada teman saya, seorang perempuan tidak kuat melajutkan sampai ke puncak.”
“Saya tidak kuat lagi,” kata temen perempuan saya ketika itu, dia mencoba mejelaskan keadaan waktu itu.
Orang – orang yang hadir dalam ruangan tersebut seperti tersihir oleh cerita dari dia. Ketika kami mendengar pengalaman yang terucap dari mulutnya, seolah di fikiran kami berjalan sebuah film yang berisi tentang cerita tersebut. Kembali terdengar suaranya menyambung cerita yang sempat terhenti, untuk sekedar mencuri nafas.
“Namun saya tidak putus asa, akhirnya saya mengikat tangan teman perempuan itu dengan sarung, lalu saya bimbing untuk bisa mencapai puncak, terasa berat memang awalnya, namun setelah sampai bersama di puncak gunung, betapa campur aduk perasaan ini. Sungguh sesuatu yang tidak terkira ketika bisa membantu orang lain untuk bersama – sama menuju puncak,” jelasnya dengan mata yang berbinar – binar, seolah mengajak kami untuk merasakan apa yang dia rasakan.
Walaupun hanya beberapa penggal ucapan yang terekam, namun aku sangat menikmati kata demi kata yang dia ucapkan, sungguh tepat bisa memberikan penggambaran hingga dapat dicerna dengan mudah oleh orang lain. Ternyata benar, sangat hebat bagi orang yang bisa mempunyai andil untuk bisa menghebatkan orang lain, bukan hanya dirinya sendiri. Jadi bagaimanapun juga kita jangan hanya menjadi orang yang egois.
Sangatlah mudah bagi seseorang untuk menjadi orang sukses atau berhasil, namun dia belum dikatakan seorang hebat bila belum bisa membawa seseorang, sekelompok atau sekumpulan orang untuk ikut bersama merasakan keberhasilan yang telah dirasakannya. Bagi orang yang peka, maka ada perasaan tersendiri ketika bisa membuat seseorang berada di”puncak” kehidupannya, meski tidak dibayar dengan materi.
Yuk, kita berusaha menjadi penghebat bagi orang – orang hebat, hebat sendiri itu tidak dosa, namun akan lebih berdosa jika kehebatan yang kita punyai ini tidak kita ajarkan kepada orang lain yang membutuhkan. Tidak akan hilang semua ilmu yang kita dapat jika kita bagikan, bahkan secara cuma – cuma pun. Kita niatkan semua yang kita lakukan atas ridho Sang Pemberi Ilmu, sehingga apa yang telah kita dapatkan dan hendak kita berikan kepada orang lain mejadi catatan tersendiri bagi riwayat hidup kita.
Mari jadi hebat, dan hebatkan orang hebat.
Purwodadi, 14 Oktober 2012
Ketika Duduk Dalam Lab. Bersama Sang Professor.
Catatan terserak dari pertemuan dengan KUN GEIA.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.
Salam,
Keisya Avicenna