Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Jum’at, 15 Agustus 2014
Inilah sore yang berbeda dari biasanya. Ada satu undangan yang sayang untuk dilewatkan. Uhuy, HALAL BIHALAL (Halbi) Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) Semarang sekaligus kopdaran. Bertempat di Resto Nglaras Rasa Jl. MH Thamrin. Tempat itu cukup bersejarah bagi saya. Pengalaman pertama buka bersama keluarga besar suami di Ramadhan tahun lalu. So romantic moment! Dan saya ingin mengecap kembali romantisme dengan orang-orang tercinta, IIDN Semarang, di tempat ini.
Berangkat dari rumah ba’da Ashar, langsung naik angkot oranye yang lewat samping gang rumah. Turun dekat ADA, langsung naik mikrolet. Menikmati suasana sore kota Semarang. Turun di Tugu Muda, dijemput Mas Sis. Lumayan ngirit coz suami kerja di Jl. Pandanaran. Hihi. Dianterin deh sampai lokasi. Sampailah di Nglaras Rasa. Sudah ada Mak Winda cs., Mak Wuri, Mak Aan Diha cs., Mak Fenty cs., Mak Watik, menyusul Mak Dedew, Mbak Taro, Mak Mirma, Mak Uniek, Mbak Qudsi, Mak Rahmi. Dalam moment istimewa itu Mak Aan nitipin sebuah buku keren untuk Denis. Makasih ya, Mak Aan! Muaaah! Hm, akhirnya memutuskan untuk pesen jus alpukat dan menetapkan pilihan pada soto ajah (sambil lirik isi dompet. Hihi)
Pada edisi special sore itu, digelar konferensi pers jejak prestatif Mak Winda dalam mengikuti lomba Tulis Nusantara 2014 (selengkapnya klik tulisan Mak Dedew :http://www.dewirieka.com/2014/08/sharing-winda-oetomo-penulis-piring.html) dan jejak inspiratif lahirnya komik Max Irits ala Mak Rahmi. Semoga bisa menjadi pelecut untuk terus berkarya dan berprestasi. Tapi sayang seribu sayang, saya tidak bisa mengikuti pertemuan hati yang penuh cinta itu sampai selesai. Karena sudah janji sama suami sebelum Maghrib mampir beli Alquran n beli buku di Toga Mas. Ya sudah, sebelum ngacir kabur, foto-foto dulu sama mbak n mbak kece IIDN Semarang.
Inilah hasilnya…
*Baru nyadar kalau sehati dominan biru euy!
Sabtu, 16 Agustus 2014
Pagi yang sangat bersahaja. Pagi ini pun kami mendokumentasikan episode kerja sama buah dari pertalian hati kami dan implementasi sebuah ikrar suci. Dulu sebelum menikah, idelisme saya berkata : “memasak itu bukan hanya tugas seorang istri, tapi aktivitas itu bisa dilakukan bersama-sama”. Maka, terseliplah doa dalam hati saya kala itu, “saya merindukan seorang suami yang bisa masak dan peka dengan urusan dapur (seperti Babe saya)”. Alhamdulillah, Allah kabulkan! Dan pagi itu, Mas Sis asyik motong-motong kangkung (inisiatif sendiri) dan nyiapin bumbunya plus nyiapin bahan telur dadar. Sedangkan saya, ada tugas menyelesaikan rekapan pemesanan buku ODOJ yang harus saya email pagi itu. Setelah selesai, gantian saya yang melanjutkan memasak sampai semuanya siap di atas meja makan, Mas Sis sibuk menyiapkan bahan rapat PROMAS ODOJ yang juga harus diemail ke Mbak Thicko pagi ini. Aktivitas sederhana memang, tapi kita belajar untuk mengerti amanah satu sama lain. Terima kasih, Ya Allah… ^_^
Setelah semuanya siap, jam 06.30 kita berangkat, dengan tujuan mbolang kita hari ini : SOLO. Asyiiik…
Alhamdulillah, bersyukur punya partner mbolang yang seneng kulineran. Tempat paling berkesan saat mampir sarapan itu di soto Mbok Giyem, Boyolali. Mas Sis sudah tahu pasti saya akan pesan menu : soto daging, lemon tea hangat, plus nyemil tahu bakso. hihi. Perhatian sekali, cakep! Kita sama-sama penyuka soto, es dawet atau es degan (ponakan-ponakan kami sampai hafal), plus makanan khas daerah tertentu yang kita singgahi.
Alhamdulillah, bersyukur punya partner mbolang yang siap "nyasar" saat cari alamat tujuan. Hihi. Singkat cerita, sampailah kami di Toko Kue Lezati. Yups, istana cinta Ust. Hatta Syamsuddin dan Bunda Robiah Al-Adawiyah.
Kali pertama masuk istana cinta beliau, kami langsung disuguhi buku-buku yang terpajang rapi di rak. Huaaa, langsung deh. Saat Bunda Vida izin ke belakang, kami asyik mengamati satu per satu buku-buku yang berderet itu. Bisik-bisik sama Mas Sis, kalau nanti boleh pinjem, adik mau pinjem ah… (sambil nunjukin buku yang bakal jadi target sasaran). Mas Sis ngangguk, berencana pinjam buku juga ternyata. Hihi.
Eh, ada dik Farwah. Putra ketiganya Bunda Vida. Dia sempat bilang ke Umminya kalau Mas Sis mirip pakdhenya dan dia jadi kangen sama pakdhenya. Ah, so romantic little boy!
Obrolan yang hangat dengan Bunda Vida, Ustadz Hatta tidak bisa membersamai karena ada agenda rapat. Tema besar diskusi kita siang ini adalah pembentukan “Sekolah Pra Nikah” dan “Kajian Parenting”. Ya, ada sebuah impian dan ‘amanah’ yang harus segera kami realisasikan khususnya di kota Semarang. Dan Mas Sis saya tunjuk untuk mengawali maksud dan tujuan kami silaturahim siang itu. Hihi. Ya, silaturahim ke istana cinta Bunda Vida dan Ustadz Hatta ini menjadi salah satu bagian dari realisasi “action plan” atas impian yang tengah kami perjuangkan di kota Semarang.
Oh ya, Bunda Vida adalah perintis Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) Benih. Salah dua program unggulan komunitas ini adalah SPN (Sekolah Pra Nikah) dan SIMAK (Sekolah Ibu Mengasuh Anak). Saya dulu pernah ikut SPN selama 2x pertemuan. Pertemuan pertama tanggal 27 Agustus 2012 dengan pemateri Bunda Vida. Kita membahas materi “Lajang Produktif” (Persiapan to be WIFE). Pertemuan kedua di bulan September dengan pemateri Ust. Hatta, membahas fiqh munakahat dan visi-misi pernikahan. Waktu itu saya ingat banget, disuruh baca visi misi pernikahan saya di kelas. Hihi. Dan semua peserta SPN mengaamiinkan. Abiz itu saya vakum, nggak lulus Sekolah Pra Nikah. Gara-gara keburu praktek. Akhir September dapat biodata ikhwan, 7 Oktober ta’aruf, 28 Oktober khitbah keluarga, 10-11-12 menikah. Akselerasi ceritanya!
Uhuy, pengin kenal lebih dekat dengan KPPA Benih? Bisa berkunjung kemari…
http://kppabenih.blogspot.com/
Mungkin apa yang saya dapatkan dalam pertemuan istimewa siang itu tidak semua saya tuliskan. Tapi saya sangat terkesan ketika Bunda Vida menyampaikan, bahwa persiapan pra nikah itu sangat penting. Menikah dan menjalani kehidupan rumah tangga itu tidak bisa semuanya “learning by doing”. Harus ada polanya, harus didasari dengan ilmu, melakukan sesuatu yang didasari dengan kepahaman. Nah, itu dia yang benar-benar dibutuhkan! Apalagi sekarang kita hidup di zaman yang semakin canggih. Kita hidup di era digital dengan keragaman majemuk dalam kehidupan masyarakat kita. Tantangan dakwah pun semakin keren. Lalu, apa menikah itu hanya sekedar menyatukan dua hati? Justru menikah itu bagian dari dakwah, dengan menikah para pelaku dakwah itu semakin kuat karena ada keterikatan “saling” di sana. Suami dan istri bisa saling membantu, saling menyemangati, saling menguatkan, saling menanggung beban, dst. Pun ketika menikah, harusnya menjadikan pribadi kita semakin produktif. Dan itu semuanya harus benar-benar dipersiapkan sebelum menikah.
Mungkin kalau pernah ikut kajian pra nikahnya Bunda Vida, pasti akan ada satu pertanyaan terlontar. “Kamu nanti setelah menikah mau jadi ibu rumah tangga atau bekerja di ranah publik?” Nah, itu semua bagian dari pilihan yang penuh dengan konsekuensi.
Bunda Vida sangat idealis dalam menentukan kriteria pendamping hidup. Salah satunya, bukan ikhwan Solo. Karena ada hal prinsipil yang ada pada “idealisme” beliau itu. Hihi (keren deh denger ceritanya). Alhamdulillah, idealisme Bunda Vida, Allah SWT perkenankan menjadi nyata. Bunda Vida tidak menikah dengan ikhwan UNS. Dalam hal ini, hampir mirip dengan prinsip saya. Saya nggak mau suami saya orang yang sudah saya kenal sebelumnya (termasuk “bukan orang UNS”). Hihi. Dapatlah Mas Sis, sosok yang semula asing dalam kamus hidup saya.
Ada cerita menarik yang berhasil saya rekam juga dari Bunda Vida, saat awal menikah beliau langsung “LDR-an” dengan Ustadz Hatta, Indonesia-Sudan euy! Waktu itu Ust Hatta “sedikit membatasi” ruang gerak istrinya, terutama terkait mengisi kajian dengan peserta ada ikhwannya selama Ust Hatta di Sudan. Bunda Vida merasa inilah bagian dari “TAAT”. Sampai akhirnya, Bunda Vida merasa, Ust. Hatta benar-benar membuka seluas-luasnya ruang aktualisasi di ranah publik setelah melahirkan anak ketiga. Karena Ust Hatta sudah beranggapan, Bunda Vida telah lulus dalam mata kuliah “TAAT” itu. Hihi. Kereeen! Hm, taat itu bagian dari belajar ikhlas, lho! Kata Ust. Hatta, suksesnya sebuah rumah tangga itu sangat ditentukan oleh dua hal : KESABARAN SEORANG SUAMI dan KETAATAN SEORANG ISTRI.
Ya, ketaatan merupakan poin terberat dalam mengarungi biduk rumah tangga. Ketaatan akan membawa keberkahan jika disadari dan dilakukan atas dasar kepahaman, kepercayaan pada pasangan, dan keikhlasan. Sebaiknya, ketaatan hanya menjadi bara dalam sekam, sandiwara, dan omong kosong saat ia dipaksakan, tanpa kesadaran, dan hanya karena “takut” pada suami. Ketaatan yang hanya bersumber pada “ketakutan”, hanya akan melahirkan rasa tertekan dan minder.
Ikhlas menaati suami sebagai seorang pemimpin rumah tangga bukanlah sebuah persoalan mudah. Namun sebenarnya, naluri taat itu dikaruniakan oleh Allah SWT pada seorang istri saat ia yakin bahwa pasangan hidupnya akan menjadi pangeran kunci surganya kelak. Dan sungguh, ketaatan seorang istri dan kesabaran seorang suami hanya bisa dihidupkan oleh hati yang dipenuhi CAHAYA IMAN. Bukan begitu?
Ada lagi bahasan menarik. Saat percakapan ini berlangsung saya langsung ingat 20 lembar biodata/ proposal nikahnya Mas Sis dan 11 lembar biodata “For The A.M.A.N.A.H of My Life” saya itu. Saya ingat, Mas Sis menulis secara lengkap impiannya pasca menikah secara detail, impian yang ingin dan akan diwujudkan bersama istrinya kelak (dan yang beruntung itu : saya! Wkwkwk). Dan satu yang pasti, di 11 lembar itu tertulis motto hidup saya “IPK” [Inspiratif-Prestatif-Kontributif] dan Mas Sis di antara 20 lembarnya itu tertulis impian ingin mendirikan istana IPK [Inovatif-Produktif-Kontributif]. Maka, hati saya dulu langsung “klik” sama pemilik biodata 20 lembar itu dan petunjuk dari Allah SWT itu bernama “IPK”. Ya, kita punya kesamaan di huruf K dengan kata “Kontributif” di sana. Saya sangat bersyukur saat ta’aruf 7 Oktober 2012 silam, saya sampaikan keinginan-keinginan serta impian-impian saya pasca menikah. Alhamdulillah, Mas Sis selalu memberi ruang untuk mengembangkan potensi dalam diri saya sampai saat ini dan semoga seterusnya. Demikian halnya yang dilakukan oleh Ust. Hatta kepada Bunda Vida. Apalagi jika sejak awal menikah, ada komitmen bahwa dakwah, melayani masyarakat, menyinergikan potensi masing-masing adalah spirit yang mewarnai pernak-pernik kehidupan berumah tangga. Saya selalu suka saat Mas Sis menasehati saya tentang banyak hal, termasuk ketika saya bertanya, “…ada yang ‘tanya tarif’ ngundang adik nih…”. Mas Sis selalu bilang, “… jadikan “amanah” itu sebagai sarana kontribusi adik dalam dakwah (ingat “KONTRIBUTIF”!), sarana pemberat timbangan amal adik di akhirat kelak,” kata Mas Sis. So, jangan pernah tanya ‘berapa tarif ngundang SUPERTWIN’ ya! Hihi. Kami bisa datang memenuhi undangan, diajak kulineran, apalagi bonus jalan-jalan itu sudah cukup membuat kami jingkrak-jingkrak kegirangan. Wkwkwk *nglunjak.
Oke, mengenai pembahasan di atas, saya kutipkan apa yang Bunda Vida tuliskan dalam buku beliau, “BUKAN SEPASANG MALAIKAT”. Simak, yuk! Dan ambil ibrohnya…
Catatan untuk para suami dan calon suami : yuk, berikan kepercayaan dan ruang untuk para istri. Dukunglah dan minimal tanyakan apa yang masih ingin mereka raih dalam kehidupan ini. Berilah kepercayaan dan yakinlah bahwa istri Anda mampu tetap melakukan kewajibannya sebagai istri dan ibu saat jiwa dan pikirannya pun Anda berikan hak untuk meluaskan wawasan dan berkarya! (Alhamdulillah, saya pun sering menanyakan impian dan cita-cita suami, begitupun sebaliknya!)
Bunda Vida sempat bilang, semoga semakin banyak lagi pasangan yang bisa bersinergi seperti Nungma dan masnya (hihi). Sukses itu berpasangan! Sukses itu bersama-sama. Banyak kasus, konflik rumah tangga dipicu karena penghasilan istri yang jauh lebih tinggi dibanding suami. Istri yang “melejit”, suami yang “melempem”. Atau sebaliknya, istri merasa dieksploitasi dalam rumahnya sendiri (karena jenuh dengan rutinitas pekerjaan rumah) sedangkan sang suami sangat cuek. So, jadilah pasangan yang selalu “MOVE ON!”(nasihat Bunda Vida). Istri yang tegar itu di belakangnya ada suami yang care. Suami yang sukses itu di belakangnya ada istri yang taat. Ah, saya masih berjuang dan akan terus berjuang!
Bunda Vida pun berkisah sedikit tentang pengalamannya menyeleksi ART (Asisten Rumah Tangga) dan berinteraksi sehat dengan mereka serta pola asuh pada kelima buah hatinya. Lima anak itu berarti lima cara berkomunikasi, lima cara berinteraksi, dst… Hmm, kereeen! Ternyata masih banyak “PR” yang harus saya selesaikan dan persiapkan. Dan saya makin haus akan ilmu dan sharing pengalaman.
Menikah memang sebuah jejaring sosial yang penuh berkah jika kita mau memasukinya dengan tulus. Sebelum menikah, kita dan pasangan telah memiliki lingkungan sosial, lingkungan pekerjaan, relasi, dan sahabat, dan juga kerabat. Setelah menikah, semua itu menjadi sebuah jaringan yang semakin luas dan mempererat silaturahim. Begitulah sepertinya yang saya rasakan, dulu sebelum saya menikah saya masih “bebas” bisa mbolang kemana-mana asalkan mengantongi izin dari orang tua. Setelah menikah, segala aktivitas saya harus atas izin dan ACC suami. Setelah menikah pun, saya menyandang status “tante” dengan 20an ponakan. Wah… Tapi yang pasti, menikah adalah jalan halal bagi hubungan laki-laki dan perempuan. Menikah juga menjadi harapan untuk menyambung generasi, melahirkan anak-anak sebagai investasi akhirat. Dan kini, saya dan suami masih terus berjuang untuk mewujudkan program “investasi generasi” itu dan bagi saya ini menjadi bagian dari “pembuktian tawakal” atas jargon hidup yang sangat saya suka, “Allah SWT pasti akan menjawab semuanya dengan sangat indah pada saat yang TEPAT dan TERBAIK” karena saya NORMA (5 huruf : TEPAT) dan suami saya SISWADI (7 huruf : TERBAIK). Mari saling memotivasi dan berserah pada Allah SWT sampai pada sebuah keyakinan bahwa Allah Maha Tahu amanah yang diberikan pada kita tepat pada waktunya. Sekali lagi, Allah SWT tidak akan memberikan keputusan-Nya yang nomor dua, keputusan-Nya pastilah yang nomor satu dan itu pasti yang TEPAT dan TERBAIK!
Terima kasih buat Bunda Vida atas semua yang telah Bunda sharingkan, termasuk camilan khas India-Pakistan yang Bunda suguhkan bagi dua “musafir cinta” siang itu. Hihi. Mak nyuuuz banget, Bund! Juga atas pinjaman buku “Financial Revolution”-nya TDW (buat Mas Sis) dan buku lama terbitan Mizan “Permata Rumah Kita” yang bisa menjadi bagian dari inspirasi atas judul buku yang telah kami rancang sebelumnya, “Permata Hati Ibunda”. Semoga lancar dan bisa launching saat Hari Ibu Desember 2014 nanti. Aamiin Ya Rabb…
Pada kesempatan mbolang itu, kami berdua sempat silaturahim ke rumah Mas Andika (sosok berpengaruh dalam sejarah kehidupan saya dan Mas Sis) serta nengokin Defi (adik ipar Mas Andika, teman saya di MIPA) yang baru saja melahirkan dedek Caca shalihah. Senang dan bahagiaaa banget! Mungkin rasa semangat yang semakin membara dalam dada adalah bagian dari berkah silaturahim kita hari ini. DNA! Dream ‘N Action!
Jam 17.00, perjalanan balik ke Semarang pun dimulai. Perjalanan pulang yang so awesome. Sering ketemu orang-orang bawa carier n perkap muncak. Ah, moment keren jelang 17 Agustus.
[Keisya Avicenna, 18 Agustus 2014]
Jum’at, 15 Agustus 2014
Inilah sore yang berbeda dari biasanya. Ada satu undangan yang sayang untuk dilewatkan. Uhuy, HALAL BIHALAL (Halbi) Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) Semarang sekaligus kopdaran. Bertempat di Resto Nglaras Rasa Jl. MH Thamrin. Tempat itu cukup bersejarah bagi saya. Pengalaman pertama buka bersama keluarga besar suami di Ramadhan tahun lalu. So romantic moment! Dan saya ingin mengecap kembali romantisme dengan orang-orang tercinta, IIDN Semarang, di tempat ini.
Berangkat dari rumah ba’da Ashar, langsung naik angkot oranye yang lewat samping gang rumah. Turun dekat ADA, langsung naik mikrolet. Menikmati suasana sore kota Semarang. Turun di Tugu Muda, dijemput Mas Sis. Lumayan ngirit coz suami kerja di Jl. Pandanaran. Hihi. Dianterin deh sampai lokasi. Sampailah di Nglaras Rasa. Sudah ada Mak Winda cs., Mak Wuri, Mak Aan Diha cs., Mak Fenty cs., Mak Watik, menyusul Mak Dedew, Mbak Taro, Mak Mirma, Mak Uniek, Mbak Qudsi, Mak Rahmi. Dalam moment istimewa itu Mak Aan nitipin sebuah buku keren untuk Denis. Makasih ya, Mak Aan! Muaaah! Hm, akhirnya memutuskan untuk pesen jus alpukat dan menetapkan pilihan pada soto ajah (sambil lirik isi dompet. Hihi)
Pada edisi special sore itu, digelar konferensi pers jejak prestatif Mak Winda dalam mengikuti lomba Tulis Nusantara 2014 (selengkapnya klik tulisan Mak Dedew :http://www.dewirieka.com/2014/08/sharing-winda-oetomo-penulis-piring.html) dan jejak inspiratif lahirnya komik Max Irits ala Mak Rahmi. Semoga bisa menjadi pelecut untuk terus berkarya dan berprestasi. Tapi sayang seribu sayang, saya tidak bisa mengikuti pertemuan hati yang penuh cinta itu sampai selesai. Karena sudah janji sama suami sebelum Maghrib mampir beli Alquran n beli buku di Toga Mas. Ya sudah, sebelum ngacir kabur, foto-foto dulu sama mbak n mbak kece IIDN Semarang.
Inilah hasilnya…
*Baru nyadar kalau sehati dominan biru euy!
Sabtu, 16 Agustus 2014
Betapa bersyukurnya seorang perempuan yg berkesempatan menempati ruang hati laki-laki yang serupa itu... Hati yang terus mendekapmu dengan hangat. Hati yang selalu menyimpan setiap irama detak jantungmu. Hati yang selalu ada selaras dengan helaan nafasmu. Hati seorang laki-laki yang selalu menjaga hatimu dan memenuhinya dengan segenap cinta yang dia punya serta doa yang tulus kepada-Nya.
#HatikuHatimu
Pagi yang sangat bersahaja. Pagi ini pun kami mendokumentasikan episode kerja sama buah dari pertalian hati kami dan implementasi sebuah ikrar suci. Dulu sebelum menikah, idelisme saya berkata : “memasak itu bukan hanya tugas seorang istri, tapi aktivitas itu bisa dilakukan bersama-sama”. Maka, terseliplah doa dalam hati saya kala itu, “saya merindukan seorang suami yang bisa masak dan peka dengan urusan dapur (seperti Babe saya)”. Alhamdulillah, Allah kabulkan! Dan pagi itu, Mas Sis asyik motong-motong kangkung (inisiatif sendiri) dan nyiapin bumbunya plus nyiapin bahan telur dadar. Sedangkan saya, ada tugas menyelesaikan rekapan pemesanan buku ODOJ yang harus saya email pagi itu. Setelah selesai, gantian saya yang melanjutkan memasak sampai semuanya siap di atas meja makan, Mas Sis sibuk menyiapkan bahan rapat PROMAS ODOJ yang juga harus diemail ke Mbak Thicko pagi ini. Aktivitas sederhana memang, tapi kita belajar untuk mengerti amanah satu sama lain. Terima kasih, Ya Allah… ^_^
Setelah semuanya siap, jam 06.30 kita berangkat, dengan tujuan mbolang kita hari ini : SOLO. Asyiiik…
Alhamdulillah, bersyukur punya partner mbolang yang seneng kulineran. Tempat paling berkesan saat mampir sarapan itu di soto Mbok Giyem, Boyolali. Mas Sis sudah tahu pasti saya akan pesan menu : soto daging, lemon tea hangat, plus nyemil tahu bakso. hihi. Perhatian sekali, cakep! Kita sama-sama penyuka soto, es dawet atau es degan (ponakan-ponakan kami sampai hafal), plus makanan khas daerah tertentu yang kita singgahi.
Alhamdulillah, bersyukur punya partner mbolang yang siap "nyasar" saat cari alamat tujuan. Hihi. Singkat cerita, sampailah kami di Toko Kue Lezati. Yups, istana cinta Ust. Hatta Syamsuddin dan Bunda Robiah Al-Adawiyah.
Kali pertama masuk istana cinta beliau, kami langsung disuguhi buku-buku yang terpajang rapi di rak. Huaaa, langsung deh. Saat Bunda Vida izin ke belakang, kami asyik mengamati satu per satu buku-buku yang berderet itu. Bisik-bisik sama Mas Sis, kalau nanti boleh pinjem, adik mau pinjem ah… (sambil nunjukin buku yang bakal jadi target sasaran). Mas Sis ngangguk, berencana pinjam buku juga ternyata. Hihi.
Eh, ada dik Farwah. Putra ketiganya Bunda Vida. Dia sempat bilang ke Umminya kalau Mas Sis mirip pakdhenya dan dia jadi kangen sama pakdhenya. Ah, so romantic little boy!
Obrolan yang hangat dengan Bunda Vida, Ustadz Hatta tidak bisa membersamai karena ada agenda rapat. Tema besar diskusi kita siang ini adalah pembentukan “Sekolah Pra Nikah” dan “Kajian Parenting”. Ya, ada sebuah impian dan ‘amanah’ yang harus segera kami realisasikan khususnya di kota Semarang. Dan Mas Sis saya tunjuk untuk mengawali maksud dan tujuan kami silaturahim siang itu. Hihi. Ya, silaturahim ke istana cinta Bunda Vida dan Ustadz Hatta ini menjadi salah satu bagian dari realisasi “action plan” atas impian yang tengah kami perjuangkan di kota Semarang.
Oh ya, Bunda Vida adalah perintis Komunitas Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) Benih. Salah dua program unggulan komunitas ini adalah SPN (Sekolah Pra Nikah) dan SIMAK (Sekolah Ibu Mengasuh Anak). Saya dulu pernah ikut SPN selama 2x pertemuan. Pertemuan pertama tanggal 27 Agustus 2012 dengan pemateri Bunda Vida. Kita membahas materi “Lajang Produktif” (Persiapan to be WIFE). Pertemuan kedua di bulan September dengan pemateri Ust. Hatta, membahas fiqh munakahat dan visi-misi pernikahan. Waktu itu saya ingat banget, disuruh baca visi misi pernikahan saya di kelas. Hihi. Dan semua peserta SPN mengaamiinkan. Abiz itu saya vakum, nggak lulus Sekolah Pra Nikah. Gara-gara keburu praktek. Akhir September dapat biodata ikhwan, 7 Oktober ta’aruf, 28 Oktober khitbah keluarga, 10-11-12 menikah. Akselerasi ceritanya!
Uhuy, pengin kenal lebih dekat dengan KPPA Benih? Bisa berkunjung kemari…
http://kppabenih.blogspot.com/
Mungkin apa yang saya dapatkan dalam pertemuan istimewa siang itu tidak semua saya tuliskan. Tapi saya sangat terkesan ketika Bunda Vida menyampaikan, bahwa persiapan pra nikah itu sangat penting. Menikah dan menjalani kehidupan rumah tangga itu tidak bisa semuanya “learning by doing”. Harus ada polanya, harus didasari dengan ilmu, melakukan sesuatu yang didasari dengan kepahaman. Nah, itu dia yang benar-benar dibutuhkan! Apalagi sekarang kita hidup di zaman yang semakin canggih. Kita hidup di era digital dengan keragaman majemuk dalam kehidupan masyarakat kita. Tantangan dakwah pun semakin keren. Lalu, apa menikah itu hanya sekedar menyatukan dua hati? Justru menikah itu bagian dari dakwah, dengan menikah para pelaku dakwah itu semakin kuat karena ada keterikatan “saling” di sana. Suami dan istri bisa saling membantu, saling menyemangati, saling menguatkan, saling menanggung beban, dst. Pun ketika menikah, harusnya menjadikan pribadi kita semakin produktif. Dan itu semuanya harus benar-benar dipersiapkan sebelum menikah.
Mungkin kalau pernah ikut kajian pra nikahnya Bunda Vida, pasti akan ada satu pertanyaan terlontar. “Kamu nanti setelah menikah mau jadi ibu rumah tangga atau bekerja di ranah publik?” Nah, itu semua bagian dari pilihan yang penuh dengan konsekuensi.
Bunda Vida sangat idealis dalam menentukan kriteria pendamping hidup. Salah satunya, bukan ikhwan Solo. Karena ada hal prinsipil yang ada pada “idealisme” beliau itu. Hihi (keren deh denger ceritanya). Alhamdulillah, idealisme Bunda Vida, Allah SWT perkenankan menjadi nyata. Bunda Vida tidak menikah dengan ikhwan UNS. Dalam hal ini, hampir mirip dengan prinsip saya. Saya nggak mau suami saya orang yang sudah saya kenal sebelumnya (termasuk “bukan orang UNS”). Hihi. Dapatlah Mas Sis, sosok yang semula asing dalam kamus hidup saya.
Ada cerita menarik yang berhasil saya rekam juga dari Bunda Vida, saat awal menikah beliau langsung “LDR-an” dengan Ustadz Hatta, Indonesia-Sudan euy! Waktu itu Ust Hatta “sedikit membatasi” ruang gerak istrinya, terutama terkait mengisi kajian dengan peserta ada ikhwannya selama Ust Hatta di Sudan. Bunda Vida merasa inilah bagian dari “TAAT”. Sampai akhirnya, Bunda Vida merasa, Ust. Hatta benar-benar membuka seluas-luasnya ruang aktualisasi di ranah publik setelah melahirkan anak ketiga. Karena Ust Hatta sudah beranggapan, Bunda Vida telah lulus dalam mata kuliah “TAAT” itu. Hihi. Kereeen! Hm, taat itu bagian dari belajar ikhlas, lho! Kata Ust. Hatta, suksesnya sebuah rumah tangga itu sangat ditentukan oleh dua hal : KESABARAN SEORANG SUAMI dan KETAATAN SEORANG ISTRI.
Ya, ketaatan merupakan poin terberat dalam mengarungi biduk rumah tangga. Ketaatan akan membawa keberkahan jika disadari dan dilakukan atas dasar kepahaman, kepercayaan pada pasangan, dan keikhlasan. Sebaiknya, ketaatan hanya menjadi bara dalam sekam, sandiwara, dan omong kosong saat ia dipaksakan, tanpa kesadaran, dan hanya karena “takut” pada suami. Ketaatan yang hanya bersumber pada “ketakutan”, hanya akan melahirkan rasa tertekan dan minder.
Ikhlas menaati suami sebagai seorang pemimpin rumah tangga bukanlah sebuah persoalan mudah. Namun sebenarnya, naluri taat itu dikaruniakan oleh Allah SWT pada seorang istri saat ia yakin bahwa pasangan hidupnya akan menjadi pangeran kunci surganya kelak. Dan sungguh, ketaatan seorang istri dan kesabaran seorang suami hanya bisa dihidupkan oleh hati yang dipenuhi CAHAYA IMAN. Bukan begitu?
Ada lagi bahasan menarik. Saat percakapan ini berlangsung saya langsung ingat 20 lembar biodata/ proposal nikahnya Mas Sis dan 11 lembar biodata “For The A.M.A.N.A.H of My Life” saya itu. Saya ingat, Mas Sis menulis secara lengkap impiannya pasca menikah secara detail, impian yang ingin dan akan diwujudkan bersama istrinya kelak (dan yang beruntung itu : saya! Wkwkwk). Dan satu yang pasti, di 11 lembar itu tertulis motto hidup saya “IPK” [Inspiratif-Prestatif-Kontributif] dan Mas Sis di antara 20 lembarnya itu tertulis impian ingin mendirikan istana IPK [Inovatif-Produktif-Kontributif]. Maka, hati saya dulu langsung “klik” sama pemilik biodata 20 lembar itu dan petunjuk dari Allah SWT itu bernama “IPK”. Ya, kita punya kesamaan di huruf K dengan kata “Kontributif” di sana. Saya sangat bersyukur saat ta’aruf 7 Oktober 2012 silam, saya sampaikan keinginan-keinginan serta impian-impian saya pasca menikah. Alhamdulillah, Mas Sis selalu memberi ruang untuk mengembangkan potensi dalam diri saya sampai saat ini dan semoga seterusnya. Demikian halnya yang dilakukan oleh Ust. Hatta kepada Bunda Vida. Apalagi jika sejak awal menikah, ada komitmen bahwa dakwah, melayani masyarakat, menyinergikan potensi masing-masing adalah spirit yang mewarnai pernak-pernik kehidupan berumah tangga. Saya selalu suka saat Mas Sis menasehati saya tentang banyak hal, termasuk ketika saya bertanya, “…ada yang ‘tanya tarif’ ngundang adik nih…”. Mas Sis selalu bilang, “… jadikan “amanah” itu sebagai sarana kontribusi adik dalam dakwah (ingat “KONTRIBUTIF”!), sarana pemberat timbangan amal adik di akhirat kelak,” kata Mas Sis. So, jangan pernah tanya ‘berapa tarif ngundang SUPERTWIN’ ya! Hihi. Kami bisa datang memenuhi undangan, diajak kulineran, apalagi bonus jalan-jalan itu sudah cukup membuat kami jingkrak-jingkrak kegirangan. Wkwkwk *nglunjak.
Oke, mengenai pembahasan di atas, saya kutipkan apa yang Bunda Vida tuliskan dalam buku beliau, “BUKAN SEPASANG MALAIKAT”. Simak, yuk! Dan ambil ibrohnya…
“…Saya melihat di sekitar saya, mendengar banyak keluh kesah yang terpendam bernada sesal di kalangan istri bahwa pernikahan memupuskan, bahkan memadamkan segala cita-cita mereka untuk mengembangkan diri. Banyak para suami yang mengatasnamakan ‘ketaatan’ dan rasa egois membiarkan istri-istri mereka terpuruk dalam rutinitas yang menjemukan. Para istri yang jenuh itu mungkin tidak memiliki akses sosial, akses teknologi, akses komunikasi, akses kesehatan yang mestinya bisa sedikit meluaskan wawasan mereka. Padahal ‘rehat sejenak’ justru dapat mengembalikan semangat mereka mengurus rumah tangga, suami,dan anak-anak.
Saya juga melihat akibat tidak ter-upgrade-nya potensi para AKTIVIS DAKWAH perempuan pasca menikah. Beban dakwah ini sering hanya dipikul oleh orang-orang yang sama. Perempuan-perempuan hebat di masa kampus seolah “turun mesin” dan tidak mampu memompa kreativitasnya. Lelah jiwa dan raga serta kejumudan dalam rutinitas, memenjara daya kreatifitas dan daya juang mereka sebagai kader dakwah. Menyedihkan.
Menanyakan harapan pasangan atas pernikahannya dengan kita melahirkan motivasi yang luar biasa. Apalagi memberikan fasilitas dan kesempatan untuk beraktualisasi diri dengan tulus, justru melahirkan kepercayaan dan kemampuan memanage diri.”
Catatan untuk para suami dan calon suami : yuk, berikan kepercayaan dan ruang untuk para istri. Dukunglah dan minimal tanyakan apa yang masih ingin mereka raih dalam kehidupan ini. Berilah kepercayaan dan yakinlah bahwa istri Anda mampu tetap melakukan kewajibannya sebagai istri dan ibu saat jiwa dan pikirannya pun Anda berikan hak untuk meluaskan wawasan dan berkarya! (Alhamdulillah, saya pun sering menanyakan impian dan cita-cita suami, begitupun sebaliknya!)
Bunda Vida sempat bilang, semoga semakin banyak lagi pasangan yang bisa bersinergi seperti Nungma dan masnya (hihi). Sukses itu berpasangan! Sukses itu bersama-sama. Banyak kasus, konflik rumah tangga dipicu karena penghasilan istri yang jauh lebih tinggi dibanding suami. Istri yang “melejit”, suami yang “melempem”. Atau sebaliknya, istri merasa dieksploitasi dalam rumahnya sendiri (karena jenuh dengan rutinitas pekerjaan rumah) sedangkan sang suami sangat cuek. So, jadilah pasangan yang selalu “MOVE ON!”(nasihat Bunda Vida). Istri yang tegar itu di belakangnya ada suami yang care. Suami yang sukses itu di belakangnya ada istri yang taat. Ah, saya masih berjuang dan akan terus berjuang!
Bunda Vida pun berkisah sedikit tentang pengalamannya menyeleksi ART (Asisten Rumah Tangga) dan berinteraksi sehat dengan mereka serta pola asuh pada kelima buah hatinya. Lima anak itu berarti lima cara berkomunikasi, lima cara berinteraksi, dst… Hmm, kereeen! Ternyata masih banyak “PR” yang harus saya selesaikan dan persiapkan. Dan saya makin haus akan ilmu dan sharing pengalaman.
Menikah memang sebuah jejaring sosial yang penuh berkah jika kita mau memasukinya dengan tulus. Sebelum menikah, kita dan pasangan telah memiliki lingkungan sosial, lingkungan pekerjaan, relasi, dan sahabat, dan juga kerabat. Setelah menikah, semua itu menjadi sebuah jaringan yang semakin luas dan mempererat silaturahim. Begitulah sepertinya yang saya rasakan, dulu sebelum saya menikah saya masih “bebas” bisa mbolang kemana-mana asalkan mengantongi izin dari orang tua. Setelah menikah, segala aktivitas saya harus atas izin dan ACC suami. Setelah menikah pun, saya menyandang status “tante” dengan 20an ponakan. Wah… Tapi yang pasti, menikah adalah jalan halal bagi hubungan laki-laki dan perempuan. Menikah juga menjadi harapan untuk menyambung generasi, melahirkan anak-anak sebagai investasi akhirat. Dan kini, saya dan suami masih terus berjuang untuk mewujudkan program “investasi generasi” itu dan bagi saya ini menjadi bagian dari “pembuktian tawakal” atas jargon hidup yang sangat saya suka, “Allah SWT pasti akan menjawab semuanya dengan sangat indah pada saat yang TEPAT dan TERBAIK” karena saya NORMA (5 huruf : TEPAT) dan suami saya SISWADI (7 huruf : TERBAIK). Mari saling memotivasi dan berserah pada Allah SWT sampai pada sebuah keyakinan bahwa Allah Maha Tahu amanah yang diberikan pada kita tepat pada waktunya. Sekali lagi, Allah SWT tidak akan memberikan keputusan-Nya yang nomor dua, keputusan-Nya pastilah yang nomor satu dan itu pasti yang TEPAT dan TERBAIK!
Terima kasih buat Bunda Vida atas semua yang telah Bunda sharingkan, termasuk camilan khas India-Pakistan yang Bunda suguhkan bagi dua “musafir cinta” siang itu. Hihi. Mak nyuuuz banget, Bund! Juga atas pinjaman buku “Financial Revolution”-nya TDW (buat Mas Sis) dan buku lama terbitan Mizan “Permata Rumah Kita” yang bisa menjadi bagian dari inspirasi atas judul buku yang telah kami rancang sebelumnya, “Permata Hati Ibunda”. Semoga lancar dan bisa launching saat Hari Ibu Desember 2014 nanti. Aamiin Ya Rabb…
Pada kesempatan mbolang itu, kami berdua sempat silaturahim ke rumah Mas Andika (sosok berpengaruh dalam sejarah kehidupan saya dan Mas Sis) serta nengokin Defi (adik ipar Mas Andika, teman saya di MIPA) yang baru saja melahirkan dedek Caca shalihah. Senang dan bahagiaaa banget! Mungkin rasa semangat yang semakin membara dalam dada adalah bagian dari berkah silaturahim kita hari ini. DNA! Dream ‘N Action!
Jam 17.00, perjalanan balik ke Semarang pun dimulai. Perjalanan pulang yang so awesome. Sering ketemu orang-orang bawa carier n perkap muncak. Ah, moment keren jelang 17 Agustus.
Perjalanan hati itu...
Saat kita bergandengan tangan lebih lama.
Saat hati kita belajar lebih banyak.
Saat doa melangit membawa hati yang penuh impian dan harapan diiringi tekad dan semangat untuk mewujudkan...
[Keisya Avicenna, 18 Agustus 2014]
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.
Salam,
Keisya Avicenna