Hobi membaca sejak belia
Sejak balita, saya dan kembaran saya memiliki
ritual dibacakan buku atau mendengarkan cerita sebelum kami tidur. Momen ini
sangat membekas bagi saya hingga sekarang. Tak heran, karena melihat kebiasaan
orang tua yang mencintai aktivitas membaca, waktu itu Babe dan Ibuk
berlangganan majalah dan tabloid (Babe
majalah berbahasa Jawa “Panjebar Semangat” dan Ibuk “Tabloid Nova”) dan
juga sering membeli koran, kami pun jadi maniak membaca. Tak hanya sekadar jadi
“kutu buku”, namun juga “predator buku”. Bagi saya, membaca adalah hobi yang menyenangkan.
Meskipun penghasilan sebagai PNS dan
karyawan swasta tidak seberapa, tapi orang tua saya tidak pernah perhitungan
kalau sudah urusan bacaan dan ada unsur belajarnya. Jadi, saat saya memasuki
usia SD, Ibuk mulai berlangganan Majalah BOBO lalu ditambah dengan Majalah
Donal Bebek untuk kami. Saat SD ini pula saya sering jadi delegasi sekolah
untuk mengikuti lomba yang ada unsur “sastra”-nya, seperti lomba baca puisi,
lomba mengarang, lomba sinopsis, juga lomba mata pelajaran Bahasa Indonesia. Waktu
itu, saya dinilai oleh guru-guru SD saya sebagai murid dengan tulisan yang
sangat rapi, rajin dan hobi membaca. Nah, salah satu prestasi yang paling
berkesan adalah saat saya mewakili Kabupaten Wonogiri untuk mengikuti Lomba Sinopsis dan Menceritakan Kembali
Buku Fiksi dan Nonfiksi tingkat Provinsi Jawa Tengah. Waktu itu, saya
dikarantina selama 3 hari 2 malam di asrama GOR Jatidiri bersama teman-teman
se-Jawa Tengah. Saya termasuk peserta “termungil”, baru kelas 5 SD waktu itu,
sedangkan delegasi yang lain kebanyakan sudah kelas 6 SD. Setelah kegiatan itu,
saya jadi punya sahabat pena. Ada yang dari Tegal, Temanggung, Sragen, Rembang,
Cilacap, dan banyak lagi. Kami saling berkirim surat via Pos. Ada beberapa
sahabat yang masih terjaga komunikasinya sampai sekarang. Unforgetable moment buanget, deh!
Saat SMP, setiap liburan sekolah, saya selalu pergi ke perpustakaan yang terletak dekat gereja di daerah alun-alun Kabupaten Wonogiri. Saat si kembar memasuki dunia remaja inilah, Ibuk lalu berlangganan majalah remaja “Kawanku” dan “Aneka Yess!” untuk kami. Sempat waktu itu (saat saya SMP), kami gandrung sekali dengan boyband asal Irlandia, hayooooo yang generasi 90-an pasti tahu siapa.
I
have a dream… a song to sing… #autonyanyi.
Yups,
WESTLIFE! Saya waktu itu ngefans
banget sama Mark. Sampai-sampai alat tulis dan pernak-pernik saya beri label “Normark Feehily” wkwkwk (maksa banget yes!).
Saya ingat sekali, waktu itu ada konser Westlife tengah malam di TV, Ibuk
sampai ikut menonton bersama kami. Alhamdulillah, saya bersyukur punya orang
tua yang bisa menjadi sahabat di kala kami memasuki masa remaja. Babe dan Ibuk
benar-benar bisa menjadi sahabat terbaik bagi saya dan Mbak Thicko –kembaran
saya-. Terus, waktu itu, jika ada majalah, tabloid, koran dan media cetak yang
memuat segala hal tentang Westlife, Babe dan Ibuk pasti membelikan untuk kami
kliping atau kami koleksi. Asyik sekali kalau ingat.
Hikmah suka Westlife, saya jadi semangat banget belajar Bahasa Inggris. Hehe. |
Masa putih abu-abu yang sangat seru
Saat SMA, setelah kami ‘hijrah’, Ibuk
berlangganan Majalah Annida, majalah Islami dengan genre remaja. Majalah yang
banyak memberikan banyak pencerahan bagi kami. Saya pun makin semangat
mengoleksi buku-buku keislaman dan novel/kumpulan cerpen remaja Islami. Waktu
itu bacaan kami adalah karya-karya penulis dari Forum Lingkar Pena (FLP),
seperti Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Izzatul Jannah, Gola Gong, Afifah Afra,
dan banyak penulis lainnya. Masih terekam jelas dalam memori saya, waktu itu
beli buku di Gramedia Solo bersama Ibuk. Ibuk membelikan kami beberapa buku.
Saat SMA ini pula, ada satu peristiwa di
mana saya harus mengalami trauma MOS waktu naik kelas 2 SMA dan akhirnya cuti
sekolah selama satu tahun. Pada masa-masa itu saya melakukan “self healing” dengan menulis, mungkin
sekarang istilahnya “writing therapy”. Saya memiliki buku harian. Setiap hari buku
harian itu menemani saya menjaga sebuah warung kecil yang orang tua saya
siapkan agar saya punya kegiatan di rumah selama mereka tinggal bekerja. Setiap
hari pula, saya menulis di buku harian itu apa yang saya rasakan,
harapan-harapan saya, perenungan/kontemplasi diri, emosi saya, juga saya suka
menulis puisi. Alhamdulillah, semua terlewati dengan sangat indah.
Saya kembali masuk sekolah, Alhamdulillah
saya sembuh, meski harus mengulang belajar di kelas 2. Mbak Thicko jadi kakak
tingkat saya dan yang dulunya adik tingkat saat itu jadi teman seangkatan. Saya
berusaha beradaptasi dengan sebaik-baiknya. Alhamdulillah, di SMA favorit Kota
Wonogiri itu, saya masih masuk peringkat 3 besar di kelas, gabung di OSIS
sebagai Tim Kreatif, aktif di ROHIS sebagai Tim Mading Sekolah, juga terdaftar
sebagai reporter di Majalah Sekolah “BASSIC”. Saya sangat menikmati masa putih
abu-abu yang penuh warna. Saya pun bisa menyalurkan hobi saya menulis saat
mengemban amanah-amanah itu.
Bersama sahabat-sahabat OSIS saat mereka main ke rumah. Ada yang jadi Polisi, Dokter, PNS, Dosen, Pengusaha, Penulis, Pegawai Bank,... Sukses selalu sahabat-sahabatku! |
Masa-masa kuliah yang penuh berkah
dan bertabur hikmah
Sejak SD-SMA, saya sering ditunjuk sebagai
sekretaris kelas dengan alasan tulisan yang rapi dan bagus. Bahkan dulu
teman-teman saya, ketika ada LKS baru yang datang, langsung menumpuknya di meja
saya, meminta saya menuliskan nama mereka. Satu hal ini yang cukup membekas di
ingatan mereka tentang saya ketika ada celotehan saat reuni atau obrolan di
grup WA sekolah. Hal ini pun berlanjut saat kuliah. Karena saya tipe belajar visual-auditori,
maka saya selalu memilih tempat duduk yang strategis saat di kelas. Saya suka
mencatat penjelasan dosen, tentu saja dengan hiasan yang menarik dan full colour. Hehe. Kalau sekarang
ngetren dengan handslettering dan
catatan yang unik, beraneka rupa. Alhasil, tiap kali mau ujian, catatan kuliah
saya selalu ramai dipinjam dan di-copy
teman-teman. Hal senasib juga dialami oleh kembaran saya. Bahkan momen ini kami
“bisniskan”, jadi kami edarkan kertas, siapa yang ingin menitip fotocopy
catatan harus menuliskan namanya. Nanti kami mengambil untung sekian rupiah
sebagai imbalan/jasa. Hehe. “Bisnis
fotocopy catatan kuliah” namanya. Punya tulisan bagus dan hobil menulis
jadi berkah tersendiri. Alhamdulillah.
Saya selalu menghias catatan kuliah saya seperti ini. Ada foto-foto di bagian depan juga kata-kata motivasi. |
Meniti Tangga-tangga Impian Literasi
Lulus kuliah (2010) dan bekerja sebagai
tentor di salah satu bimbingan belajar ternama di Kota Solo, saya pun mulai
aktif di sebuah organisasi kepenulisan (Forum Lingkar Pena Solo Raya). Luar
biasa rasanya saat bisa belajar dan bertemu dengan sosok-sosok penulis yang
dulu karya-karya mereka saya baca. Saya sempat menjadi penulis freelance di 2011, waktu itu ada proyek
menulis buku nonfiksi untuk anak-anak. Gaji menulis saya untuk pertama kali
sebesar 2 juta. Waktu itu langsung saya serahkan ke ibuk dan ibuk sangat
terharu, demikian juga dengan Babe. Saya pun menyampaikan ke mereka, kalau menulis itu bisa menghasilkan uang, tidak
harus bekerja kantoran atau jadi PNS. Dan mereka sangat mendukung apapun
pilihan karier saya. Saya sangat bersyukur sekali. Soalnya Babe pernah mengatakan
keinginannya, bahwa beliau ingin salah satu anaknya ada yang meneruskan
profesinya sebagai abdi negara (PNS), alhamdulillah sudah terwujud melalui Mbak
Thicko. Desember 2009, saat Babe pensiun dari Departemen Dinas Sosial Kabupaten
Wonogiri, Mbak Thicko diangkat sebagai PNS di Kementerian Perdagangan (Pusat).
Saya pun lebih slow dan tidak ngoyo
untuk jadi PNS juga. Hehe. Karena saya lebih suka bekerja model freelance, apalagi di “industri
kreatif”.
Seiring berjalannya waktu, koleksi buku
saya semakin bertambah banyak. Babe bahkan membuatkan saya rak buku dan rak itu
masih saya gunakan sampai sekarang (miss
you, Be!). Saya sering mengikuti seminar, talkshow, workshop, bedah buku,
dan acara-acara yang berhubungan dengan dunia membaca dan menulis. Waktu itu,
saya sering melakukan afirmasi positif ketika saya menghadiri acara penulis
terkenal atau yang karyanya best seller.
“… Hari ini saya hadir sebagai
peserta, membeli buku karya penulis X dan ia melakukan booksigning pada
karyanya. Suatu hari nanti saya yang berdiri di depan sana sebagai pengisi
acara, menceritakan buku karya saya, dan booksigning buku-buku karya saya itu. Suatu
hari nanti, saya pasti punya buku best seller. Bismillah…”
Saya sangat terkesan ketika mengikuti workshop
menulis bersama Ustaz Salim A. Fillah, beliau menyampaikan untuk selalu meluruskan
niat saat menulis dan jadikan menulis sebagai jalan dakwah: dakwah
bil qolam (dakwah dengan “pena”). Dakwah artinya menyeru/mengajak pada
jalan kebaikan. Selanjutnya beliau juga menyampaikan kalau sebagai penulis
harus semangat mengikhtiarkan BEST SELLER pada setiap karyanya.
Kenapa harus BEST SELLER? Jika buku
kita dibeli banyak orang dan bisa mendatangkan kebermanfaatan, bahkan orang
yang membaca buku itu dan ia menjadi lebih baik hanya dari satu kalimat saja
misalnya, Masya Allah, tabungan jariyah kita pun berlipat. Selain itu, jika
dari menulis kita dapat royalti, semakin best
seller semakin banyak royalti yang kita dapatkan, otomatis kesempatan
bersedekah juga semakin besar, peluang kebaikan semakin banyak. Mak nyeeezzz
sekali motivasi yang beliau sampaikan kala itu dan membakar bara semangat dalam
diri ini untuk berkomitmen menghasilkan karya-karya yang BEST SELLER. Bismillah…
Oh ya, ada satu peristiwa jelang Ramadan
1433H. Waktu itu, saya menulis dan saya susun sendiri Diary Ramadan ala saya,
saat saya posting di FB, banyak sekali yang berminat. Akhirnya, Diary Ramadan
1433H itu saya gandakan. Bahkan dalam pembuatan cover saya izin langsung dengan
Mas Danang Kawantoro (ilustratornya Kawanimut). Harga jualnya waktu itu 33.000.
Saya jadi sangat sibuk. Pesanan sangat banyak. Mungkin ada sekitar 300-an
eksemplar hanya dalam waktu beberapa hari karena Ramadan semakin dekat. Tiap
hari saya dibantu teman kost melakukan packaging
dan pengiriman lewat Kantor Pos UNS. Sampai petugas Posnya hafal dan jadi
pembeli Diary Ramadan juga. Pokoknya saat Lebaran, saya mengantongi omset
jutaan dari penjualan Diary Ramadan fotokopian itu. Terlintas sebuah impian
dalam benak saya kala itu, semoga kelak punya Diary Ramadan dalam
bentuk buku cetak yang bagus, eksklusif dan BEST SELLER!
Impian-impian itu Allah Izinkan
Menjejak Nyata
Alhamdulillah, saya menikah di 2012. Saya
masih bekerja di bimbel Ganesha Operation (GO). Dari Solo mutasi ke Wonogiri.
Setelah menikah, mutasi ke GO Bogor. Hijrah ke Semarang, mutasi lagi ke GO
Semarang. Kala itu GO sedang “famous”,
muridnya sangat banyak, tiap hari parkiran penuh, dan GO sangat profesional.
Kurang lebih 3 tahun bekerja di GO (sebagai pengajar SD) saya mendapatkan
banyak pengalaman keren yang luar biasa. Sampai akhirnya, Februari 2013 saya
memutuskan resign lalu 6 bulan
kemudian merintis bimbel sendiri di rumah. Awalnya saya beri nama DNA College
karena fokusnya untuk les mata pelajaran. Murid-murid pertama saya adalah
anak-anak tetangga rumah kontrakan di Damar. Lalu, saya mendapat limpahan 3
murid menulisnya Mbak Aan Wulandari: Khansa, Tasya, dan Putri di November 2013.
DNA pun berkembang tidak hanya les mata pelajaran tapi juga les menulis cerita
yang kemudian saya beri nama DNA WRITING
CLUB. Prestasi pertama murid DNA di 2013 adalah bisa lolos KPCI (Konferensi
Penulis Cilik Indonesia) 2013 dan terbit 1 buku kumpulan cerpen di KKPK Mizan.
Masya Allah, senang sekali rasanya melihat prestasi anak-anak. Banyak peluang dan kerja-kerja besar
menanti DNA! (Batin saya berkata dengan sangat optimis kala itu).
Special Title di Gramedia. Masya Allah sederet sama buku BEST SELLER-nya Ustaz Felix |
Beauty Jannaty |
Oh ya, pada September 2013, buku solo
nonfiksi saya pun terbit di Tiga Serangkai (Beauty Jannaty). Saya pun mendadak cukup sibuk, sering
mendapatkan undangan untuk mengisi seminar, bedah buku, talkshow di beberapa
kampus dan sekolah, seperti UNDIP, UNNES, UNNISULA, POLINES, UDINUS, UNS, UMS,
UII, UGM, UNY, STIKES Muhammadiyah Kudus, IAIN Pekalongan, Universitas Jember,
BSI Bekasi, dan lainnya. Saya dan Mbak Thicko (kami mendapat julukan dari Ibuk:
SUPERTWIN) juga pernah launching buku “The Secret of Shalihah”
sekaligus diundang sebagai pengisi acara seminar nasional kemuslimahan di
Universitas Andalas, Padang. Itu pertama kalinya saya naik pesawat PP Gratis.
Uhuuuy!
Usai mengisi seminar di Universitas Andalas, Padang |
2014, akhirnya terwujud impian saya
mencetak buku Diary Ramadan “Menyemai Cinta, Merajut Harmoni”.
Suami yang membantu mengurusi percetakannya di Jogja. Yups, sistemnya indie publishing. Ada teman yang
membantu jadi investor. Alhamdulillah, cetak 1500 eksemplar dan laris manis.
2015, kami buat lebih eksklusif dan full
colour dengan judul “Mengetuk Pintu Ar-Royyan”.
Antusiasme pembaca buku karya SUPERTWIN sangat luar biasa. Cetak ulang 2x
hingga lebih dari 2500 eksemplar dan bisa nangkring dengan sangat elegan di rak
buku Gramedia dengan laporan penjualan yang lumayan. Bahagia sekali rasanya.
Apalagi dapat feedback dari pembaca
yang sangat dahsyat mengenai isi buku itu. Kami bisa mendapatkan omset yang
cukup fantastis.
Diary Ramadhan "Mengetuk Pintu Ar-Rayyan". Alhamdulillah, buku ini pernah nangkring cantik di Gramedia dengan penjualan cukup fantastis. |
The Secret of Shalihah dan Diary Ramadhan "Menyemai Cinta Merajut Harmoni" |
Demikian juga dengan Beauty Jannaty (cetak
ulang ke-2) yang membuat saya sangat sibuk sampai 2016. Berkat Beauty Jannaty, saya juga
mendapat penghargaan Penulis Buku Best Seller
kategori Nonfiksi dari FLP Solo Raya di 2015. Kalau dihitung-hitung,
berdasarkan laporan dari penerbit, lebih dari 15 juta royalti dari buku itu
terhitung sejak royalti pertama 2014. Bahkan 2019 kemarin saya masih menerima
royati dari buku itu sekitar 400an ribu. Masya Allah, semua ini karena izin
Allah. Rezeki dari profesi menulis yang ditekuni dan berusaha untuk selalu
profesional memang bisa menjadi pundi-pundi yang membuat gemuk rekening kita.
Rekening saya pernah dapat transferan langsung dengan nominal di atas 20 juta
karena klien sangat puas dengan kinerja saya dan tim. Haru sekali rasanya.
Atas
izin Allah pula, saya menuliskan pengalaman dan perjuangan saya membersamai DNA
WRITING CLUB sejak 2013, lalu saya ikutkan tulisan itu dalam Lomba Menulis Praktik Baik Literasi
Masyarakat Tingkat Nasional 2019 kemarin. Alhamdulillah, saya mendapatkan
Juara Harapan I. Saya mendapatkan kesempatan untuk menjadi peserta Festival
Literasi Indonesia sekaligus peringatan Hari Aksara Internasional di Makassar selam 3 hari 2 malam, bertemu para pegiat
dan pejuang literasi dari berbagai daerah, naik pesawat PP gratis, piknik plus kulineran
di Makassar, dan mengantongi hadiah sebesar 5 juta rupiah. Allah benar-benar
Maha Baik. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Yups, proses dan perjuangan takkan pernah
menghianati hasil. Yakini itu!
D-N-A |
Acara yang keren banget! |
Alhamdulillah, dapat penghargaan. |
Alhamdulillah, menulis dan membaca adalah hobi yang menyenangkan bagi saya.
Perlahan menjadi passion dan mendarah daging, bahkan menjadi hobi yang menghasilkan. Saya tekuni
hobi sekaligus potensi saya tersebut sebagai wujud rasa syukur kepada Sang Maha
Pembuat Skenario Terbaik. Dan inilah “strong why” saya untuk terus
bersemangat sebagai pejuang literasi. Mengapa saya harus terus menulis,
melahirkan generasi penulis, dan berkomitmen untuk sukses di dunia literasi
yang menjadi jalan juang hidup saya? Karena ketika jatah hidup saya di dunia
ini habis, saya tidak ingin hanya dikenang orang dari 3 kalimat saja : NAMA, TANGGAL LAHIR, dan TANGGAL
WAFAT. Karena itu, harus ada “warisan
karya” yang semoga penuh makna yang bisa saya tinggalkan, bisa menjadi
tabungan jariyah sebagai pemberat timbangan amal di Yaumul Mizan kelak. Aamiin
Ya Rabb. Awal menikah, suami pun pernah bertanya, “Dik,
kelak kamu ingin dikenang sebagai apa?” Pertanyaan ini selalu
saya re-call ketika semangat dalam
diri melemah dan butuh di-charge
kembali. Yups, semoga Allah senantiasa memudahkan dan meridhoi jalan juang ini.
Hingga detik ini saya masih punya banyak impian dan saya masih harus terus
berjuang mewujudkan impian-impian itu…
Indah, jika semua karena Allah.
DNA, Dream ‘N Action!
Impian Literasi |
Masyaallah keren sekali pengalamannya mbak, jadi keinget pertama kali mulai suka membaca pas SD sukanya majalah BOBO, pas SMP Majalah Gaul, pas SMA baru berani beli buku karena sudh bisa mengatur uang jajan sendiri dan merasa bisa bertanggung jawa sama genre buku yang saya pilih. hemmm... jadi keinget ada beberapa buku yang dilemari itu hasil dari kelalaian sy memulangkan, dan sekarang berakhir keihklasan dari mereka " udah utk kamu aja" hehehe....
ReplyDeleteKeren Nungma, aku juga pengen gitu bisa ngajar menulis, tapi kok orangnya masih nggak sabaran ya hahaha
ReplyDeleteYa Allah, ada masaa trauma yang bikn saya melongo Mbak. Memang apapun akhirnya harus dihadapi. Ini kisah yang benar-benar nggak bakal terlupakan ya. Dulu, aku juga suanya nulis diary, saban malam. Kadang sampai berlembar-lembar hehehe...
ReplyDeleteMasya Alloh, baru sekali ini aku baca kisah hidup Nungma, inspiratif banget. Semoga berkah ya semua langkah dalam perjalanan hidup Nungma. Passion nulis udah dari kecil ternyata ya
ReplyDeleteMasyaAllah.... Barakallahu fiik Mbak Norma ����
ReplyDeleteKeren banget orang tua Mbak yang ngajarin cinta buku sejak dini, dan perjalanan literasi Mbak Norma. Aih... Ikut bangga jadi temennya Mbak Norma ��
Woww, ini seperti membaca Biografi, Mbak. Masa kecil saya juga banyak disesaki oleh majalah, tabloid dan komik, jadi kenyang membaca saat itu, hehe.
ReplyDeleteSaat kenal Mbak Noorma, saya sebenarnya ingin memasukkan anak saya untuk ikut belajar di DNA Writing Club, tapi sayang saat itu anak saya sudah SMA. Sudah terlalu besar ya, hehe.
Sukses selalu buat Mbak Noorma dan keluarga, semoga DNA semakin besar dan selalu menginspirasi, terutama bagi generasi muda :)
Subhanallah ... keren banget penukis idolaku. Pantesan aja karyanya selalu cethat ternyata didikan bapak ibu utk cinta buku udh sejak balita ya. Semangat nulismu tih pengen banget aku contoh supaya semangat nulis lagi akunya. Thanks buat sharingnya say aku jd tercerahkan nih krn bener banget sih dream itu harus dibarengi dgn action. insyaallah mo semangat nulis lagi
ReplyDeleteByk manfaatnya dg menulis dan membaca y mbak..aku jg suka lagu2nya Westlife ma suka bc an bisa juga
ReplyDeleteMasyaAllah mba Nugma, keren sekali
ReplyDeleteDari kecil sudah bermimpi dan mimpi itu menjadi lebih besar ketika dewasa
luar biasa, semangat menulis selalu ya MBa. Aku jadi semangat lagi nih, bener kata Ustaz Salim A. Fillah. Menulis sebagai jalan dakwah.
Keren sekali, Nungma. Semoga makin sukses DNA nya dan juga sebagai penulis yaa..
ReplyDeleteKereeeeen, Mbak. Kuingin punya buku solo juga, Ya Allah.
ReplyDeleteBaca cerita masa kecil Mbak Nungma kuingin menjejali anakku dengan buku jiga, Mbak. Sekarang dia lagi suka banget didongengin.
Masya Allah, aku bacanya sambil berdecak kagum. Karya-karya yang hebat itu berawal dari tekad dan ketekunan mb Nungma yang luar biasa. Sukses dan berkarya terus bersama DNA ya mbaa
ReplyDeleteKeren mbak Nunggu, ternyata dari balita udah rajin membaca. Sekarang bisa ngajarin anak dan remaja buat bisa menulis dan punya buku. Salut mbak
ReplyDeleteIzzatul jannah itu ternyata aslinya bernama mb Intan ya? Aku pernah ketemu sekali dan beberapa kali japrian, ternyata orangnya baik banget.
ReplyDeleteMasyaAllah,keren sekali mbak. Konsisten dengan hobi d masa kecil ya. Saya masoh harus banyak belajar nih. Semoga bisa istiqomah seperti mbak.
ReplyDeleteAku baru ngeh kalo maksud dari DNA itu berasal dari kisah yang luar biasa.
ReplyDeleteSalut dengan kegigihan Nungma dalam menulis ya. Sejak kecil sudah mendapatkan dukungan dari orangtua, hingga remaja dan juga ketika masuk masa berhijrah.
ReplyDeleteSemoga dengan menulis ini bisa menabur banyak kebaikan ya. Aku senang lho lihat anak-anak asuhan di DNA pada jago-jago nulis gitu. Semangat terus ya untuk menebarkan virus menulis kepada anak-anak.