“Lawang Sewu ini dibangun
sejak tahun 1904-1907. Dahulunya merupakan bekas kantor NIS atau pusat jawatan
kereta api Belanda yang beroperasi di Semarang,” jelas Mbak Sari mengawali
ceritanya.
Pantas saja di depan Lawang Sewu tadi aku melihat ada lokomotif kuno. Adikku bilang seperti Thomas, film kartun kesukaannya. Hehehe.
Kata Mbak Sari Lawang Sewu terdiri dari dua gedung yaitu gedung A dan gedung B. Sayangnya gedung A ditutup untuk umum karena sedang direnovasi.
“Dik Khansa, tahu tidak
kenapa gedung ini dinamakan Lawang Sewu?” tanya Mbak Sari.
“Hmm... karena gedung ini
memiliki banyak pintu, ya?” jawabku asal.
“Betul sekali!” jawab Mbak Sari sambil tersenyum.
…...
Cerpen “Gedung Seribu Pintu” karya Khansa Tabina Khairunissa (5 SD)
[*]
Kakek Andri kemudian
berbincang-bincang dengan Lek Topa. Rupanya setelah Hari Raya Idulfitri akan
digelar acara tahunan. Acara itu disebut Kirab Budaya Upacara Sesaji Rewanda.
Andri sangat tertarik dan menyimak penjelasan Lek Topa.
“Upacara itu diselenggarakan untuk mengenang perjalanan Sunan Kalijaga mencari kayu jati yang akan digunakannya sebagai tiang penyangga bangunan Masjid Demak. Dalam perjalanannya, Sunan Kalijaga sampai di Desa Kandri dan bertapa di dalam sebuah gua yang kini dikenal dengan nama Gua Kreo. Ketika sedang bertapa, Sunan Kalijaga didatangi oleh empat ekor kera besar. Oleh Sunan Kalijaga, kera-kera itu diberi tugas untuk menjaga gua dan daerah Kandri ini. Oleh karena itu penduduk Kandri tidak pernah mengusik keberadaan kera-kera itu. Itulah mengapa Upacara Sesaji itu dinamai Rewanda yang artinya adalah kera.”
“Upacaranya seperti apa,
Lek?” Andri semakin tertarik. Lek Topa kemudian menjawab pertanyaan Andri
dengan penuh semangat.
……
Cerpen
“Andri di Tengah Kandri” karya Zaskia Talitha Sasikirani (5 SD)
[*]
Saat ini, dunia penulisan buku di Indonesia tidak lagi
didominasi oleh orang dewasa. Anak-anak pun banyak yang telah menjadi penulis
dengan karya-karyanya yang best seller dan meledak di pasaran.
Sebut saja buku-buku KKPK (Kecil-Kecil Punya Karya), PCPK (Penulis Cilik Punya
Karya), PECI (Penulis Cilik Indonesia), dan masih banyak lagi. Hal ini cukup
membuktikan kalau anak-anak pun mampu menjadi penulis dengan menerbitkan novel,
kumpulan cerpen, cerita bergambar, atau kumpulan puisi. Mereka juga layak
disebut sebagai sastrawan cilik dengan karya-karya yang mampu memberikan
pengaruh positif, terutama bagi anak-anak seusia mereka.
Penggalan cerita pendek yang saya cuplikkan di atas adalah
karya dua orang anak yang waktu itu masih kelas 5 SD. Mereka adalah murid saya
di komunitas penulis cilik yang saya dirikan dan kelola sejak 2013, yakni DNA Writing Club. Cerpen Khansa yang
berjudul “Gedung Seribu Pintu” berhasil
lolos seleksi tingkat nasional dan diterbitkan oleh KKPK Dar!Mizan. Cerpen ini
ditulis berdasarkan hasil pengalaman pribadinya saat mengunjungi salah satu
cagar budaya yang menjadi icon Kota
Semarang yaitu “Lawang Sewu”.
Khansa mengemas pengalamannya saat berkunjung ke Lawang Sewu bersama keluarganya dengan sangat apik dan memberikan khazanah keilmuwan yang membuat para pembaca mendapatkan ilmu baru dari sejarah Lawang Sewu yang menjadi unsur pelengkap cerpen Khansa tersebut.
Cerpen Zaskia yang berjudul “Andri di Tengah Kandri” juga tak kalah menarik. Cerpen ini mampu mengantarkan Zaskia terbang ke Jakarta untuk mengikuti serangkaian kegiatan Festival Literasi Sekolah (FLS) 2018 sekaligus menjadi finalis Lomba Menulis Cerpen tingkat nasional. Referensi cerpen ini murni dari hasil riset pustaka dan browsing di internet tentang salah satu obyek wisata dan kearifan lokal di Kota Semarang, yakni Gua Kreo serta kebudayaan yang ada di dalamnya.
Selain Khansa dan Zaskia, ada beberapa anggota DNA Writing
Club yang telah sukses menjadi penulis cilik, produktif dalam menerbitkan buku,
dan memproduksi tulisan-tulisan yang penuh makna dan bermanfaat. Judul-judul
istimewa seperti Gobag Sodor Pemersatu,
Poliotivasi Om Ardi, Muscular Dystrophy, Buku-Buku Rekondisi, dll, mampu mengantarkan anak-anak ini
menjuarai kompetisi penulisan hingga tingkat nasional. Luar biasa sekali!
Anak-anak itu mampu menulis sesuatu yang dapat menggerakkan pembaca untuk
berubah menjadi lebih baik (Rien DJ, 2015).
Menurut Rony K. Pratama, seorang peneliti pendidikan
literasi asal Yogyakarta, menyebutkan bahwa anak-anak menempati posisi yang
sangat strategis sebagai obyek aktif yang secara psikologis mampu menerima,
mengolah, dan memproduksi kecakapan literasi. Anak-anak cenderung lebih segar
untuk ‘dibentuk’ dan ‘membentukkan’ diri secara mandiri dan kreatif. Karena
itu, habituasi pendidikan literasi dinilai tepat untuk diajarkan sejak dini.
Tulisan ini menitikberatkan pada sosok anak-anak Indonesia
yang sukses menjadi sastrawan cilik, mampu menjadi penulis produktif dengan
segudang prestasi. Mereka adalah bukti bahwa anak-anak ternyata mampu
menghasilkan tulisan yang memiliki warna tersendiri dan makna yang istimewa
sehingga menghadirkan kekuatan yang menyentuh perasaan, juga meninggalkan kesan
yang mendalam di hati pembacanya.
Proses penulisan kreatif di kalangan anak-anak pun memungkinkan
mereka bergerak dalam ruang karya cipta tanpa batas. Mereka juga belajar
menuangkan ide dan mengasah ketajaman persepsi khas anak-anak karena imajinasi
mereka begitu luar biasa.
Menurut Ary Nilandari,
menulis dapat membantu anak mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Ya,
benar sekali. Anak-anak yang terbiasa menulis sejak dini, akan terbiasa membaca
kehidupan di sekelilingnya secara
kritis. Dua anak yang melakukan perjalanan dan kunjungan ke suatu tempat yang
sama, ketika diminta untuk menuliskan hasil pengamatan dan observasinya di
tempat tersebut, akan menghasilkan dua buah tulisan yang berbeda. Dari sini,
mereka belajar tentang perspektif atau sudut pandang. Tentu saja, menulis
adalah salah satu cara memberikan tanggapan dengan perspektif atau sudut
pandang masing-masing.
[*]
Abdurrahman
Faiz, Pioner Kebangkitan Penulis Cilik Indonesia
Siapa
Mau Jadi Presiden?
Menjadi presiden itu berarti
melayani dengan segenap
hati
rakyat yang meminta suka
dan menyerahkan jutaan
keranjang dukanya
padamu
(Abdurrahman Faiz, 2003)
Penggalan
puisi di atas merupakan bagian dari surat yang membuat nama Abdurrahman Faiz
menjadi dikenal publik. Surat tersebut menjadi juara 1 Lomba Menulis Surat
untuk Presiden tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian
Jakarta pada tahun 2003.
Seto Mulyadi, Ratna Sarumpaet, Agus R.
Sarjono, dan Tika Bisono sangat terkesan dengan rangkaian kalimat sarat makna
yang ditulis Faiz untuk Ibu Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjabat
sebagai Presiden Republik Indonesia ke-5. Faiz yang saat itu masih kelas 2 SD
membuktikan kalau ia –meski masih anak-anak- memiliki hati yang peka dengan
situasi politik dan permasalahan yang tengah terjadi di Indonesia. Banyak
sekali tanggapan mengenai surat yang ditulis Faiz tersebut karena cukup
menyentil para pejabat dan para elit politik.
Abdurrahman
Faiz –yang akrab dipanggil Faiz- lahir di Jakarta, 15 November 1995 dari
pasangan Tomi Satryatomo dan Helvy Tiana Rosa. juga keponakan dari Asma Nadia. Ia telah “mengucapkan”
puisi-puisinya sejak usia 3 tahun (yang kemudian direkam oleh Bundanya) lalu
baru menuliskannya di komputer sejak umur 5 tahun.
Pertama
kali Faiz tampil membacakan puisi-puisinya (yang pada waktu itu belum
dibukukan), atas undangan Nurcholish Majid pada acara peluncuran buku beliau
(“Indonesia Kita”) yang mengundang ribuan tokoh nasional. Faiz juga sering
diundang untuk membacakan karyanya dalam forum-forum kenegaraan, termasuk di
hadapan Presiden RI ke-5: Megawati Soekarno Putri, Presiden RI ke-6 : Susilo
Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua MPR Hidayat Nurwahid,
sejumlah menteri dan tokoh-tokoh nasional lainnya.
Megawati
mengungkapkan kekagumannya pada kecerdasan Faiz lewat surat balasannya pada
Faiz (2003). Faiz juga diundang dalam pencanangan gerakan anti narkoba di
Stadion Gelora Bung Karno bersama Presiden Megawati dan membacakan puisinya.
Dalam Debat Capres di sebuah stasiun televisi swasta tahun 2004, di mana Faiz
diundang sebagai salah satu panelisnya, Amien Rais berkomentar, “Luar biasa. Mas Faiz ini masih sangat muda,
tetapi pemikirannya sangat dalam.” Sementara saat bertemu Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono di Istana Negara dalam pencanangan gerakan berkirim surat
nasional untuk anak Aceh dan Nias (2005), Presiden berkata, “Selamat, Faiz. Tulisanmu sangat menyentuh
pikiran dan hati.”
Buku
kumpulan puisi pertama Faiz “Untuk
Bunda Dan Dunia’ (DAR! Mizan, Januari 2004) sebenarnya adalah
puisi-puisi yang ia tulis saat berusia 5-7 tahun dan terbit saat ia berusia 8
tahun. Buku yang diberi pengantar oleh Taufiq Ismail tersebut meraih Anugerah
Pena 2005 serta Buku Terpuji Adikarya IKAPI 2005.
Tahun
2009, Faiz mendapatkan Anugerah Kebudayaan dari Departemen Pariwisata dan
Budaya. Naskah Faiz yang berjudul “Brani” menjadi Pemenang
Sayembara Menulis Naskah Drama Federasi Teater Indonesia (2011) dan terpilih sebagai The
Most Amazing Teen 2011 versi Student Globe. Faiz juga merupakan founder dari
akun twitter @mencobabelajar
yang memiliki follower kurang lebih 300.000 orang.
“Untuk
Bunda dan Dunia”
merupakan buku pertama yang diterbitkan dalam serial KKPK (Kecil-Kecil Punya
Karya) divisi DAR! Mizan (bersama sebuah buku karya Izzati). Buku ini mampu
menginspirasi dan memicu lahirnya para penulis cilik lainnya di Indonesia.
Sri
Izzati, Penulis Muda Kaya Karya
Selain
Abdurrahman Faiz, muncul pula nama Sri Izzati. Sri Izzati lahir di Bandung pada tanggal 18 April 1995 dari
pasangan Ibu Hetty dan Bapak Setyo Soekarsono. Saat berusia 8
tahun, ia sudah meraih rekor MURI sebagai penulis novel termuda. Gadis
kelahiran tahun 1995 ini juga pernah meraih penghargaan dari Mizan Publishing
sebagai Inspiring Young Writer pada
tahun 2013. Sejak usia
3 tahun, Izzati sudah gemar membaca buku dan hobi membuat tulisan.
Dari hobinya itu, dengan segala
ketekunan dan perjuangannya, Izzati dapat menghasilkan sebuah karya yang
menginspirasi banyak orang. Izzati berhasil menerbitkan novel pertamanya pada
tahun 2003 berjudul “Powerfull Girls”. Karena
novel inilah, Izzati mendapat penghargaan sebagai novelis termuda di usianya
yang masih 8 tahun. Sri Izzati juga terpilih menjadi Duta Bahasa Jawa Barat
tahun 2016.
Seri buku KKPK yang
awalnya menerbitkan karya Abdurrahman Faiz dan Sri Izzati rupanya sangat booming, terjual hingga jutaan kopi dan
mendorong anak Indonesia lainnya untuk membaca, bahkan menulis dan menerbitkan
karyanya. Tahun 2008, para penulis cilik KKPK dimotori Faiz dan Izzati
menyelenggarakan Konferensi Penulis Cilik Indonesia I dan merekomendasikan
beberapa kebijakan dalam hal perbukuan di Indonesia.
Sebuah pencapaian fantastis dari
seorang Fayanna Ailisha Davianny, penulis cilik berbakat yang kini telah
beranjak remaja. Saya pernah bertemu dengan sosok Fayanna saat saya
berkesempatan hadir dan mendampingi murid-murid DNA Writing Club dalam ajang
bergengsi Konferensi Penulis Cilik Indonesia (KPCI) 2015. Fayanna mengawali
karier kepenulisannya sejak usia 7 tahun bermula dari kegemarannya membaca.
Fayanna menjadi sosok inspiratif bagi para penulis cilik dan calon
penulis cilik Indonesia. Sejak usia 1 tahun, Fayanna sering dibacakan buku oleh
kedua orang tuanya. Tak heran, jika kecintaannya pada buku menjadikan dirinya
memiliki hobi membaca sekaligus menulis. Saat usia 8 tahun, Fayanna mengikuti sebuah
lomba cerpen tingkat nasional yang diadakan oleh Dar!Mizan. Tulisan Fayanna
lolos dan diterbitkan. Sejak saat itulah, Fayanna mulai menekuni dunia tulis
menulis. Buku pertamanya berjudul Tersandung Hobiku, terbit Oktober 2013. Buku
inilah yang membuat dirinya termotivasi untuk menulis lebih banyak lagi dan
belajar untuk menghasilkan tulisan yang berkualitas.
Fayanna mulai menulis tidak dengan komputer, tapi dengan tulisan tangan
di buku. Mama Fayanna sangat mendukung aktivitas putrinya tersebut dan mengatakan
kalau tulisan Fayanna sangat bagus. Lalu Fayanna pun mulai belajar menulis di
laptop. Satu per satu buku-bukunya pun terbit seperti Misteri Teman Lama, Kakek
Misterius, Zara Pandai Bersyukur, Jejak Rahasia Sahabat, dan masih
banyak lagi. Banyak
prestasi di dunia literasi dapat ia raih, baik di tingkat nasional maupun
internasional.
Prestasi itu membawa Fayanna pada berbagai pengalaman yang
membanggakan. Pada 2015, dia ditunjuk oleh sebuah media cetak nasional sebagai
Reporter Cilik yang bertugas mewawancarai Presiden Joko Widodo dan
menteri-menteri Kabinet Kerja. Pada November 2016, dia berhasil mendapatkan
penghargaan dari sebuah penerbit buku, yang membawanya berwisata gratis ke
Korea Selatan. Juli 2017, Fayanna mendapatkan penghargaan Anugerah Tunas Muda
Pemimpin Indonesia dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Republik Indonesia. Selain itu, masih banyak penghargaan lain yang telah
dia terima.
Tidak hanya itu, Fayanna pun kerap diundang di berbagai media serta aktif
di komunitas-komunitas membaca dan menulis. Bagi Fayanna, aktivitas membaca dan
menulis harus jadi kebiasaan positif anak muda zaman sekarang. Dengan membaca,
wawasan menjadi luas dan sangat membantu saat menuangkan ide-ide dalam bentuk
tulisan. Menulis akan membuat kita berpikir kreatif, memiliki daya ingat yang
tinggi, juga bisa menyampaikan sesuatu secara runtut dan sistematis.
Fayanna juga berhasil menjuarai lomba
cerpen tingkat Asia, 1st Asian
Story Writing Challenge tahun 2018. Fayanna berkompetisi dengan para penulis cilik dari 18
negara di Asia. Akhir April 2018, Fayanna sebagai penulis cilik
ditunjuk untuk menjadi pembicara dalam Kuala
Lumpur International Book Fair. Ia hadir di panggung utama dalam acara
bincang-bincang dan bedah karya dengan Penulis Cilik Indonesia serta jumpa
penulis dan book signing. Ia
juga berkesempatan memberikan sesi motivasi literasi di Sekolah Indonesia Kuala
Lumpur. Fayanna juga tiga
kali berturut-turut ikut dalam Konferensi Penulis Cilik Indonesia mewakili Jawa
Barat.
Rahasia produktivitas Fayanna terletak pada sikap disiplin untuk terus
menulis. Ia mengaku selalu menyempatkan menulis minimal satu halaman per hari.
Nadia Shafiana Rahma,
Penulis Cilik Asal Yogyakarta dengan Prestasi Mendunia
Di dunia sastra anak, nama Nadia Shafiana Rahma telah
dikenal luas. Ia terbilang penulis produktif dan sudah diakui dunia
internasional. Di rumahnya (daerah Bantul, Yogyakarta), ia membuka perpustakaan
kecil untuk anak-anak dan remaja. Nadia pun pernah mengukir prestasi yang
membanggakan dan mengharumkan nama bangsa Indonesia. Pada tahun 2015, saat
Nadia berumur 11 tahun, ia menjadi salah satu delegasi Indonesia pada Frankfurt Book Fair (FBF) di Jerman.
Bukunya yang berjudul Si Hati Putih yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, “The Boy with The Pure Heart”, ikut serta dalam pameran buku paling bergengsi di dunia
itu. Dalam acara FBF tersebut, Nadia
menjadi peserta pameran sekaligus pembicara termuda. Di hadapan anak-anak
Jerman, gadis kecil ini sempat menceritakan kisah rakyat dari Gunungkidul yakni
Asal Mula Nyamuk Mendengung.
Nadia Shafiana (kerudung biru) bersama Ahmad Fuadi dan Muthia Fadhilla Khairunnisa di acara Kick Andy. (Sumber foto: Gadis)
Bakat menulis Nadia tumbuh sejak TK,
sekitar uumr 4-5 tahun. Bermula dari kebiasaan dibacakan dongeng sebelum tidur
oleh kedua orang tuanya, hingga bisa membaca buku sendiri. Hal tersebut
mendorong Nadia untuk menulis cerita versinya sendiri, seperti menulis cerita
pengalaman saat berusia 5-7 tahun, lalu oleh sang ayah dikirim ke koran-koran
lokal Yogyakarta. Saat SD, Nadia baru menulis cerpen 4-5 halaman dan berlanjut
menulis novel.
Kini Nadia sudah remaja, karyanya sudah banyak yang
terbit. Diantaranya, Si Hati Putih, My
Life My Heaven, Pengalaman Meraih Bahagia, Salah Tangkap, Kakek Misterius,
dan masih banyak lagi. Menjadi
delegasi Indonesia di FBF 2015 merupakan ajang internasional pertama untuk
Nadia. Selain itu, sudah banyak prestasi dan penghargaan diraih,
salah satunya dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada acara Anugerah
Kebudayaan tahun 2018.
Nadia juga beberapa kali mengikuti acara pertemuan penulis cilik Indonesia
misalnya Konferensi Penulis Cilik Indonesia (KPCI).
[*]
Sosok Abdurrahman Faiz, Sri Izzati,
Fayanna Ailisha Davianny, dan Nadia Shafiana Rahma menjadi bukti bahwa
sastrawan cilik tanah air patut diperhitungkan karya-karyanya. Bahkan kehadiran
mereka berikut karya-karya produktifnya mampu menginspirasi anak-anak untuk kemudian
mengikuti jejak yang sama: menjadi
penulis cilik dengan segudang prestasi. Mereka kebanyakan tumbuh sebagai
penulis dari kebiasaan mendengarkan cerita atau dongeng yang dibacakan oleh
orang tua mereka sejak kecil. Memang benar, orang tua adalah kunci mayor
pendidikan literasi bagi anak-anak, budaya literasi (khususnya literasi
baca-tulis) memang harus dibangun dan dibudayakan di lingkungan keluarga.
Lalu, apa sih manfaat menulis?
Dan masih banyak lagi manfaat lainnya, kamu bisa menambahkannya sendiri.
Oh ya, menulis itu butuh BAKAT ataukah BEKAL, hayooo?
Yups, sebenarnya menjadi seorang penulis itu bukanlah masalah bakat. Karena menulis itu adalah keterampilan dan keterampilan bisa dipelajari. Semakin diasah, akan semakin terampil dan ahli.
Terus, satu hal terpenting, saudara kembar menulis itu bernama membaca. Jadi, kamu juga harus banyak membaca untuk memperkaya kosakata juga sebagai nutrisi otak sebagai bekalmu saat menulis nanti. Selain itu, kamu juga bisa gabung di komunitas penulis. Salah satunya, kamu bisa gabung lho di DNA WRITING CLUB. Untuk info lengkapnya bisa klik di sini.
[*]
Kegiatan Apresiasi Sastra Siswa
Sekolah Dasar yang diselenggarakan oleh Kemendikbud sekaligus event Konferensi Penulis Cilik Indonesia
(KPCI), lalu sekarang berganti nama menjadi Festival Literasi Sekolah,
diharapkan dapat meningkatkan kreativitas anak-anak dalam bidang seni dan
sastra. Kegiatan semacam ini diharapkan mampu membangkitkan kesadaran siswa
tentang pentingnya cerpen sebagai sarana estetika dalam mengungkapkan buah
pikiran dan rasa, juga meningkatkan kecintaan anak-anak terhadap sastra dan
bahasa Indonesia sebagai sarana untuk membangun karakter, dan jati diri
bangsa. Dengan demikian akan dapat memberikan motivasi bagi para pelajar untuk
meningkatkan budaya membaca dan menulis sejak dini.
Menurut
Pam Allyn, penulis buku “Your Child’s
Writing Life”, menyebutkan bahwa kata-kata yang tertulis dapat membawa
kegembiraan, ketakjuban, ketakutan, memesona, menyihir, menggerakkan, menguasai
pikiran dan hati, tak peduli berapa pun usia kita. Kata-kata tertulis dan
cerita berpengaruh paling kuat pada anak-anak, otomatis menyerap mereka ke
dalam dunia menulis juga. Dunia yang membuat mereka mengamati, bertanya-tanya,
mengenang, dan berimajinasi. Dunia yang di dalamnya, mereka dapat mewujudkan sesuatu
dengan menuliskannya.
Daftar Pustaka
Allyn,
Pam. 2011. Your Child’s Writing Life :
How to Inspire Confidence, Creativity, and Skill at Every Age. New York :
Avery.
Rien DJ. 2015. Nulis
itu Gampang. Surakarta : Indiva Media Kreasi.
W.S., Titik, dkk. 2012. Kreatif
Menulis Cerita Anak. Bandung : Penerbit Nuansa.
Super sekali ya kalau sudah menghasilkan karya sejak usia belia , jadi malu hati kalau seperti ini karyanya, mau nangis udah lewat juga masa belianya wwkwkw , lakukan terbaik dehh gpp terlambat juga.
ReplyDeleteWow...keren banget ya para penulis cilik dan remaja ini. Saluuut banget dengan kemampuan mereka merangkai kata, dan juga lingkungan yg telah memfasilitasi dg baik...Salut!!
ReplyDeleteKecil-kecil tapi pada keren banget ya, pastinya ortu yang mendampingi juga ikutan keren, aku masih kurang sabar ngajarin anak hehehe
ReplyDeleteKecil kecil cabe rawit ya. Masih kecil tapi sudah banyak prestasi. Meskipun bukan emaknya saya jadi ikut bangga. Luar biasa banget orangtuanya yang mendorong adek adek ini untuk selalu berkarya dan melakukan hal hal positif. Saluuut
ReplyDeleteWaw kecil-kecil sudah pandai menulis dan banyak karyanya. Ternyata sudah bisa banget dimulai sejak dini ya berkarya dengan tulisan ini.
ReplyDeleteMasya Allah benar-benar anak yang penuh talenta, sejak kecil sudah banyak karya luar biasa
ReplyDeleteMasyaallah itu zaski masih kecil bgt udah jago nulis. Jadi malu liat prestasi anak2 keren di atas semoga bisa segera ketularan semangat nulis adik2 semuanya
ReplyDeleteKecil-kecil dah pandai menulis. Dl aku diusia segitu masih suka main pasar pasaran dibawah pohon bambu sama temen2 satu RT
ReplyDeletebegitu mudah kita temukan adek2 kita punya prestasi tinggi ya, jadi malu saya yang setua ini g punya prestasi apa2
ReplyDeleteMasyaallah tabarokallah.... bukan orang tua kandung mereka aja bangga banget. Apalagi orang tuanya ya. Semoga anak-anak kita pun bisa menjadi anak-anak yang berprestasi dalam segala hal yang postif.
ReplyDeleteIni yang sering dibilang, kecil-kecil cabe rawit ya. Masih usia muda tapi prestasinya udah bikin bangga orang tua dan guru nulisnya
ReplyDeleteMasyaAllah... Anak-anak inspiratif semua ��
ReplyDeleteOrang tua memang menjadi kunci utama untuk anak-anak berprestasi termausk anak-anak di atas yang sejak kecil sudah akrab dengan buku dan dongeng.
Salut dengan DNA Writing Club yang telah mengantarkan anak-anak dengan tekad yang kuat dalam menulis hingga bisa seperti saat ini. Bangga ya pada anak-anak Indonesia yang memiliki kepekaan hati dan menuangkan apa yang ada dalam pemikirannya menjadi tulisan yang enak untuk dibaca dan dinikmati.
ReplyDeleteKeren sekali adek-adek itu, masih kecil udah jago nulis. Sangat berprestasi dan inspiratif!
ReplyDeleteMasya Allah.. kecil-kecil udah punya bejibun prestasi. Jadi terinspirasi juga ^^
ReplyDeleteYa Allah, mantap sekali anak anak kecil tapi sudah berprestasi ini. Saya jadi malu, kemana aja selama ini.
ReplyDelete