[Resensi Ayat-Ayat Cinta 2] : KEAGUNGAN CINTA DAN CITA-CITA MULIA DALAM SEBUAH KARYA SASTRA PEMBANGUN JIWA
Keisya Avicenna
Tuesday, March 22, 2016
0 Comments
KEAGUNGAN
CINTA DAN CITA-CITA MULIA DALAM SEBUAH KARYA SASTRA PEMBANGUN JIWA
Judul : Ayat-Ayat Cinta 2
Penulis : Habiburrahman El Shirazy
Editor : Syahruddin El Fikri dan Triana Rahmawati
Penerbit : Republika
ISBN : 9786020822150
Tebal
Buku : vi + 690 hal; 13.5 x 20.5cm
Tahun
Terbit : 2015
Harga
: Rp 95.000,00
Ayat-Ayat Cinta yang Melegenda
Sosok Fahri Abdullah, seorang
pemuda berdarah Jawa yang menempuh kuliah di Mesir, sempat menggemparkan kancah
perfilman Indonesia tahun 2008. Kehidupannya juga kisah cintanya yang unik,
penuh cobaan namun dirangkai sangat manis. Ia adalah tokoh fiksi kreasi
Habiburrahman El Shirazy, novelis produktif dengan label BEST SELLER di setiap
karyanya. Novel beliau yang cukup ‘meledak di pasaran’ adalah AYAT-AYAT CINTA
yang terbit tahun 2003, dengan Fahri sebagai tokoh utamanya. Novel ini kemudian
diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama, disutradarai oleh Hanung
Bramantyo. Film Ayat-Ayat Cinta kala itu mendapatkan sambutan yang luar biasa
khususnya oleh masyarakat Indonesia, berisi kisah percintaan yang
mengharu-biru, juga sarat nilai-nilai keislaman yang sangat mengena. Tentu
saja, tetap ada perbedaan yang cukup mencolok antara film dan novelnya terutama
dari segi cerita, penyajian dalam novel jauh lebih lengkap.
Novel Ayat-Ayat Cinta sekilas
mengangkat kisah ‘poligami’ dan ending dari novel ini sangat manis meskipun
berbalut kesedihan karena Maria (istri kedua Fahri) meninggal dunia karena
sakit yang dideritanya. Maria meninggal dalam keadaan sudah memeluk agama
Islam.
Hadirnya novel Ayat-Ayat Cinta
(AAC) membuat saya semakin jatuh cinta dengan novel-novel bergenre religi. AAC memberikan
inspirasi dan bahkan menjadi trandsetter
kemunculan novel-novel religi yang lain. AAC memang novel yang penuh berkah dan
sarat akan cinta karena Kang Abik –panggilan akrab Habiburrahman El
Shirazy- menulis novel ini dengan cahaya
cinta untuk MAHAR menyunting belahan
jiwanya (Ibu Muyasaratun Sa’idah). So
sweet, kan?
Ayat-Ayat Cinta 2
Dua belas tahun kemudian, Kang
Abik melanjutkan kisah perjuangan dan kehidupan Fahri dan orang-orang di
sekelilingnya.
Pada halaman pertama kita akan
berjumpa dengan judul yang langsung membuat diri penasaran : “Bayang-bayang Maria, Puisi Aisha, dan Gesekan
Biola Kiera”. Kalau Maria dan Aisha saya sudah tahu. Sedikit
mengupas AAC 1, Aisha adalah gadis keturunan Jerman-Turki, yang kaya, pintar,
juga cantik jelita. Akhirnya, Fahri pun menikah dengan Aisha meski kehidupan mereka penuh cobaan namun romantisme antara
Fahri dan Aisha digambarkan dengan sangat istimewa. Sedangkan Maria, tetangga Fahri, gadis penganut Kristen Koptik,
namun hafal beberapa surat dalam Al-Qur’an. Maria, yang ternyata sangat
mencintai Fahri dan berharap bisa menikah dengannya, namun rasa itu hanya ia
pendam dalam hati. Lalu, siapa Kiera?
Saya pun semakin penasaran kelanjutan kisah kehidupan Fahri dan Aisha, juga
orang-orang yang ada di sekitarnya.
Lika-Liku Kehidupan Fahri
Cerita dibuka dengan latar kota
Edinburgh, sebuah kota di Skotlandia. Fahri dikisahkan sedang menempuh jenjang post-doc di University of Edinburgh,
Skotlandia. Setting kota Edinburgh digambarkan sangat detail. Bangunan-bangunan
kuno, terkesan klasik, tertata rapi dan megah, menjadi visualisasi yang indah
untuk membuka cerita. Fahri sekarang tinggal di kawasan rumah mewah Stoneyhill
Grove di Edinburgh. Pernikahannya dengan Aisha banyak mengubah kehidupannya.
Selain menjadi dosen pengganti di University of Edinburgh, Fahri juga
menjalankan beberapa bisnis, seperti butik, restoran, supermarket, yang ia
kelola bersama Ozon, sepupunya Aisha.
Di bagian pertama ini, Kang Abik
sudah menyuguhkan menu yang unik tentang sebuah prinsip dalam menjalankan
amanah. Adegan saat Fahri menjadi dosen pengganti Prof. Charlotte untuk
sementara waktu. Kala itu, Fahri mengeluarkan mahasiswa dari kelas kemudian
menyuruhnya masuk kembali. Lalu, saat di akhir kelas, Juu Suh –mahasiswa itu-
melontarkan sebuah pertanyaan untuk Fahri, “…kenapa orang muslim suka bom bunuh diri?” Dan
Fahri menjawabnya dengan analogi yang sangat mudah dimengerti. Saya pun ikut
manggut-manggut sendiri. Baru bagian awal saja sudah dapat ilmu super keren.
Saya pun semakin bersemangat membuka lembar-lembar berikutnya.
Kening saya mulai berkerut saat
Fahri menampakkan sosok melankolisnya.
Dan
setiap kali merampungkan Surah Maryam, lalu membaca basmalah dan memulai Surah
Thaha, pasti tangisnya pecah tak tertahan. Itu surah yang menggetarkan seorang
Umar bin Khattab yang masih jahiliyah sehingga akhirnya masuk Islam. Itu juga
surah yang dibaca Maryam menjelang ia wafat. (halaman 17)
Saya benar-benar penasaran,
ketika sampai di bagian ini…
Fahri
lalu mengirim doa untuk Maria. Kemudian terisak-isak mengingat Aisha. Apakah
Aisha telah menyusul Maria? (halaman 17)
Hah, di mana Aisha? Saya pikir, Kang Abik akan mengawali novel setebal 690
halaman ini dengan kehidupan rumah tangga Fahri dan Aisha yang sangat romantis
dan harmonis. Mereka sudah punya anak-anak yang sangat lucu, cerdas, dan
menggemaskan. Dugaan saya salah! Setelah lembar itu, semangat saya semakin
meluap-luap untuk segera menemukan jawaban di mana Aisha?
Fahri hanya hidup berdua dengan
asisten rumah tangga sekaligus sopir pribadinya yang bernama Paman Hulusi. Lelaki
setengah baya yang selalu memanggil Fahri dengan sebutan ‘Hoca’. Sebuah
panggilan yang digunakan orang Turki untuk guru dan ulama yang dimuliakan.
Sudah lebih dari dua tahun Fahri
berduka dan tenggelam dalam usaha
pencarian istri yang sangat dicintainya itu. Ia pun memutuskan untuk
pindah ke Edinburgh karena merupakan kota yang sangat dicintai Aisha yang terletak
di dataran Inggris.
Aisha menghilang seperti ditelan
bumi. Aisha dan sahabatnya yang bernama Alicia –seorang jurnalis- pergi ke
Palestina pada tanggal 2 November 2007. Mereka ingin melihat dan merasakan
secara langsung bagaimana kondisi di Palestina. Namun, setelah tanggal 4
November Aisha hilang dan tanggal 29 Januari 2008 jasad Alicia ditemukan dalam
kondisi yang sangat mengenaskan karena kekejaman Israel (halaman 118-119).
Keluarga Aisha pun mengganggap Aisha sudah meninggal. Mereka beranggapan
mungkin nasib Aisha tidak jauh berbeda dengan Alicia. Tapi, Fahri sangat yakin
kalau Aisha masih hidup, karean itu ia sangat rajin bersedekah dan membantu
orang-orang di sekitarnya yang membutuhkan. Meskipun terkadang Fahri masih
menangis saat mengingat kenangan-kenangannya bersama Aisha. Untuk menghilangkan
rasa sedih dan nelangsanya itu, Fahri menyibukkan diri dengan pekerjaan,
penelitian, mengajar, dan bisnis yang dulu dikelola bersama Aisha.
Seni Hidup Bertetangga dan Kedermawanan Fahri
Kehidupan Fahri di Edinburg
sebagai seorang muslim pun penuh dengan ujian. Ada beberapa tetangga yang tidak
menyukainya. Keira dan Jason, kakak beradik yang begitu membenci Islam. Mengapa
Keira dan Jason sangat membenci Fahri? Teror dan perbuatan seperti apa yang
mereka lakukan? Lalu, bagaimana cara Fahri membuktikan bahwa muslim itu baik
dan Islam itu bukan teroris seperti yang mereka anggap selama ini? Selain Keira
dan Jason, Fahri juga bertetangga dengan Nenek Catarina –seorang Yahudi- yang
hidup sebatang kara dan ditinggal pergi oleh anak tirinya (Baruch) yang
bertugas sebagai tentara Israel. Awalnya, Nenek Catarina juga membenci Fahri
yang seorang muslim karena itu yang diajarkan oleh agamanya. Fahri adalah salah
satu Amalek yang harus dibenci. Namun,
pada akhirnya ia pun tak luput dari pertolongan Fahri. Bagaimanakah cara Fahri
menyampaikan ‘Islam yang sebenarnya’ pada tetangganya itu?
Fahri juga berbuat baik pada
tetangga yang lain, namanya Brenda. Dikisahkan saat Fahri menolong Brenda yang
hilang kesadaran karena mabuk berat. Brenda dijatuhkan begitu saja oleh sopir
taksi di depan rumahnya. Lalu, Paman Hulusi dan Fahri memindahkan Brenda dengan
menyelimutinya agar tidak bersentuhan fisik, lalu memindahkan Brenda di beranda
rumahnya sebelum hujan deras.
Selain itu, Fahri juga berbaik
hati kepada sahabatnya ketika di Mesir dulu yang bernama Misbah. Fahri akan
memberikan beasiswa pada Misbah untuk menyelesaikan kuliahnya sampai
mendapatkan gelar Ph.D Ekonomi.
Kedermawanan Fahri tidak hanya
itu saja, ia menampung seorang wanita tunawisma yang pingsan. Wanita berhijab
dan berwajah rusak itu sempat mendapatkan perhatian publik karena pernah masuk
surat kabar karena mengemis di pelataran masjid sehingga mencoreng nama baik
Islam. Sebagai seorang muslim, Fahri merasa punya kewajiban untuk menolong
wanita tersebut. Fahri membawa wanita itu ke rumah sakit, dirawat hingga sembuh
dan ia bawa pulang untuk membantu Paman Hulusi mengerjakan pekerjaan rumah
tangga. Wanita itu bernama Sabina.
Cinta di Sekeliling Fahri
Dalam sekuel kedua novel
Ayat-Ayat Cinta ini, diceritakan Fahri adalah sosok yang sukses baik dalam
karir maupun bisnisnya. Namun tidak selaras dengan kehidupan rumah tangganya.
Fahri masih mengharapkan Aisha hadir kembali dalam kehidupannya. Itu pula yang
menyebabkan ia belum mau menikah, meskipun sudah didesak oleh keluarga Aisha
untuk mencari pengganti Aisha. Kehadiran Sabina entah kenapa selalu
mengingatkan Fahri pada sosok Aisha. Siapakah Sabina sebenarnya? Gadis buruk
rupa dan memiliki suara serak itu mengapa banyak kemiripan dengan Aisha? Lalu,
bagaimana cara Fahri mengatasi kesendiriannya? Apakah Fahri akan memilih Heba,
seorang muslimah yang ayahnya sudah ia kenal baik di Edinburgh atau menerima
tawaran Syaikh Utsman untuk menikah dengan cucunya yang bernama Yasmin? Ataukah
Fahri akan menikah dengan Hulya, keponakan Aisha yang juga menyukai Fahri? Apakah Fahri akan
menikah lagi? Ataukah tetap menunggu Aisha? Lantas, apakah Kang Abik akan
kembali mengusung tema poligami dalam novel ini? Daripada penasaran, segera
miliki saja buku ini dan temukan jawabannya!
[*]
Novel Ayat-Ayat Cinta 2 ini
sangat mengaduk-aduk emosi saya. Kang Abik sangat berhasil membuat saya
–sebagai pembacanya- terlarut dalam setiap kejadian yang dialami tokohnya. Ada
beberapa alasan yang membuat saya merekomendasikan novel ini untuk para pembaca
yang rindu novel-novel religi berkualitas :
v Tema
Tema
bernafaskan Islam mampu dikemas Kang Abik dengan sangat luar biasa. Saya
mendapatkan banyak ilmu baru baik dari narasi maupun saat percakapan antar
tokoh. Ada beberapa dialog Fahri yang mampu menunjukkan kalau Islam bukanlah
teroris, tapi Islam itu agama yang dirahmati Allah, penuh cinta dan kasih
sayang, serta memiliki rasa toleransi yang tinggi. Jika ada kejadian teror
ataupun bom bunuh diri itu adalah tindakan dari orang-orang atau oknum yang
tidak bertanggung jawab.
Fahri, selain
dihadapkan dengan permasalahan pribadinya sendiri, tantangan juga datang dari
luar. Isu ISLAMOPHOBIA dan PALESTINA diangkat ke forum perdebatan
ilmiah. Debat pertama berlangsung di auditorium tempat Fahri mengajar. Fahri
mematahkan anggapan orang-orang Yahudi fanatik yang menganggap seorang Muslim
sebagai amalek (orang-orang bodoh yang seperti keledai. Penjelasan
Fahri sangat mencengangkan dan sangat gamblang (halaman 437-438). Keren sekali!
Debat kedua berlangsung dalam skala yang lebih luas dengan menghadirkan dua
orang pembicara dari kalangan akademisi. Pembicara pertama menyampaikan
pendapatnya bahwa semua agama adalah sama, sementara pembicara kedua mengemukakan
pendapatnya tentang atheis. Dan Fahri pun tampil dengan mematahkan kedua
pendapat itu dengan penjelasannya tentang Islam (halaman 574).
v Setting/Latar Cerita
Kang Abik
begitu detail menggambarkan setiap lokasi sehingga menciptakan semacam sensasi
yang menyenangkan, seolah pembaca turut menjejakkan kaki di tempat tersebut.
Fantastis! Jadi pengin ke Skotlandia suatu hari nanti… Aamiin.
v Karakter Tokoh
Budi baik
Fahri menjadi sebaik-baik contoh bagaimana seharusnya sikap dan perilaku
seorang muslim. Apalagi saat ini dunia Barat digoncang oleh virus
‘Islamophobia’. Di dalam novel ini Fahri benar-benar membuktikan bahwa agama
yang dianutnya (Islam) adalah rahmat bagi seluruh alam, yang dibuktikan lewat
segala kebaikan Fahri pada tetangganya. Kecintaan Fahri pada Allah dan Rasulnya tercermin dari
kegiatan sehari-harinya. Ia masih tetap menjalankan tilawah dan muroja'ah Al-Qur’an
sebagai dzikir tiap harinya.
Tokoh yang lain seperti Paman
Hulusi, Keira, Johan, dan yang lain, menunjukkan kelihaian sang penulis
menghidupkan karakter-karakter tokoh tersebut.
v Plot
Dalam
sebuah novel, plot merupakan kerangka dasar yang sangat penting. Plot mengatur
bagaimana tindakan-tindakan harus berkaitan satu sama lain, bagaimana suatu
peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa lain, serta bagaimana tokoh
digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu. Dalam buku “How to Analyze Fiction”, Kenny mengemukakan kaidah-kaidah plot
yang meliputi plausibility (logis,
dapat dipercaya); suspense
(ketegangan yang membangkitkan rasa ingin tahu pembaca); surprise (kejutan); dan unity
(keterpaduan). Dalam AAC 2 ini Kang Abik mengemas plot dengan sangat jenius.
Jalan cerita sangat logis bahkan ada beberapa yang sesuai dengan fenomena masa
kini, ritme suspense-nya sangat terasa sejak awal saya membuka lembar pertama,
banyak kejutan-kejutan dan twist-twist yang istimewa, dan semua unsur pendukung
cerita mulai dari tema, latar, konflik, peristiwa, klimaks, penokohan semuanya
melebur menjadi keterpaduan yang manis.
v Amanat Cerita
Karya Kang Abik ini jauh lebih
berani, berani mengangkat isu-isu lokal dan global. Novel ini juga syarat
makna, dan banyak memberika pelajaran dan solusi mengenai berbagai masalah
mulai dari bab fiqh hingga sosial. Banyak hikmah dan pelajaran yang
bertebaran di novel ini. Lewat Fahri, kita belajar seimbang dalam kehidupan dunia
dan akhirat. Lewat Aisha, sebagai muslimah, saya belajar menjadi pribadi yang
tangguh dan tegar. Semua tokoh dalam setiap adegannya memberikan pelajaran
tersendiri, baik secara tersirat maupun tersurat. AAC 2 ini memberikan banyak
nasihat tanpa menggurui pembaca. Referensi-referensi yang diambil Kang Abik
dari berbagai kitab juga menambah kayanya ilmu dalam novel ini. Selain itu
banyak quote bertebaran :
“Menasihati orang lain itu mudah, tetapi
mengamalkan pada diri sendiri tidak mudah.” (halaman 401)
“Islam mengajarkan kita untuk bersikap adil dan
baik kepada siapa saja, apalagi tetangga.” (halaman 668)
Quote
yang paling bikin sedih :
"… Dan kelak di akhirat nanti, jika engkau, juga ayah
dan ibu, sudah masuk surga lalu kalian tidak menemukan aku, maka carilah aku.
Carilah aku ke neraka, aku khawatir sekali kalau terpeleset ke sana. Lalu
mintalah kepada Allah agar memasukkan aku ke dalam surga. Kalian jadilah saksi
bahwa aku pernah shalat bersama kalian, pernah membaca Al-Qur'an, dan pernah
menyebut nama Allah bersama kalian." (halaman 660)
v Point of View (Sudut Pandang)
Ada yang
cukup unik di novel AAC 2 ini. Jika di novel AAC 1 Kang Abik menggunakan sudut
pandang orang pertama (“Aku”), di AAC 2 ini Kang Abik tidak menggunakan tokoh
“Aku” sebagai sudut pandangnya, melainkan sudut pandang orang ketiga. Makin
penasaran, kan? Hmm, kereeen pokoknya!
v Cover
Covernya sangat cantik dan
memikat, ada kitab yang terbuka dan setangkai bunga mawar di atasnya. Sangat
menarik!
Dari semua kelebihan itu, tetap saja “TAK ADA KARYA YANG TAK RETAK”. Saya
masih menjumpai beberapa kesalahan dan kekurangan dalam novel AAC 2.
Banyak typo, mungkin karena novel ini terlampau
tebal jadi ada beberapa bagian yang luput dari sang editor, seperti sapaan
‘mas’, yang seharusnya ditulis menggunakan awalan huruf kapital ‘Mas’.
“Benar, mas. Dan terpaksa, saya kayaknya akan
pulang tanpa membawa gelar Ph.D Ekonomi Islam di UK. Mau bagaimana lagi? Saya
ini diktiers, mas.” (halaman 73)
Tidak konsisten dalam panggilan atau sapaan. Ada
bagian dimana Sabina memanggil Fahri dengan sebutan Tuan Fahri (halaman 229),
namun pada halaman 398, Sabina memanggil Fahri dengan sebutan Hoca, pada bagian
akhir, Sabina kembali memanggil Fahri dengan Tuan Fahri.
Ending cerita mudah ditebak, karena clue-clue yang
diberikan cukup kelihatan. Tapi, memang ada twist-twist yang tidak terduga. Hal
ini yang membuat pembaca ketagihan untuk terus melanjutkan sampai ending.
Setting atau latar tempat yang ditampilkan dengan
sangat detail sebaiknya juga dilengkapi dengan peta lokasi atau foto latar
tempatnya seperti novel Negeri 5 Menara, jadi pembaca ada gambaran yang lebih
jelas.
Novel ini teramat sangat tebal. Hehehe. Kadang
merasa tidak nyaman saat membacanya.
Terlepas dari beberapa kekurangan
tersebut, akhirnya, novel ini membuat saya semakin bersyukur menjadi seorang
Muslim. Novel ini layaknya sebuah pengingat bagi saya, tertampar dengan
pertanyaan untuk diri sendiri, “sudahkah
saya berperilaku baik pada tetangga-tetangga saya?”. Novel ini juga menjadi
motivasi untuk terus berjuang menjadi seorang muslim sejati, yang tidak
menutupi cahaya keindahan Islam. Saya sangat kagum dnegan penuturan Kang Abik
dalam novel ini. Banyak romantisme, perjuangan, dan konflik juga pelajaran
sarat hikmah yang disajikan begitu luar biasa di dalam Ayat-Ayat Cinta 2.
Barokallahu fiik Kang Abik…
Kabar baiknya, novel Ayat-Ayat
Cinta 2 akan difilmkan. Karena itu, segera baca novelnya dan rengkuh
sebanyak-banyaknya hikmah yang tersaji di dalamnya. Saya sudah membuktikan,
novel ini adalah novel pembangun jiwa. Sekarang, giliran Anda!