MONOLOG HATI, SALAH SATU CARAKU MENCINTAI DIRI SENDIRI
Keisya Avicenna
Wednesday, June 10, 2020
0 Comments
Self Love
Self
love
atau mencintai diri sendiri merupakan suatu penerimaan diri dan bentuk
penghargaan pada semua hal yang terkait dengan diri kita sendiri, baik fisik,
pikiran, dan hati. Mencintai diri sendiri merupakan hal yang sangat penting
dalam hidup kita. Bagaimana bisa mencintai sepenuh jiwa jika kita masih abai
akan kebutuhan diri untuk dicintai secara utuh? Self love dapat meningkatkan kualitas hidup karena kita
akan terus berusaha memiliki pandangan yang positif terhadap segala episode
yang harus kita jalani dalam skenario kehidupan ini. Dengan meningkatkan self love, kita juga dapat merasakan
bahagia dengan cara yang sederhana.
Terkadang, kita sering abai pada
kelebihan diri dan cenderung fokus pada kekurangan diri, belum lagi kalau
dibumbui dengan perkataan orang lain (yang negatif), sehingga kita menjadi
stress. Waktu kita habis hanya untuk meratapi kekurangan diri, terus menerus
menyalahkan diri sendiri, seolah-olah merasa hidup paling terpuruk. Hal ini
menjadikan diri lupa bahwa Allah telah menciptakan kita dalam paket komplit,
ada kelebihan dan juga kekurangan.
Ada banyak cara untuk mencintai diri
sendiri sebagai upaya dalam self
improvement. Kalau yang sering saya lakukan yaitu melakukan positif self talk, belajar untuk
memaafkan diri sendiri dan merelakan apa yang telah terjadi di masa lalu, juga “Me
Time” atau mengkhususkan waktu untuk diri sendiri, untuk menjernihkan hati dan
pikiran dengan melakukan sesuatu yang menjadi kesenangan, memeluk diri sendiri
juga bisa kok dilakukan sebagai upaya self
love, seperti yang beberapa hari lalu di sampaikan oleh Bu Sukma, seorang
psikolog dari Semarang.
Sebuah Kisah Sarat Hikmah
Melawan Anxiety (Kecemasan) #1
Oleh: Sinta Yudisia
Jam 01.00 dinihari atau sekitar itu, aku sering terbangun
mendadak.
Memandang sekeliling, dan baru tersadar kalau suami terpisah
jauh di tanah seberang. Malam hari bukan saat yang menyenangkan dan menenangkan
saat ini. Ada banyak kecemasan yang timbul. Ada banyak pertanyaan memenuhi
benak dan perasaan. Sampai-sampai, berita-berita di grup tak berani kubuka satu
demi satu karena khawatir berita demi berita akan memperburuk kondisi. Bukan
hanya aku yang mengalami mimpi buruk. Dua putriku akhir-akhir ini juga sering
mengalami mimpi buruk.
“Kok kalau malam aku mimpi kayak dicekik orang atau semacamnya
ya?” keluh salah satu putri kami.
Dengan gadget di tangan, berita dari Surabaya, Jawa Timur,
Indonesia hingga Britania Raya dan Amerika sana mudah diakses. Berita tentang
covid 19 hingga George Floyd dengan hashtag #BlackLivesMatter bisa dicari tiap detik.
“Kamu mulai cemas, Nak,” kataku. “Jangan buka lagi ya
berita-berita di internet.”
Informasi sangat penting diikuti, tapi kalau sudah mulai melukai
diri sendiri, harus berhenti dikonsumsi. Setidaknya untuk beberapa saat.
Kupikir, aku kebal terhadap anxiety atau kecemasan. Nyatanya
tidak. Malam demi malam mulai terasa menyiksa. Bahkan ketika tubuh dipaksa
berbaring sekitar jam 22.00 pun tetap saja terbangun sekitar jam 01.00. Aku
sendiri bertanya-tanya. Kenapa ya terbangun jam 01.00 malam dan kemudian hampir
tiap setengah jam terjaga?
Peristiwa jam 01.00
malam. Sebelum era lockdown dan masa kami berpisah tempat akibat covid19, suami
sempat sakit batuk. Alhamdulillah hasil rapid test negative, foto thorax pun
bagus. Ke beberapa spesialis mendapatkan satu diagnose : ada gejala bronchitis.
Hari-hari ketika kami bersama, suami sering terbangun sekitar jam 00.00 – 01.00
dini hari. Terbatuk-batuk. Aku ikut terjaga juga. Rupa-rupanya, itulah alam
bawah sadar. Bahwa jam 01.00 harus bangun. Bangun! Bangun! Meskipun tak ada
suami di dekatku. Meski tak terdengar batuknya. Sekarang kondisi kecemasanku
meningkat : suami di seberang sana, apa masih batuk-batuk jam 01.00? Harusnya
aku ada di sana! Harusnya suami nggak pergi dari Surabaya! Dan segala macam
harusnya, harusnya, harusnya yang membombardir benak.
Setiap orang punya jam kecemasannya sendiri. Ada seorang sahabat
yang serangan kecemasan hingga depresinya hadir di bulan X, bulan tertentu saat
ia kehilangan putranya. Ada orang yang jam cemasnya sekitar siang, jam ketika
ia kecelakaan walau alhamdulillah selamat. Dengan mewaspadai jam kecemasan,
kita bisa mewaspadai alarm tubuh. Alarm tubuhku menyuruhku bangun jam 01.00
karena cemas dengan kondisi suami yang biasanya batuk jam dinihari.
Kebiasaan merusak :
ada kebiasaan anxiety yang mulai terbentuk tiap jam 01.00 malam. Dan akhirnya,
perilaku buruk mulai menular. Bayangkan, jam 01.00 malam atau sekitar itu me-
whatsapp suami. Menanyakan apa dia baik-baik saja. Kalau gak ada jawaban
segera, kecemasanku meningkat. Akhirnya suami ikut cemas juga di seberang ;
karena aku terlihat tak bisa istirahat nyenyak ketika dini hari.
Kecemasan-kecemasan ini menular dengan cepat. Aku jadi kepo pingin tahu kalau
malam suami ngapaian aja? Makannya gimana? Kebiasaannya gimana? Ya
ampun…perhatian sebagai tanda cinta mungkin menyenangkan. Kalau overdosis, akan
sangat mengganggu.
Titik puncak.
Suatu
malam, sepertinya anxietyku sudah lumayan parah. Gak bisa tidur dari jam
01.00-03.00. Pikiran, perasaan sudah gak keruan. Pada akhirnya kucoba
berdiskusi dengan diri sendiri, sebuah percakapan monolog yang pada akhirnya
alhamdulillah membabat habis semua anxiety.
+ “Kalau suami sakit di sana, kamu bisa apa, Sinta?”
-“Aku nggak bisa apa-apa.”
+“Terus gimana?”
-“Aku pasrahkan sama Allah saja.”
“Bagus. Lalu gimana dengan dirimu sendiri?”
-“Aku bahkan nggak bisa ngatur nafasku sendiri. Nggak bisa
ngatur detak jantungku sendiri. Bahkan diriku sendiri harus dijaga sama Allah.”
+“Kalau kamu cemas seperti ini dan gak bisa tidur, apa yang kamu
lakukan?
-“Aku akan membaca hafalan Quran yang kupunya, sampai aku
tertidur.”
Dalam kondisi kacau, yang terpikir di benak adalah 3 surah
terakhir al Baqarah.
Meski hafal surat-surat yang lain, entah mengapa ayat itu yang
terngiang.
Kubaca beberapa ayat, lalu jatuh tertidur.
Aku terbangun lagi, masih dengan kecemasan yang sama.
Kubaca lagi 3 ayat tersebut sampai tertidur.
Aku terbangun lagi, dengan kecemasan yang sama.
Kubaca lagi 3 ayat tersebut sampai tertidur.
Aku terbangun lagi dengan kecemasan, tapi dengan perasaan lain
yang menyertai. Kebahagiaan. Kelapangan.
“Ya Allah…betapa sombongnya aku berpikir bisa mengawasi,
menjaga, merawat suamiku. Bahkan nafasku saat inipun harus Kau bantu. Jagalah
suamiku ya, Robb. Jagalah anak-anakku yang tidur di kamar sebelah. Jagalah
orangtuaku.”
Menyadari bahwa kita berada di titik nol, tak punya kekuasaan
apapun untuk melawan sesuatu yang di luar jangkauan, justru meredakan
kecemasan. Aku pun mencoba menghargai diriku yang semula merasa tak berdaya
karena tak bisa berada di samping suami.
“Bukan hanya para suami yang sedang berjuang saat ini, jauh
terpisah dari keluarga. Mencari nafkah halal. Para istri yang berada di
basecamp, menjaga diri dan anak tetap sehat juga tengah berjuang. Dengan segala
keterbatasan yang ada. Termasuk keterbatasan kepastian, kapankah bisa bertemu
dengan suami. Berkumpul bersama seperti dulu.
Kesabaran adalah perjuangan.
Dan kita adalah para pejuang. Termasuk aku.”
Well, setidaknya, kata-kata hiburan itu membuatku tampil sebagai
pemenang.
***
Tulisan Mbak Sinta Yudisia di atas
adalah status FB yang saya baca pertama kalinya pagi ini tatkala saya akan
melanjutkan menulis tentang SELF LOVE.
Ada bagian dari kisahnya di mana Mbak Sinta melakukan monolog atau self talk sebagai upaya mengatasi
kecemasan yang menjalar dalam dirinya.
Pada akhir cerita, Mbak Sinta mampu
mengatasi rasa cemas berlebihan itu menjadi sebuah harapan penuh kepasrahan
namun berbalut keimanan. Masya Allah…
Apa yang dilakukan Mbak Sinta pun
juga sering saya lakukan, meski dulu –di masa lalu- negative self talk kadang masih menyapa. Misal, “apa kamu bisa,
Nung?”; “kok sepertinya ini sulit dan aku tidak bisa, ya?”, dan lain-lain, yang
pada intinya meragukan kemampuan diri sendiri, huznudzon thinking, dan hopeless.Tapi, kini saya selalu berusaha
untuk mengubah itu semua. Belajar untuk selalu positive
self talk dalam berbagai kondisi. Hadits ini yang selalu menjadi pemantik semangat
saya:
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang
mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada
seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik
baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.”
(HR.
Muslim)
Rasulullah saja
mengajarkan demikian, jadi kita sebagai umatnya yang semoga senantiasa
istiqomah mengikuti jejak cintanya harus berusaha meneladaninya. Dalam
menjalani hidup ini, hanya ada 2 pilihan: SYUKUR atau SABAR. Semoga kita
dimampukan untuk senantiasa memperkaya rasa syukur tatkala mendapatkan nikmat
dari Allah serta melipatgandakan rasa sabar tatkala ujian/kesedihan
menghampiri.
Self talk merupakan monolog, cara
berdialog dengan inner voice diri
kita sendiri di kala menghadapi beragam situasi. Self talk bisa diucapkan dengan suara lantang maupun hanya dalam
hati. Self talk mampu memberikan
sugesti untuk diri, melakukan afirmasi positif bahkan mampu membantu untuk
senantiasa berpikir, merasa, dan bertindak secara sadar. Dan bagi saya, self talk yang positif merupakan salah
satu upaya bagi saya untuk mencintai diri saya sendiri.
“Nung, kamu tidak perlu bersedih. Allah sedang melakukan seleksi
jodoh terbaik untukmu.”
“Terus pantaskan dirimu, mungkin jodohmu nilainya 10 sedangkan
nilaimu masih 8. Semangat ya, Nung!”
[Salah satu monolog yang
pernah saya lakukan saat ta’aruf kedua saya kandas di tengah jalan] Hehe.
“Nung, ayolah, jangan nangis terus. Ahha Wok sudah nggak sakit
lagi sekarang, sudah jauh lebih tenang di tempat terbaik. Semua sudah menjadi
takdir-Nya.”
“Kalau nanti Nung kangen gimana?”
“Salihah-kan selalu dirimu. Kamu ingatkan, salah satu dari 3
amalan yang tidak akan pernah terputus meski ruh sudah meregang dari raga? Ya,
doa seorang anak yang salih-salihah. Maka, gesa dirimu untuk selalu memantaskan
diri menjadi muslimah salihah, menjadi wanita dunia yang layak dicemburui para
bidadari surga. Hingga kiriman-kiriman doamu bisa menjadi cahaya penerang untuk
tempat peristirahatan Ahha Wok.”
[Salah satu monolog
beberapa hari setelah kepergian Babe (Ahha Wok) dan saya terjerat kerinduan
yang teramat dahsyat]
Alhamdulillah, banyak positive self talk yang telah saya
lakukan dan saya pun merasakan banyak dampak positifnya:
- Menghindarkan diri dari tekanan dan stress yang berlebihan.
- Sebagai sarana refleksi diri.
- Mengurangi rasa cemas karena dapat meregulasi pikiran, perbuatan, dan perasaan.
- Meningkatkan rasa percaya diri saat harus performance di depan publik.
- Menumbuhkan kekuatan untuk mengatasi kepanikan.
- Memberikan energi optimis pada diri sendiri.
- Menjadi pribadi dengan “positive vibes only”
Cara saya agar selalu bisa melakukan positive self talk adalah tidak
mudah terjebak di dalam pikiran negatif dan berusaha untuk menjauhi lingkungan
yang banyak “toxic”-nya. Selain itu, saya juga suka menempelkan kata-kata
penyemangat dengan menggunakan “sticky note” di tempat-tempat yang sering saya
lihat (terutama di area “kerja”).
Semoga positive
self talk menjadikan kita sehat jiwa dan mental karena mampu memotivasi
diri sendiri sekaligus sebagai upaya mencintai diri sendiri. Hingga kita selalu
belajar mengenal segala kelebihan diri dengan lebih baik, juga menjadi pribadi
yang selalu bersyukur atas segala karunia terbaik dan terindah dari-Nya.
***
Support
System of Self Love
Mencintai diri sendiri sangat
diperlukan untuk menghargai usaha yang telah diri kita capai. Proses mencintai diri
sendiri tentu saja membutuhkan support system, terutama
dari orang-orang terdekat, seperti orang tua, pasangan hidup, sahabat, ustaz/ustazah
(guru spiritual), dll.
Meskipun orang-orang di sekeliling
seperti pasangan kita, anak, sahabat, teman, dan anggota keluarga sangat
mencintai kita, tetapi akan lebih berarti jika kita tahu cara yang tepat untuk
mencintai diri kita sendiri.
Bagi banyak orang, bangga dan cinta
terhadap diri sendiri merupakan tantangan berat. Ketahuilah, mencintai diri
sendiri memang membutuhkan banyak waktu. Sebelum menghabiskan waktu untuk
mencintai orang lain, cintai diri kita terlebih dahulu!
Seperti yang telah saya sebutkan di
atas, bahwa banyak orang yang hanya memandang berbagai kekurangan dalam
dirinya. Hal ini menyebabkan ia tidak mampu menggunakan berbagai kelebihan
dalam dirinya untuk memperluas pergaulan, menambah keterampilan, dan tentunya
meningkatkan kompetensi dirinya. Bila kita termasuk orang yang selalu fokus
pada kekurangan diri, mulailah belajar untuk mencintai diri kita sendiri.
***
Allah Swt. sudah membekali setiap
hamba-Nya dengan beragam keistimewaan dan potensi diri. Tubuh kita berfungsi
untuk membedakan diri kita dengan orang lain, dan memudahkan orang lain
mengenali kita. Ada milyaran orang di dunia ini, sehingga tubuh menjadi salah
satu penanda khas diri kita. Misalnya, kita memiliki sebuah lesung pipi yang
akan terlihat manis ketika kita tersenyum dan tidak semua orang memilikinya.
Kita akan selalu terlihat berbeda.
Apa yang kita rasakan, apa yang kita lakukan, dan siapa diri kita, akan selalu
membuat kita unik. Kadang apa yang kita lakukan, atau apa yang terjadi pada
diri kita, tak selalu membuat orang senang. Tetapi selalu ada potensi untuk
melakukan sesuatu hal yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang
lain.
Banyak hal menakjubkan dalam diri
kita. Jangan selalu melihat kekurangan diri, tapi cobalah lihat sisi positif
diri kita yang belum terungkap. Seringkali orang hanya terpaku pada gambaran
fisik atau karakter yang tampak di permukaan. Coba kenali diri kita, apakah
kita mempunyai kelebihan yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Misalnya,
kita ternyata seorang yang tegas dan tidak mudah terpengaruh. Kita memiliki
kemampuan untuk mengarahkan orang lain, dan membimbing mereka menjadi lebih
baik.
Setiap orang memiliki bakat dan
kemampuan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan kemampuan ini menjadikan
setiap orang itu istimewa.
Tidak ada orang yang sempurna. Kita
tidak harus mencari cara untuk selalu terlihat cantik, hebat, menakjubkan,
lucu, kuat, dan lainnya. Kita hanya perlu menjadi diri kita sendiri. Selalu ada
orang yang mampu melihat kepribadian kita yang sesungguhnya, dan mampu
mencintai diri kita apa adanya.
Ayo semangat, bangun benteng untuk
mencintai diri sendiri! Caranya...
Hindari hinaan
Menghina diri sendiri tidak akan
menghasilkan sesuatu yang positif, justru yang akan terjadi hanyalah menurunkan
percaya diri dan menyalahkan diri sendiri. Saat kita menerima apapun yang
dimiliki, kita sedang bersyukur dan menuju arah positif, tetapi saat kita
menghina diri sendiri, kita hanya menumpuk energi negatif di dalam diri.
Jadilah pribadi yang baik untuk
diri sendiri
Sudahkah kita memanjakan diri
sendiri? Jadilah pribadi yang baik pada diri sendiri! Jadilah pribadi yang
sabar pada diri sendiri! Jadilah pribadi yang mau mengajari diri sendiri
berbagai hal baru! Jadilah pribadi yang percaya pada kemampuan diri sendiri!
Puji diri sendiri
Pujilah diri kita sebanyak yang
bisa kita lakukan setiap hari. Katakan pada diri kita berapa banyak hal baik
dan positif yang telah dikerjakan setiap hari. Maka, kita akan tahu bahwa
kehadiran kita tidak sia-sia.
Rawatlah tubuh kita
Tubuh kita memerlukan perawatan dan
nutrisi yang baik. Karena itu, penting bagi kita untuk memberikan asupan gizi
yang baik. Jangan lupa untuk berolahraga dan melatih tubuh agar selalu sehat.
Pikiran kita juga membutuhkan nutrisi, membaca dan berdiskusi dengan orang lain
akan sangat membantu.
Gunakan cermin cinta
Berdirilah di depan cermin. Lihat
diri kita, berilah pujian betapa kita sangat menyayangi tubuh tersebut. Ingat
segala hal baik yang telah kita lakukan dan beri motivasi bahwa kita bisa
melakukan lebih banyak lagi kebaikan. Jika ada bagian tubuh yang tak kita suka,
atau kita teringat dengan orang-orang yang pernah menghinanya, maafkanlah
mereka. Katakan pada bayangan di cermin, "Aku
mencintaimu, sangat mencintaimu!"
***
Cintai
diri kita, sekarang!
Tak ada waktu untuk menunggu.
Ayo, sayangi diri kita mulai dari sekarang!