Menikmati deburan ombak di Pantai Pacitan |
Ajaibnya sang waktu, masa lalu yang menyakitkan
lambat laun bisa menjelma menjadi nostalgia romantis yang tak ingin dilupakan…
Serpihan Kenangan Masa Silam
Juli 2003. Tak terasa sudah 11 tahun lalu, tapi peristiwa itu selalu
melekat dalam memori otakku. Saat ini, aku seperti memutar kembali sebuah
rekaman skenario kehidupan yang telah dituliskan-Nya dengan luar biasa dan
pastinya sarat akan makna.
Waktu itu, aku adalah seorang gadis remaja yang tengah asyik
menikmati masa putih abu-abu. Juli 2003, aku naik kelas 2 SMA. Seperti biasa,
tahun ajaran baru selalu identik dengan MOS (Masa Orientasi Siswa). Aku
berangkat pagi ke sekolah, bertemu dengan teman-teman baru di kelas yang baru. Aku
memutuskan untuk duduk satu bangku dengan Ifang.
“Ifang, ayo kita ke bawah! Aku pengin lihat MOS anak-anak
kelas satu,” ajakku pada Ifang.
Sebelum bel masuk berbunyi, aku dan Ifang serta beberapa
teman yang lain ke lapangan upacara. Kami ingin
melihat murid-murid kelas satu yang di-MOS oleh para senior yang kebanyakan
dari pengurus OSIS. Aku menyaksikan MOS tengah ‘panas-panasnya’ berlangsung. Peraturan senior masih sama: “Pertama, senior selalu
benar. Kedua, jika terjadi kesalahan, kembali ke peraturan pertama!” Hah,
peraturan macam apa ini? Tiba-tiba…
Dejavu! Aku
mengalami suatu hal yang membuat diriku seolah kembali ke masa MOS satu tahun
silam. Setahun lalu, aku memang pernah mengalami kejadian yang sangat tidak menyenangkan saat MOS. Ketika melihat MOS adik kelas, aku merasa seperti
‘di-MOS’ lagi. Ya, mungkin ini yang disebut trauma. Trauma MOS! Mendadak
kepalaku pusing bukan main. Aku benar-benar tidak bisa berkonsentrasi dengan
kegiatan pengenalan kelas, pelajaran pertama Biologi, dan semua hal yang
seharusnya aku nikmati pada hari pertama masuk sekolah. Di telingaku berdengung
suara-suara para senior yang berteriak-teriak, membentak-bentak, marah-marah
seperti kejadian MOS yang aku alami satu tahun silam. Ketika di rumah pun, aku
mengalami hal-hal yang membuat seisi rumah kebingungan.
Pada akhirnya, aku ambruk. Aku mengalami sebuah guncangan
psikologis yang cukup hebat. Hasil Computerized Tomography Scan (CT-scan),
menunjukkan ada yang bermasalah dengan syaraf otakku. Rasa trauma ini bukan hal
yang biasa, terlalu rumit untuk dijelaskan dengan istilah kedokteran.
Cobaan yang cukup berat dialami keluargaku. Waktu itu, rumahku
tengah direnovasi. Tapi, karena aku harus opname dan menjalani perawatan
di rumah sakit, dengan terpaksa renovasi dihentikan dan dialihkan untuk biaya
pengobatanku. Biaya rumah sakit, biaya obat, biaya terapi, semuanya tidak
murah. Puncak cobaan terberat itu adalah saat tim dokter memutuskan bahwa aku harus
cuti sekolah selama satu tahun. Saat itu menjadi saat paling rapuh dan terpuruk
dalam hidupku. Tapi keberadaan keluarga mampu membuatku belajar untuk bisa kuat
dan tegar. Karena Allah SWT pasti sudah menyiapkan hikmah di balik setiap peristiwa.
♥ ♥
♥
Al waqtu juz’un minal ‘ilaj: “Waktu adalah sebagian dari proses penyembuhan.”
Detik merangkak menjadi menit, sang jam berlalu menggulung
hari demi hari, bulan demi bulan pun berganti. Tak terasa, sudah memasuki tahun
ajaran baru. Alhamdulilah,
aku sudah sembuh total. Aku sudah bertekad tahun ajaran 2004/2005 akan kembali
masuk sekolah. Pada suatu malam di sepertiga bagiannya, aku sempat mengalami kejadian
luar biasa saat sholat Tahajud.
Allah SWT benar-benar menunjukkan kebesaran-Nya kala itu.
Ada sebuah azzam di hatiku. Ketika naik kelas tiga
nanti aku mampu membuktikan dengan berprestasi masuk peringkat tiga besar -yang
itu artinya aku sudah benar-benar sembuh dari sakit-, aku akan mengenakan
jilbab. Sebuah azzam untuk merealisasikan gambaran peristiwa unik dalam mimpiku
malam itu. Aku tersenyum damai saat mengenakan mahkota bercahaya, mahkota yang
akan menjaga hati, jiwa, dan ragaku. Begitulah mimpiku.
Aku menjalani masa-masa kelas 2 SMA dengan sangat
menyenangkan dan berprestasi gemilang. Aku pun mulai dikenalkan oleh
sahabat-sahabatku dengan organisasi ROHIS (Kerohanian Islam) dan aku pun mulai
aktif di mentoring. Aku selalu tersenyum saat mengenang masa jahiliyah-ku dulu
ketika kelas 1 SMA. Gaulnya dengan anak-anak basket dan pernah memprakarsai
aksi membolos satu kelas saat pelajaran Bahasa Inggris.
♥ ♥
♥
Perjuangan Hijab Cintaku
18 Juli 2005
“Dee, hari ini adalah hari baru bagiku.
Keinginanku untuk berhijrah dan berhijab akhirnya terealisasikan. Ya
Allah, istiqomahkan aku untuk selalu berada
di jalan-Mu. Semoga ini menjadi salah
satu ikhtiarku untuk senantiasa memperbaiki diri. Ya Allah, sujud syukur atas
segala hal terindah yang telah Engkau berikan dalam hidupku…” [Catatan harianku]
Hari ini MOS hari pertama. Hari pertama pula aku
menjadi siswa kelas 3 SMA. Pukul 5 pagi aku diantar Ayah ke kost Gestin,
sahabat dekatku. Mereka berangkat bersama ke sekolah. Hari ini aku mendapatkan
amanah menjadi panitia MOS. Subhanallah, dulu aku pernah sakit akibat
trauma MOS dan sekarang harus mengemban amanah menjadi senior MOS. Skenario
Allah SWT yang sangat luar biasa!
Ketika bertemu para panitia MOS, mereka langsung
mengucapkan selamat dan mendoakanku semoga senantiasa istiqomah.
Aku sempat merasa terkejut ketika ada SMS masuk, ternyata
dari seorang ikhwan yang menjabat
sebagai Wakil Ketua ROHIS SMA sekaligus Ketua II OSIS. Ardi namanya. SMS itu
berbunyi: “Alhamdulillah, Subhanallah…Allahu Akbar! Barokallahu ya ukhti,
selamat karena telah berjilbab, semoga istiqomah. Be A Good Muslimah! Your Brother.”
SMS pertama, yang menjadi pemula SMS-SMS lain.
Hari-hariku pun semakin ceria. Meski ada kejadian yang
mengusik ketenangan hatiku. SMS-SMS itu! SMS dari Ardi. Semula hanya bertujuan
untuk sharing, diskusi, dan menguatkan semangat. Tapi
berlanjut menjadi ajang curhat pribadi, SMS-SMS tidak penting, bahkan ungkapan kekaguman. Astaghfirullah, aku tahu kalau
kedekatanku dengan Ardi sudah melampaui batas. Tapi, aku pun menyadari muncul benih-benih cinta di dalam hati ini.
“Ya Rabbi, di saat hamba ingin memulai kehidupan yang baru,
kenapa ujian yang Engkau berikan justru semakin berat dan menyesakkan hati? Ujian cinta!” jerit batinku kala itu. Mungkin inilah salah satu bukti bahwa manusia
adalah insan fluktuatif. Tegar, namun terkadang rapuh...
Sampai akhirnya, ada SMS dari seorang sahabat untukku:
“Bukanlah hal yang aneh jika manusia futur. Tapi, yang aneh adalah manusia yang membiarkan dirinya tetap futur. Bahkan ada yang tertawa, tersenyum senang saat futur, walau hanya diwujudkan di hati. Pernahkah membaca firman-Nya,”Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati akan dimintai pertanggungjawabannya.” (QS.Al-Isra’:36).”
Belum selesai aku baca,
linangan air mata sudah menciptakan jejak di pipiku. Aku lanjutkan membaca
SMSnya…
“ Betapa ruginya jika manusia hatinya berkurang keimanannya dan hanya terisi dengan nikmatnya menjalani kehidupan dunia. Maka Allah memberikan tawaran: surga atau neraka, taat atau ingkar! Tapi jangan takut! Jangan bersedih! Tidak ada yang lebih indah dari tetap berharap akan ampunan dari Yang Maha Sempurna. Dia-lah pemegang masa depan dan takdir kita. Tak ada yang lebih baik dari pemberian-Nya. Kembali ke jalan-Nya adalah sebaik-baik ibadah. Karenanya, terhapuslah dosa terdahulu. Sahabat, tiada lain ini hanyalah nasihat. Tapi sahabat yang baik itu saling menasihati, bukan hanya saling memuji. Semoga tetap dalam lindungan-Nya dan ini diambil manfaatnya. Afwan jiddan…”
Aku menangis sejadi-jadinya. Betapa
selama ini aku begitu terlena! Terlalu lama aku berkubang dalam lumpur dosa. Astaghfirullah…
“Terima kasih Ya Rabb, diri ini
seketika tersadar, keistiqomahan itu mahal harganya! Jilbabku, hijabku, izinkan
aku memperbaiki semuanya dan membuka lembaran baru dengan hati yang baru…” ratapku dalam tangisan taubatku.
♥ ♥
♥
Dream ‘N Action
: Hijab, Cinta, dan Cita-Cita
“Setiap orang harus memiliki cita-cita besar, mimpi yang tinggi dan harapan yang ideal. Namun, dalam menghadapi realitas keseharian, berpikir dan bertindaklah secara sederhana. Gak usah neko-neko! Karena kebahagiaan adalah sesuatu yang harus diperjuangkan. Energi kasih sayang harus terus dinyalakan, agar visi untuk mengetuk pintu surga dapat terus diupayakan.”
Atas
skenario-Nya yang indah, lulus SMA aku
diterima di Universitas Sebelas Maret, Solo. Aku sangat bersyukur karena tidak
satu kampus dengan Ardi. Ardi diterima di Universitas Diponegoro, Semarang. Aku
belajar untuk cepat beradaptasi di lingkungan baru.
Setelah
agenda orientasi mahasiswa selesai, aku
mulai disibukkan dengan jadwal kuliah dan praktikum yang cukup padat. Aku
menimba ilmu di jurusan Biologi, Fakultas MIPA.
Tak
disangka, Ardi masih saja mencoba
menghubungiku. Tapi aku acuhkan semuanya.
Aku sudah bertekad untuk benar-benar
membentengi diri dan menjaga hati. Aku terus berusaha menyadari bahwa Allah SWT
sedang memberikan ujian dan
terkadang Allah SWT menguji pada titik terlemah dari diri seorang manusia.
Ya Rabb,
selalu kupinta tunjukkan padaku jalan terindah menuju keridhoan-Mu…
Aku
putuskan untuk bergabung di
kerohanian Islam. Aku ingin
memperbaiki diri, belajar untuk menjadi seorang muslimah yang shalihah. Aku harus
memperbaiki caraku berhijab, baik secara fisik terlebih hati. Terus memperkaya
diri dengan ilmu. Tekadku, hijab tidak akan menghalangiku untuk bisa berprestasi!
Sempat muncul rasa minder pada awalnya. MIPA
terkenal sebagai pesantrennya kampus. Banyak muslimah yang sudah mengenakan
hijab secara syar’i. Adab-adab pergaulan dengan lawan jenis pun sangat
diperhatikan. Ada sedikit rasa canggung saat bergaul dengan mereka. Tapi,
menjadi pribadi yang lebih baik itu butuh perjuangan.
“Ya Allah, Engkaulah
yang Maha Kuasa. Jika Engkau menghendaki sesuatu, tiada sesuatu pun di bumi dan
di langit yang menghalangi-Mu. Apapun yang Engkau kehendaki akan terjadi. Jika
Engkau menghendaki untuk memudahkan suatu urusan, tidak ada seorang pun yang
mampu menyulitkan-Mu. Engkau berkuasa atas segala sesuatu.”
Pada suatu hari, usai
mengikuti sebuah training motivasi di kampus, aku tuliskan semua impianku di
sebuah buku yang aku beri nama “Dream
Book”. Sebenarnya, malu rasanya tatkala menuliskan
impian nomor 44 yaitu MENIKAH. Aku tuliskan lengkap visi dan misi pernikahanku
serta kriteria calon pendamping hidupku. Ada sosok sholeh yang kurindukan.
Tapi, saat aku merindukan sosok itu aku merasa tak pantas, karena diri ini
belumlah shalihah.
Dan sederet impian lainnya, lulus kuliah
dengan IPK cumlaude, jadi penulis, jadi trainer muslimah, jalan-jalan keliling
Indonesia dan dunia, umroh, naik haji bersama keluarga, bertemu sosok-sosok
inspiratif dengan kisah luar biasa mereka tatkala memutuskan untuk berhijab
(Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa, Oki Setiana Dewi, Alyssa Soebandono, Meyda
Safira, dll.) dan masih banyak lagi impian yang kutuliskan. Aksara-aksara yang
menjelma jadi doa. DNA! Dream N Action! Tekadku waktu itu, kita boleh
bermimpi sebanyak-banyaknya, setinggi-tingginya, tapi harus dibarengi dengan
aksi nyata yang hebat, pantang menyerah, yakin Allah SWT selalu melihat usaha
kita dan Allah SWT pasti akan menjawab setiap doa kita.
Tidak
ada yang tidak mungkin jika KUN FAYAKUUN-Nya telah bekerja sepenuh energi
CINTA.
Namun adakah yang
layak untuk ditangisi kalau semua dijalani dengan semangat tinggi dan niat yang
bersih? Tidak ada kesusahan bagi orang yang menempuh perjalanan dengan
keikhlasan. Karena Allah tidak pernah ingkar dengan janji-Nya. It can be a
MIRACLE if you believe. Tepat dan terbaik!
Semakin
membara semangat dalam hati ini untuk memperbaiki diri dan terus menyempurnakan
hijab ini, aku rasakan semakin dahsyat pula cara kerja Allah SWT dalam
mewujudkan impian-impian yang pernah aku tuliskan itu.
Alhamdulillah,
aku lulus kuliah dalam waktu 3,6 tahun
dengan prestasi yang sangat memuaskan. Aku langsung kerja sambil terus belajar
menulis dari para mentorku. Aku harus punya buku. Buku yang best seller! Mengapa harus best seller? Karena semakin banyak yang
membeli, semakin banyak yang membaca, Insya Allah akan semakin banyak
kebermanfaatan yang tersampaikan. Jika satu kalimat saja yang aku tulis itu
bisa membuat kehidupan atau pribadi seseorang menjadi lebih baik, pasti Allah
SWT telah menyiapkan hadiah istimewa juga buatku, entah di dunia atau di
akhirat sana. Aksara-aksara berdaya yang bisa menjelma menjadi tabungan jariyah
kelak. Aku ingat, dulu waktu sakit saat SMA, salah satu terapi yang aku jalani
adalah MENULIS. Karena itu, akupun menulis! Menulis bisa menjadi terapi jiwa
bahkan bisa bermanfaat buat sesama.
“Ada kisah baru yang akan dimulai, ada kisah
lain yang menunggu untuk segera diakhiri. Ini bukan cinta yang terbungkam oleh
diam tapi cinta yang terlanjur malu untuk menngungkapkan. Bukan karena apa atau
siapa, menjawab kapan atau mengapa, bertanya bagaimana atau mencari tahu ada di
mana? Bukan, bukan tentang itu semua! Semestinya pikirmu tahu dan hatimu
semakin mengamini, bahwa dirimu adalah milik-Nya dan dirinya juga milik-Nya.
Jadi, biarkan saja Sang Pemilik Jiwa berkehendak sesuka atas apa yang menjadi
milik-Nya. Semuanya tak akan tertukar, maka tetap tersenyumlah biar segalanya
semakin indah, mudah, dan full barokah…”
Impian
menikah tanggal 10-11-12 yang aku tuliskan di Dream Book pun menjejak nyata atas izin-Nya. Proses
dapat tawaran untuk menikah (tanggal 27 September) sampai (H-1) aqad nikah
total 44 hari dan MENIKAH itu impian yang aku tulis di nomor 44. NIM (Nomor
Induk Mahasiswa) ku ketika kuliah pun M0406044. Allahu
Akbar! Benar janji Allah, laki-laki yang baik diperuntukkan untuk wanita yang
baik. Maka, aku akan terus memperbaiki diri. Terus memantaskan diri di
hadapan-Nya. Perjuangan menjadi muslimah shalihah, istri shalihah, dan nanti
ibu shalihah baru saja dimulai.
Dan
kini… Alhamdulillah, sudah lebih dari 10 buku yang aku tulis. Salah satunya
berjudul “BEAUTY JANNATY”. Buku yang berisi motivasi untuk para muslimah agar
menjadi wanita dunia yang layak dicemburui para bidadari surga. Sebuah buku
istimewa buah dari perjuangan panjang. Sebuah buku istimewa yang menjadi
pengingat dan penyemangat bagi diri ini. Sebuah buku istimewa yang terbit
setelah aku menikah. Sebuah buku istimewa yang membuatku bisa berbagi inspirasi
sekaligus traveling di berbagai kota
di Indonesia dengan mengisi bedah buku, seminar, dan talkshow. Hingga terwujud
pula impianku bertemu sosok-sosok inspiratif yang dulu aku tuliskan di Dream Book. Aku bulatkan tekad, aku akan
terus menulis, terus berkarya. Karena aku tidak ingin, jika kelak jatah hidupku
di dunia ini habis, aku hanya dikenang orang dari tiga kalimat saja : nama,
tanggal lahir, dan tanggal wafat. Tapi, harus ada warisan karya yang bisa aku
tinggalkan. Maka, aku harus terus menulis, aku harus terus berkarya, aku akan
terus berusaha menjadi pribadi yang inspiratif, produktif, dan kontributif.
Mahkota
Surgaku Kini Hingga Nanti
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka
menutup kain kerudung ke dadanya…" (QS. An-Nuur [24]: 31)
Hidup berisi dengan aneka macam peristiwa.
Peristiwa yang menghadirkan silih berganti perasaan yang mengisi jiwa. Maka,
kokohkanlah keimanan saat perjalanan membuat kita bertanya, saat membuat kita
meragu dan kecewa. Yakinlah, skenario Allah SWT tengah berlangsung dan jadilah
penyimak yang baik dengan penuh sangka yang baik pada-Nya. Tanamkan dalam diri
kita Allah Mahatahu yang tepat dan terbaik bagi hamba-Nya!
Sesungguhnya Allah menjadikan seluruh tubuh seorang wanita
ini perhiasan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Segala sesuatu dari tubuh
seorang wanita yang terlihat oleh orang yang bukan mahromnya, semuanya akan
dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak.
Hakekat jilbab adalah hijab lahir dan batin. Hijab mata kita
dari hal-hal yang mendatangkan murka Allah, jagalah pandangan dari hal-hal yang
dilarang. Hijab lidah kita adalah menjauhkan diri dari ghibah dan perkataan
yang sia-sia, usahakan selalu basahi lisan kita dengan berdzikir kepada Allah.
Hijab tangan kita adalah ringan berbuat tatkala ada orang lain yang membutuhkan
bantuan. Hijab kaki kita adalah saat kita gunakan menapak di jalan-jalan
kebaikan. Hijab pikiran kita adalah saat kita mampu berpikir visioner jauh
menatap masa depan serta menjauhkan pikiran kita dari hal-hal negatif. Hijab
hati kita untuk selalu meletakkan nama Allah di tingkatan tertinggi, kemudian
Rasulullah, orang tua, dan seterusnya.
Akupun bertekad, segala hal yang aku torehkan di dunia
sebagai bagian dari perwujudan cita-cita menjadi bagian dari para perempuan
langit, para perempuan yang dirindukan surga. Teringat nasihat seorang sahabat,
“Mereka yang dalam diam tiada
henti menyebut nama Allah. Mereka yang selalu giat menghafalkan Al-Qur'an demi
mendapat keridhoan Allah. Mereka yang hendak memberikan mahkota penuh cahaya
untuk kedua orang tua kelak di surga nanti. Mereka yang bersikukuh mengenakan
hijab sebagai bentuk kecintaan kepada Allah. Walau ‘diancam’ akan kehilangan
pesona dunia, mereka tiada gentar untuk tetap bertahan. Mereka yakin bahwasanya
perhiasan sejati seorang muslimah itu adalah dari amal ibadah dan akhlaknya
yang jernih, bukan berasal dari moleknya tubuh yang mengundang nafsu dan
syahwat. Ya, mereka adalah perempuan langit!” Dan aku ingin menjadi
bagian dari mereka.
Bismillah…
Semoga istiqomah untuk menjaga hati dan diri dengan mengenakan ‘mahkota
surga’
terindah. Karena menjadi seorang muslimah itu indah dan mulia,
seperti sejarah para ummul mukminin dan para shohabiyah. Semoga senantiasa
mampu menjadi muslimah shalihah yang dirindu Jannah. Aamiin…
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.
Salam,
Keisya Avicenna