Kami mendapatkan amanah dititipi dua orang keponakan perempuan (23 dan 25 tahun), yang ikut tinggal di rumah sejak Maret lalu. Anak-anaknya kakak iparku. Satu hal terpenting adalah kami
harus jadi om dan tante yang mampu memberikan keteladanan yang baik bagi
mereka.
Salah satu tantangan era sekarang adalah remaja yang sangat addicted dengan
gawai. Seolah gawai takkan bisa lepas dari kehidupan mereka. Gawai khususnya smartphone ibarat dua
sisi mata pisau. Jika tidak bisa
dimanfaatkan dengan baik dapat menjadi suatu hal yang melenakan
sekaligus membahayakan. Saat di rumah kami berusaha menekankan beberapa hal, seperti: salat wajib
di awal waktu, bangun di sepertiga malam untuk tahajud, bangun
sebelum Subuh atau minimal saat azan Subuh, membaca Al
Quran setelah salat Magrib, dan baca al
Matsurat pagi-petang.
Faktanya, mereka suka tidur larut malam lalu sering bangun
kesiangan. Paginya gedubrakan karena
harus berangkat sebelum jam 7 sedangkan masih ada tugas yang belum selesai
seperti ngeprint dokumen, dll. Mereka suka nggak kenal
waktu kalau sudah scrolling media
sosial, atau youtube-an. Selain itu, muncul sedikit rasa khawatir,
takut mereka kebablasan mengingat pergaulan anak zaman sekarang.
Aku sering ngobrol dengan suami membahas
kedua ponakan itu dan menyiapkan langkah strategis sebagai solusi
terbaik ala kami. Yang jelas kami berusaha untuk memposisikan diri kami sebagai
orangtua mereka sekaligus sahabat. Akhirnya, suami
mengajukan keduanya untuk mengikuti program mentoring dari sekolahan tempat
mereka bekerja, yang kedua kami mencoba menyiapkan ‘proyek’ untuk mengasah passion dan keterampilan masing-masing,
selanjutnya ada beberapa hal yang kami diskusikan dengan mereka terkait ibadah
harian. Kami juga selalu memberi contoh bagaimana memanajemen
waktu dengan baik. Kapan harus menyelesaikan tugas rumah, kapan harus
menyelesaikan amanah-amanah yang lain.
Ponakan yang satu diberi kesibukan untuk mengoptimalkan passion-nya memasak. Kita belikan peralatan
dan menyiapkan modal untuknya hingga lahirlah brand Ratu Pawon. Dia menerima pesanan ayam ungkep, ayam goreng kremes, kremesan dan ayam bakar.
Alhamdulillah proyek ini berjalan sebelum puasa Ramadan dan saat Ramadan
pesanan laris manis. Alhamdulillah, masih berlanjut hingga saat ini. Dia pun
mampu memanfaatkan gawainya untuk membuat promosi, ngiklan di sosial media, dan
belajar tentang food photography. Dia
suka memotret hasil masakannya.
Lalu ponakan satunya, karena dia lulusan
psikologi dan skill marketingnya
bagus, dia dapat tugas jadi admin instagram salah satu olshop-nya @supertwinshop. Dia melakukan ini dengan jadwal posting yang sudah diatur dengan
baik oleh kembaran saya, owner @supertwinshop. Dengan begitu mereka tetap
produktif, bahkan bisa menghasilkan uang.
Dalam hal ibadah harian,
kami pun berdiskusi dan membuat
kesepakatan, sebisa mungkin saat di rumah dapat mengerjakan salat berjamaah,
terus aku bangunkan mereka tiap jam 3 pagi untuk salat Tahajud, dan berusaha
untuk tidak tidur lagi tapi melakukan aktivitas produktif sambil menunggu
Subuh, lalu mempersiapkan diri untuk bekerja. Alhamdulillah, memang terasa berat
pada awalnya, namun lama-kelamaan mereka berdua mulai terbiasa. Bahkan sekarang
mereka pun semangat menghafal ayat-ayat Al Quran.
Tak lelah diri ini untuk
selalu menekankan bahwa sosial media itu bisa jadi ladang pahala, tapi juga
sebaliknya, bisa jadi ladang dosa/maksiat, tergantung bagaimana kita memanfaatkannya.
Aku pun memberi contoh ketika sosial media pribadiku bisa
mendatangkan rezeki berupa uang dengan membangun personal branding yang baik, juga sarana menyeru kebaikan (berdakwah) dengan cara paling sederhana
sekalipun.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.
Salam,
Keisya Avicenna