Bunda Darosy dan Ilham Bersaudara: Empat Permata, Buah Istimewa dari Cinta
Bagi umat muslim nama adalah do’a. Berisi harapan masa depan bagi si pemiliknya. Memberi nama anak yang
terbaik dan indah adalah kewajiban orang tua terutama
ayahnya. Namun kenyataannya, banyak orang
tua yang asal-asalan atau bahkan salah dalam memberi nama anak mereka. Ada
orang tua yang memberi nama anaknya Syathoni, Dholimi, dsb. Padahal nama merupakan do’a. Nama adalah ciri/tanda seseorang. Orang yang
diberi nama dapat mengenal dirinya atau dikenal orang lain serta memuliakannya.
Bunda
Darosy dan suami beliau, Ayah Eddy
Abddullah, sangat
berhati-hati dalam memberi nama anak-anak. Sehingga jauh sebelum anak-anak lahir, Ayah dan Bunda sudah merencanakan dan mempersiapkan nama anak-anak dengan ‘permata’. Harapannya, mereka bisa menjadi permata-permata yang bersinar dan menyinari. Selalu mengeluarkan cahaya
cemerlang bagi dirinya, orang tua, keluarga, lingkungannya dan lebih jauh bagi
agama, nusa dan bangsa.
Saat usia kehamilan
anak pertama memasuki 7
bulan, Bunda dilantik menjadi pengurus ICMI (Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia) Provinsi Jawa Tengah oleh Prof. Dr. BJ Habibi (Menristek RI
waktu itu menjabat ketua ICMI Pusat). Pada saat memberi ucapan selamat pada Bunda. Pak Habibi berpesan sambil tersenyum, “Ibu… kalau kelak anak ini lahir laki-laki, kasih nama Ilham, ya! Agar pintar seperti anak saya. Ok?” Bunda menjawab, “Insya Allah, Prof!”
Alhamdulillah, waktu lahir anak pertama laki-laki,
langsung diberi nama Ilham. Dari si sulung Ilham hingga si bungsu Kintan, semua
anak diberi nama dengan batu permata. Semuanya lahir di
Semarang. Ilham
Binar Lazuardi (7 April
1995), Taufiq Akbar Emeraldi (25 September 1996), Safira Yulia Rizqi (13 Juli 1998), dan Kintan Aulia Astari lahir (22 Juni 2000).
Nama mereka terkesan unik, tapi sebenarnya mengandung makna “batu permata” : Lazuardi (permata biru kemerahan), Emeraldi
(permata hijau), Safira (permata
biru), dan Kintan (permata putih). Ayah dan Bunda berharap, empat permata buah dari cinta mereka tersebut, akan menjadi generasi Qur’ani yang selalu
bersinar dan menyinari.
Anak adalah
karunia, rezeki, dan amanah dari Allah
SWT, karenanya mendidik, mengasuh dan membesarkan anak hendaknya jangan
sembarangan. Perlu strategi khusus agar tumbuh kembang anak dapat menuju kecerdasan ukhrowi yang maksimal, sehat
rohani, sehat jasmani, sehat emosi, dan sehat sosial sehingga berakhlaq mulia.
Ibu adalah
pendidik utama bagi anak-anaknya.
Ibu sebagai pencipta, Ibu sebagai pemelihara
suasana. Peran ini tidak bisa
digantikan oleh siapapun. Prinsip-prinsip dasar kehidupan, seperti
agama, nilai kebenaran, nilai kebaikan dan keburukan, perilaku-perilaku dasar
sangat tergantung pada pola pendidikan anak dalam keluarga. Bunda berusaha agar
bisa menjadi sahabat anak sebagai ‘jembatan emas’, menyatukan anak dan orang tua dengan
akrab dan mesra.
Setiap anak ingin diakui eksistensinya.
Sebagai orang tua, kita
harus mampu menjadi peletak pondasi yang kuat membentuk karakter mulia dengan
suasana agamis dimanapun, kapanpun dengan siapapun saja. Hal ini Bunda lakukan
dengan cara mengkombinasikan disiplin dengan dialog dua arah. Sehingga
kesannya bukan seperti komandan dengan disiplin kakunya yang hanya memerintah dan menyuruh, tapi Bunda
mengajak sehingga bunda juga
terlibat.
Bunda Darosy dan Ayah Eddy selalu berusaha
agar bisa menjadi teladan bagi anak-anak, dengan pola asuh penuh kelembutan,
penuh cinta, penuh kasih sayang tanpa kekerasan. Bunda semaksimal mungkin
memberi makanan dari rezeki
yang halal dan
menyekolahkan anak-anak dengan nuansa Islami.
Di masa keemasan anak/masa golden age,
Bunda lebih banyak melakukan pendampingan
bersama anak-anak di rumah daripada mementingkan
karier/jabatan. Bunda senang bermain bersama mereka, memahami karakteristik
masing-masing anak, dan mengimplementasikannya
di dalam proses pendidikan, karena…
1. Setiap
anak itu unik.
ü Masing-masing anak memiliki kelebihan dan kekurangan.
2. Dunia
anak adalah dunia bermain.
ü Biarkan mereka bermain
agar kreatif.
3. Setiap
karya anak itu berharga.
ü Berilah anak-anak pujian,
ciuman, kadang-kadang hadiah.
4. Setiap
anak berhak mengekspresikan keinginannya secara bebas.
ü Bunda
menanamkan sikap saling menolong,
saling menasihati, saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran dengan
cara yang arif.
5. Setiap
anak berhak mencoba dan melakukan kesalahan.
ü Bunda
membiasakan Ilham bersaudara kritis, punya prinsip dan tidak malu mengakui
kesalahannya.
ü Bunda
berusaha dalam menyikapi anak-anak saat bertengkar secara adil dan bijaksana. Semisal Fira dengan
Kintan nangis. Kintan bilang, “Bunda, Kak Fira nakal!” Bunda tidak langsung menyalahkan Fira tapi tanya
dulu pada Fira dan
Kintan bagaimana asal mula kejadiannya. Kalau memang Kintan yang salah, meskipun bungsu
tetap Bunda salahkan dan harus minta
maaf pada kakaknya. Kak
Fira pun memaafkannya dan
mereka pun saling berpelukan.
Kebanyakan para orang tua tidak adil, kakaknya yang harus mengalah agar adiknya tidak menangis. Sikap ini salah dan tidak mendidik. Sang
kakak jadi merasa salah terus, si adik jadi semau gue, ‘paling aku dibela’.
Bunda terkadang sengaja
berbuat salah dengan tujuan untuk
menumbuhkan sikap kritis pada anak-anak, misalnya masuk rumah tidak salam. Anak- anak langsung mengkritik, “Bunda kok tidak
salam? Istighfar 5x, Bunda!”
Bunda pun
langsung senyum dan menjawab,
“Iya, terimaksih anak-anakku yang shalih-shalihah, pintar, dan
cerdas, Bunda sudah
diingatkan. Astagfirullahaladhim
(5x)…”
Pernah Ayahnya sengaja
berbuat salah, sehabis Maghrib langsung menyalakan TV. Padahal sudah ada kesepakatan bersama
sehabis maghrib, TV mati dan kami
mengaji bersama.
Anak-anak : “Ayah, kok menyalakan TV? Astaghfirullahaladhim.
dimatikan donk yah! Kita ‘kan sudah janji, habis Maghrib baca Qur’an.
Istighfar 10 x !”
Ayah : “Ok, Nak. Maafkan Ayah, ya! Astaghfirullahaladhim (10x)…”
Pembiasaan
inilah yang membuat anak-anak tambah percaya diri dan kritis. Mereka pun belajar memahami kalau orang tua itu tidak selalu benar
dan butuh diingatkan juga oleh anak-anak. Jadi anak-anak tidak memiliki rasa takut pada
orang tuanya. Bunda
biasakan pada mereka bahwa takut hanya pada Allah SWT.
Sebelum
berdakwah, awalnya
Ilham Bersaudara adalah
pembaca puisi. Sejak kecil, Bunda Darosy membiasakan Ilham Bersaudara memiliki rasa percaya diri dan sikap yang kritis dengan cara Bunda
sering deklamasi, berpuisi, dan mendongeng. Bunda
sengaja tidak mengajarkan menyanyi pada anak- anak (meskipun Bunda berbakat dan
dulu pernah juara menyanyi) karena suara wanita itu aurat. Lagu sering melalaikan. Apalagi ada Fira dan Kintan gadis kecil
yang cantik, lucu, dan menggemaskan.
Seusai
mendongeng, Bunda sering menanyakan seputar isi cerita itu, tokoh jahat, tokoh
baik, apa yang mereka lakukan,
dan sebagainya.
Bunda juga memberi kesempatan mereka untuk gantian mendongeng. Mereka boleh
mendongeng apa saja. Mereka boleh bercerita berdasarkan khayalannya. Semuanya
mendapat giliran bercerita. Latihan bercerita ini membuat mereka berani
berbicara di depan orang lain.
Pernah waktu Kintan kecil berusia 3 tahun, dia dapat giliran maju
bercerita di hadapan kami semua.
Kintan bilang, “Bunda, Kintan nggak bisa!” Langsung
kakak-kakaknya bilang,
“Dede’ bisa! Ayo dicoba! Semangat, Dek!”
Kintan pun
langsung bercerita, “Pada
suatu hari, Kak
Fira digigit nyamuk, Kak
Ilham digigit semut, Kak
Taufiq digigit tikus. Sakiiit
banget! Sampai nangiiis… hu… hu… hu…”
“Horeee...”
Semua
bertepuk tangan.
“Bagus...”
“Dede’ berani!”
“Dede’
pintar bercerita!”
Bunda sering
mengikutkan anak-anak pada
lomba- lomba, bahkan lomba merangkak
pun
juga ikut! Bunda juga ikut merangkak,
memberi contoh Dede’
agar semangat mau merangkak.
Bunda tidak
mengekploitasi anak-anak agar mereka bersaing/berkompetisi baik dalam bidang keterampilan maupun intelektual hanya demi prestasi, popularitas ataupun materi.
Hal ini walaupun akan menghasilkan
anak-anak yang pintar dan terampil tetapin miskin perangai,
miskin akhlaq, dan
egois. Tujuan
Bunda mengikutkan
berbagai lomba bukan untuk mencari juara, namun Bunda ingin menumbuhkan rasa
percaya diri pada anak-anak sejak usia dini. Inilah kekuatan yang luar
biasa!
Setelah mereka
usia 3 tahun, Ilham
Bersaudara Bunda
ajarkan berpuisi yang ringan- ringan. Ada sebuah kisah. Ketika suami tidak mau buah tomat bahkan ketika tomat
itu bercampur dengan mie, juga disingkir-singkirkankan tomatnya. Bunda yang
memakannya. Padahal tomat
adalah buah yang banyak khasiat dan vitaminnya untuk membiasakan
anak-anak agar suka tomat, Bunda pun
mengajarkan puisi pada anak- anak.
BUAH
TOMAT
Buah
tomat merah warnanya
Kalau dimakan enaaak
rasanya
Mari kawan kita
mencobanya!
Agar sehat, kuat
badan kita
Alhamdulillah, ide itu jurus yang jitu!
Sewaktu berpuisi, Bunda memakai peraga tomat sungguhan yang merah dan besar. Wow, anak- anak sejak
kecil sampai sekarang semuanya suka tomat. Hehe… kecuali suami masih belum mau makan tomat.
Membaca puisi
itu berbeda dari membaca biasa. Membaca puisi harus dengan intonasi yang jelas, a, i, u, e, o-nya harus jelas, penuh
penghayatan,
agar yang mendengar bisa merasakan isi puisi. Agar bisa membaca puisi dengan
penghayatan, maka harus paham isi puisi itu. Setiap kalimat harus dipahami
maksudnya.
Ilham dan adik-adiknya tidak
pernah belajar pada seorang guru khusus. Mereka diajari oleh Bunda dan neneknya. Latihannya
sederhana, ketika hendak tampil membaca puisi, Ilham Bersaudara biasanya
membaca dulu puisinya dengan cermat. Jika ada yang kurang mereka pahami, langsung
bertanya pada Bunda. Kintan si bungsu yang masih 3 tahun pada awalnya hanya
melihat saja. Karena
belum bisa membaca,
Kintan menghafal puisinya dengan bantuan Bunda dan kakak-kakaknya menjelaskan apa maksud
isi puisinya. Semua
membaca dengan gaya masing-masing. Jika ada yang kurang pas, baru Bunda akan
memberi masukan.
Alhamdulillah, Ilham
Bersaudara disaat
lomba sering menjadi sang juara sejak usia dini. Semuanya jago berpuisi. Di kota
Semarang dan
Jawa Tengah, nama Ilham Bersaudara sudah cukup dikenal karena sering menjuarai
lomba baca puisi anak-anak. Bahkan pernah tampil membaca puisi dalam Parade Puisi bersama
Gubernur Jawa Tengah, Rektor UNDIP, dan seniman-seniman Jawa Tengah.
[***]
Masya Allah, sekelumit kisah tentang Ayah Eddy, Bunda Darosy, dan keempat pertama mereka: Ilham Bersaudara. Kini, mereka sudah beranjak dewasa. Ilham sudah menikah dan punya seorang putra yang sangat lucu dan menggemaskan dia lulusan Teknik Sipil yang kini sibuk dengan Lazuardi Construction-nya, Taufiq lulusan Teknik Sipil juga yang sedang sibuk mengerjakan banyak proyek, Fira juga lulusan S2 Teknik Sipil ITS yang 14 Januari 2023 silam dipersunting oleh Yusuf, laki-laki salih-hafiz Quran, putra ke-7 Ibu Wirianingsih, dan Kintan baru saja lulus S1 Manajemen dan sedang mempersiapkan diri untuk lanjut S2.
Dari keluarga Bunda Darosy, banyak
inspirasi dan motivasi keren yang saya sendiri dapatkan terutama dalam dunia
parenting terlebih semangat berjuang dalam dakwah. Semoga Allah senantiasa
merahmati keluarga beliau dan melimpahkan kebarokahan. Aamiin. 10 tahun sudah
saya mengenal keluarga istimewa ini, keluarga pendakwah yang sarat prestasi.
Masya Allah.