Saat sedang asyik membaca sebuah pamflet
yang terpasang di depan ruang kuliahku, seorang muslimah berjilbab lebar berjalan
mendekatiku. Beliau menyapaku. Kami pun bersalaman, berjabat tangan, kemudian
cium pipi kanan dan kiri. Akrab. Muslimah itu koordinator akhwat (korwat)
Syi’ar Kegiatan Islam (SKI) Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta
(UNS). Sebut saja namanya Mbak Titi. Sepucuk kertas berwarna pink ia sodorkan
padaku. “UNDANGAN SPECIAL”, tulisan berhuruf kapital semua sempat terbaca
sekilas olehku.“Wajib hadir ya, Dek!”
ujarnya.“Insya Allah, Mbak,” jawabku.
Mbak Titi pun pamit karena akan ada kuliah lagi.
Mbak Titi, salah satu sosok muslimah
yang sangat menginspirasiku untuk menjadi ‘muslimah yang sesungguhnya’. Beliau
berjilbab rapi. Anggun sekali. Beliau juga aktif di organisasi dakwah.
Prestasinya pun gemilang. Ingin rasanya mengikuti jejak langkah beliau. Beliau
benar-benar menginspirasiku, Masih teringat saat menjadi mahasiswi baru, itulah
masa-masa awal aku mengenakan jilbab. Jilbabku memang belum terlalu lebar, tapi
sudah menutupi dada. Aku pun sudah tidak risih memakai kaos kaki. Hmm, tapi aku
masih memakai celana waktu itu. Maklum, sebelum berjilbab, aku termasuk
muslimah yang sedikit tomboy. Hehe…
Alhamdulillah,
seiring berjalannya waktu dan seringnya bergaul dengan muslimah-muslimah
berjilbab syar’i, penampilanku pun mulai berubah. Aku masih ingat betul tentang
sebuah kejadian yang membuatku malu, tapi menjadikanku tersadar. Waktu itu
Departemen Kemuslimahan SKI FMIPA UNS menggelar seminar kemuslimahan di sebuah
daerah. Aku ditunjuk sebagai moderator. Ustadzah menyampaikan materi tentang
busana syar’i muslimah. Pada sesi tanya jawab, ada seorang peserta yang
bertanya kepada ustadzah, “Ustadzah, apakah
celana termasuk pakaian syar’i untuk muslimah?”. Waduh, jleb banget ini pertanyaannya, mengingat
waktu itu aku mengenakan celana saat memoderatori acara. Malu. Ustadzah pun
memberi jawaban yang sangat bagus, “Celana
itu sering dipakai laki-laki atau perempuan? Celana itu pakaian laki-laki kan?
Pakaian muslimah yang syar’i kan salah satu syaratnya tidak boleh menyerupai
laki-laki. Bisa disimpulkan sendiri ya jawabannya. Dan lagi sekarang ada juga
celana rok yang dirancang khusus untuk muslimah, sehingga tidak ada alasan lagi
untuk tidak berpakaian syar’i”.
Bagai tersambar petir di siang
bolong. Jawaban ustadzah benar-benar membuatku tersinggung. Hehe.. Maksudnya,
tersinggung dalam hal positif. Sejak saat itu, aku bertekad memakai rok terus.
Aku ingin menyempurnakan pakaian muslimah yang aku kenakan. Aku tetap memakai
celana sebagai ‘dalaman’ rok, sehingga aktivitasku pun tetap menyenangkan.
Pakai rok tuh nggak ribet lho!
Oh ya, lanjut kisahku sebelumnya. Aku
buka ”UNDANGAN SPECIAL” berwarna pink yang diberikan Mbak Titi tadi. Wah, dua
pekan lagi akan diadakan Dauroh Muslimah selama dua hari, menginap di kaki
Gunung Lawu. Di undangan itu, kami ditugaskan untuk menghafal QS. Al-Hujurat
ayat 11-13 beserta artinya. Subhanallah…
^_^. Selain itu, di undangan juga terlampir daftar perlengkapan yang harus
kami bawa, mulai dari air mineral 1,5 liter, mantel ponco, sampai tali. Hmm,
bakal seru nih acaranya. Sebagai muslimah, aku sangat suka berpetualang. Banyak
yang bilang, mobilitasku tinggi. Hehe, karena suka mbolang. Sampai-sampai salah satu ustadz di kampus –yang juga
pembina salah satu organisasi di kampus- bilang, “Etika itu tidak bisa diam.” Mungkin karena aku banyak kegiatan dan
aktif di beberapa organisasi kampus.
Aku mempersiapkan kegiatan Dauroh
itu dengan sebaik-baiknya. Meskipun tertatih-tatih, akhirnya aku bisa
menghafalkan QS Al-Hujurat ayat 11-13 beserta artinya yang ditugaskan panitia.
Beberapa perlengkapan pun aku siapkan.
Hari yang ditunggu pun tiba. Acara
Dauroh ini dilaksanakan pada hari Sabtu dan Ahad. Sabtu pagi sekitar jam 06:00,
aku mendatangi seorang panitia (muslimah) yang berslayer biru di lengannya di
sebuah tempat yang sudah disebutkan dalam undangan. Aku ucapkan salam, kami
berjabat tangan serta cium pipi kanan dan kiri seperti kebiasaan kami kala
bertemu. Aku cukup mengenal panitia Dauroh yang membebat lengannya dengan
slayer biru ini. Beliau kakak tingkatku, stafnya Mbak Titi di Departemen
Kemuslimahan SKI FMIPA UNS. Mbak Sonya namanya. Akan tetapi, sikapnya hari itu
sungguh berbeda, karena beliau sebagai panitia dan dituntut untuk bersikap
tegas serta menjaga jarak dengan peserta, termasuk aku.
Setelah saling sapa dengan suasana
yang cukup serius, Mba Sonya menagih tugas hafalanku. Aku pun menyetorkan
hafalan QS. Al-Hujurat ayat 11-13
lengkap dengan artinya. Alhamdulillah, lolos! Mbak Sonya pun memberiku petunjuk
apa yang harus lakukan selanjutnya. Ternyata aku harus naik bus menuju tempat
acara. Tanpa didampingi panitia. Wow, seru nih! Mengunjungi tempat baru untuk
pertama kalinya. Semoga nggak nyasar.
Aku mengikuti petunjuk dari Mbak
Sonya tadi. Hmm, jadi serasa berpetualang ke suatu tempat asing dengan hanya
berbekal peta buta. Seru!!! Alhamdulillah, sampailah aku di lokasi. Ternyata di
lokasi sudah ada beberapa peserta yang sebagian besar aku kenal. Mereka
muslimah-muslimah (akhwat-akhwat) yang aktif di organisasi kampusku juga. Hari
pertama itu kami mendapatkan beberapa materi dan tausiyah dari beberapa
pembicara. Malam itu kami menginap di sebuah villa. Karena berada di kaki
gunung, suasananya begitu dingin. Subhanallah…
Keesokan harinya, kami dibagi
menjadi beberapa kelompok. Kegiatan hari ini diawali dengan olah raga bersama. Alhamdulillah, olah raga ini cukup
menghangatkan tubuh. Setelah sarapan, kami mulai melakukan tracking atau penjelajahan per kelompok. Kami harus mengunjungi 6
(enam) pos panitia. Di setiap pos, kami akan mendapat tugas dan akan diberi petunjuk
jalan selanjutnya jika kami bisa menjalankan tugas di tiap pos dengan baik.
Jarak antar pos cukup jauh, kami hanya dipandu petunjuk dari panitia dan tanda
berupa tali rafia berwarna merah yang diikatkan pada ranting-ranting di
sepanjang jalan yang kami lewati.
Jalur tracking cukup berliku, kami harus melewati sungai kecil, ladang,
dan bukit yang berlokasi di kaki Gunung Lawu. Tiap kelompok harus membuat
yel-yel. Yel-yel tersebut mampu membangkitkan semangat dan menambah kekompakan
kami selama perjalanan. Salah satu hal yang paling berkesan adalah saat
melaksanakan shalat Dhuha di pinggir sungai. Subhanallah, sejuknya… Inilah
pengalaman pertamaku shalat Dhuha di atas batu besar dengan backsound gemericik aliran sungai.
Benar-benar asyik!
Matahari mulai tersenyum terik, tapi
semangat kami terus menanjak naik. Apalagi medan yang kami tempuh juga sangat
menantang. Bisa dibilang, menjelajah hutan. Tak ada yang mengeluh, meskipun
kami semua berjilbab lebar dan mengenakan rok semua. Tak menjadi halangan bagi
kami untuk melakukan penjelajahan. Salah satu medan yang harus kami tempuh
adalah sebuah bukit yang cukup terjal sebelum mencapai pos terakhir di puncak
bukit. Tanpa mengenakan tali pengaman layaknya pendaki profesional, kami harus
merambat naik ke puncak bukit. Berbahaya memang, apalagi kami sambil
menggendong tas di punggung. Sangat menantang! Kami sempat panik waktu ada
sebuah tas dari salah seorang peserta yang tiba-tiba lepas dan meluncur jatuh. Alhamdulillah, untungnya tidak
mencelakai peserta lain.
Kami ‘merambat’ di bukit itu
pelan-pelan. Kami jadikan dahan-dahan, akar pohon serta bebatuan sebagai
pegangan atau tempat berpijak. Bayangkan saja, waktu itu kami semua mengenakan
rok dan kami harus menaiki bukit tanpa menggunakan alat bantu. Amal jama’i atau saling kerja sama
sangat diperlukan dalam menaklukkan tantangan tersebut. Kerja tim menjadi faktor
kesuksesan bagi misi kami untuk sampai ke puncak bukit.
Meski jilbab kami kotor karena menyapu
tanah dan rok kami koyak karena harus bergesekan dengan akar pohon atau
bebatuan saat menaiki terjalnya bukit, akhirnya kami berhasil sampai ke puncak.
Subhanallah, saat di puncak kami
disuguhkan pemandangan indah yang membuat kami tak henti memuji ciptaan-Nya.
Benar-benar kami takjub melihat kumpulan awan yang berbaris rapi, hijaunya
rimbun pepohonan, deretan rumah-rumah penduduk yang tampak begitu kecil, dan
tentunya udara pegunungan yang luar biasa segar.
Dalam
petualangan ini aku bisa mengambil pelajaran bahwa muslimah berjilbab, dengan
memakai rok sekalipun, tetap bisa melakukan aktivitas di tempat yang penuh
tantangan. Oleh karena itu tidak ada lagi alasan yang menghalangi kita untuk memakai jilbab atau
hijab dengan syar’i. Setiap tantangan dalam berhijab, insyaAllah akan mampu
kita hadapi asalkan kita benar-benar komitmen dalam menjalankan perintah-Nya
yang satu ini.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.
Salam,
Keisya Avicenna