Jejak Karya

Jejak Karya

Sunday, November 29, 2009

A.P.A

Sunday, November 29, 2009 0 Comments


Hanya karena APA???
Membawa keterpurukan
Cahaya malaikat, cahaya setan
Cermin derap langkah…
Senyum yang berbaur
Tawa yang ikhlas…
Kemudian berharap!!
Bagaikan angin dan pasir…
Berhambur beterbangan
Hanya ketika sungai berhenti mengalir
Dan gunung tak bertepi barulah berpisah.
Biar dia meretak…
Atau sama sekali tak hijau
Hanya jika sungai harapan berhenti mengalir..
Dan gunung tak berdiri, barulah berpisah..
Tapi apa hari ini tak kudapati..esok untukku tak tersisa…
Hari ini kudapat semua
Tanpa sisa, esok sisapun tak kudapat
Hembusan tarian pun melemah membawa angan
Ke tempat separuh hati
Tapi kemana Ia menuju..
Berpejamkah matanya bersamaku??


(Lokasi Inspirasi : Di ruang kelas 1.3 SMA 1 Wonogiri, di bangku paling depan dari kiri no.2 buah pena : ‘TIWUNG’…hehe…kertas yang Nungma temukan saat mencari “HARTA KARUN ZAMAN PUTIH-ABU ABU”, tertanggal : 3 Mei 2003. JOIN THE “GANK BERR” X-TRA KIII…KUUUKK!!!)

TEGARLAH SANG PEMIMPI !!!

Sunday, November 29, 2009 0 Comments


Sesuatu yang tidak mungkin, sesungguhnya bukan fakta. Tapi hanya ada dalam pikiran. Pikiran kita sendiri yang memenjara diri kita, yang membatasi kemampuan diri.
Ketika berpikir kita tidak bisa, maka dengan sendirinya kita akan mencari pembenaran dari pola pikir yang kita tanam tadi. Tindakan yang kemudian diambil akan merupakan hasil dari ketidakmungkinan yang kita ciptakan sendiri.

Bila saja kita mampu mengikis rasa ketidakmungkinan dalam pikiran, maka potensi kita dengan sendirinya akan mengalir bagai air bah.
Ketidakmungkinan hanyalah masalah waktu, yang tidak mungkin di masa lalu, menjadi harapan dan cita-cita dimasa kini, dan seharusnya menjadi kenyataan di masa depan.
Tidak ada ketidakmungkinan, kecuali kita ijinkan pikiran kita sendiri yang membatasi.

Sewaktu kita mengatakan, "ah tidak mungkin bagi saya untuk mencapai hal itu", ketika itupula kita mematikan api impian dan harapan.
Ada empat kekuatan yang bisa dicoba untuk menekan ketidak-mungkinan yang menggerogoti impian kita (disadur dari artikel tulisan Mario Teguh)

1. Imajinasi
Imajinasi adalah kekuatan kreatif untuk menggambarkan keadaan ideal yang kita inginkan. Bayangkan seandainya hal yang menurut pikiran tadi tidak mungkin, menjadi hal yang sangat mungkin dan sudah terjadi. Rasakan perasaan bahagia yang ditimbulkan. Hasrat kita akan timbul dan mendorong bagi pencapaian impian kita menjadi hal yang mungkin terjadi.

2. Kecintaan
Dengan kecintaan akan memunculkan kualitas terbaik dari kita. Cintai apapun pekerjaan kita saat ini. Cintai kondisi keluarga kita saat ini. Cintai semua anugerah yang telah Tuhan berikan bagi kita. Tidak ada yang tidak mungkin bila kekuatan cinta bicara.

3. Tindakan
Lakukan satu upaya yang akan menentukan langkah kita selanjutnya. Kita tidak akan berubah bila tidak ada tindakan yang dilakukan.
Mulai dari yang paling mungkin dapat kita lakukan, sekecil apapun. Setiap tindakan kecil yang kita ambil akan menghapus jejak ketidakmungkinan menjadi sesuatu yang mungkin.
4. Kesabaran
Kesabaran akan menghantarkan kita kearah lebih baik. Sebesar apapun hasil yang didapat, hormati diri kita sendiri.
Beri penghargaan pada kekuatan sabar yang kta kelola. Sayangi diri kita, sesungguhnya Tuhan beserta orang-orang yang sabar. Sabar setelah melakukan suatu ikhtiar.

Jangan pernah hapus impian. Karena orang yang tidak punya mimpi, tidak mungkin mempunyai rencana. Sedang rencana yang masuk akal adalah proses untuk membangun kekuatan.

Hmmm…Artikel yang luar biasa bukan?? Seperti sebuah kata bijak yang pernah saya dapatkan waktu mengikuti beberapa seminar dan training motivasi berprestasi… “The future belongs to them whose believe of the beauty of their dream”

Not IMPOSSIBLE but I’M POSSIBLE…
Malam ini ku hanya membiarkan tangan ini bergerak seiring dentingan waktu…
Hembusan bayu menyayat kabut menyiratkan dingin yang membuat beku…
Huruf demi huruf tetap terangkai satu per satu…
Setiap darinya pasti mampu menyusun kata penuh makna meski sang bayu semakin kokoh dan kuat saja hembusannya…
Tapi ia tetap tegar mensejajarkan diri
Membentuk barisan yang terangkai indah dan tersusun rapi
Menyusun strategi dengan untaian kalimat yang berarti
Bahkan mampu mengubah dunia dengan segala fakta yang terbukti nyata lewat rangkaian kata yang ada
Dan pena ini tetap bergerak mencetak kata, merangkumnya menjadi tulisan yang ntah…mungkin tak jelas artinya???
Kenapa begitu sulit MEMULAI, padahal kesempatan itu begitu terbentang luas??‼
Kenapa begitu sulit BERTINDAK, padahal perencanaan sudah terangkum matang dan jelas??‼
Jangan bertanya kenapa, karena JAWABAN dari KENAPA itu akan berbalik arah pada PRIBADIMU…‼!
Karena KAMU adalah KUNCINYA dan REALISASI MIMPIMU adalah tindakan nyata wujud jawabannya…………

(Penggalan puisi yang berhasil nyasar di catatan harian saya tahun 2008, ketika diri ini ingin berbagi tentang dahsyatnya sebuah MIMPI!!!)

Hmm…berikut ada lirik sebuah lagu baru yang kelak bakal jadi soundtrack film kedua dari Tetralogi Novel Best Seller “LASKAR PELANGI” nya Andrea Hirata yang berjudul “SANG PEMIMPI”. Sebuah lagu yang dinyanyikan oleh GIGI, yang akhir-akhir ini juga selalu berhasil menghipnotis saya untuk lebih bersemangat lagi, lebih optimis lagi…karena kandungan ‘makna terdalam’ dari barisan kata-kata yang terkandung pada bait-bait lagu tersebut. LUAR BIASA DAHSYAT!!! (jadi pengin segera nonton filmnya…Insya Allah akhir Desember…)

SANG PEMIMPI
Sambut hari baru di depanmu
Sang pemimpi siap tuk melangkah
Raih tanganku jika kau ragu
Bila terjatuh ku 'kan menjaga

Kita telah berjanji bersama
Taklukan dunia ini
Menghadapi segala tantangan
Bersama.. (mengejar mimpi-mimpi)

Berteriaklah hai sang pemimpi
Kita tak 'kan berhenti disini

Bersyukurlah pada Yang Maha Kuasa
Hargailah orang-orang yang menyayangimu
Yang selalu ada setia di sisimu
Siapapun jangan kau pernah sakiti
Dalam pencarian jati dirimu
Dan semua yang kau impikan
Tegarlah sang pemimpi


(Istana KYDEN, 28 November 2009… MUMAN = MUka MerindukAn seNja)

Thursday, November 26, 2009

Absolutely, I’m Not Perfect!

Thursday, November 26, 2009 0 Comments
Pukul 00:00 tepat!!! Waktu yang ditampilkan pada layar Nokia 5300 saya saat membuka mata tadi.
Alhamdulillahilladzii ahyaanaa ba’da maa amaatanaa wa ilaihinnusyuur (Segala puji bagi Allah, yang membangunkan kami setelah ditidurkanNya dan kepadaNya kami dibangkitkan)
BANGKIT!!! Lalu men-ZERO-kan diri…
Kupercayakan hidupku ini
Atas izinMu kumampu tetap berdiri
Dan kuikhlaskan segenap diri
Dalam lirihku mohonkan petunjukMu menerangi
Garis takdirku sebagai hambaMu
Slalu bersujud mengharap cintaMu
Hidup matiku di genggamanMu
Kupasrahkan hanya padaMu
Badai merintang menghalangi
Asal Engkau tetap di hati
Tiada ragu tuk jalani takdir ini
Kuteguhkan keimanan hadapi cobaan
Karena takdir digariskan adanya ujian
Kuatkanlah hamba….


Sebuah refleksi.
Seringkali keraguan datang menggelayuti hati menyebabkan seseorang tak berani bertindak atau mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu. Dan hal itu pula yang menyebabkannya terhambat dan mungkin pula terlambat dalam mendapatkan hal yang dituju. Ini bukan hanya masalah ketakutan dan keraguan untuk memilih atau menentukan sikap. Ini juga mengenai ketidaksiapan mengalami kegagalan atau kekalahan.
Tak asing lagi bahwa setiap diri kita pasti menginginkan hal yang terbaik yang akan diperoleh. Oleh sebab itu, memiliki segala macam kriteria dalam memilih sesuatu menjadi suatu kewajaran. Kalaupun tidak akan sempurna, setidaknya kriteria-kriteria tersebut mewakili upaya untuk mencapai kesempurnaan. Maka, setiap ketidaksempurnaan yang ditemui, seharusnya pun diterima dengan wajar.
Pernahkah kita menjadi seorang yang perfeksionis? (SERING=>itu jawaban jujur dari saya pribadi lho. Banyak yang bilang (hasil polling tanggal 020209 dan beberapa isian kuesioner tentang saya) saya tuh orangnya idealis bin perfeksionis… ^^v, bisa jadi inilah kelemahan saya… tapi bisa juga inilah sifat yang menjadi kelebihan saya… Absolutely, I’m not a perfect person..). Perfeksionis, merencanakan segala sesuatu dengan rapi, teliti, penuh aturan seakan takut sesuatu yang akan dilakukan tersebut tidak berhasil atau memperoleh hasil yang jelek. Perencanaan sebenarnya adalah sebuah upaya untuk membantu hal-hal yang akan dilakukan supaya mencapai hasil yang baik, sesuai dengan tujuan semula, sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Perencanaan sebenarnya adalah salah satu alat ukur terhadap sebuah aktivitas. Keberhasilan maupun kegagalan adalah sebuah hasil yang penting untuk diketahui, namun yang lebih penting lagi adalah bagaimana PROSES aktivitas tersebut dilalui.
Bagaimanakah niat yang ada di hati ketika aktivitas tersebut dijalankan?
Hikmah apa yan telah didapat dalam menjalankan aktivitas tersebut?
Seringkali, keberhasilan yang diperoleh meninggalkan bekas yang membahagiakan. Disebut-sebut. Dibangga-banggakan, dan lama sekali baru terlupakan. Namun, bila yang ditemui adalah sebuah kegagalan.. entah apa reaksi yang terjadi. Dan bekasnya? Bisa jadi ingin dihapus dari ingatan segera. Padahal di baliknya, terdapat suatu hal yang demikian berharga. Kadang kita lupa, betapa kegagalan dapat menjadi sebuah pelajaran yang tak ternilai.
---DIAM---
---MERENUNG---
---SELESAI---
__^_^__
Kumemohon dalam sujudku padaMu
Ampunkanlah segala dosa dalam diri
Kupercaya Engkau bisa meneguhkan
Pendirianku… keimananku…
Engkau SATU CINTA yang slamanya aku cari
Tiada waktu kutinggalkan
Demi cintaku kepadaMu
Walau seribu rintangan kan menghadang dalam diri
Kuteguhkan hat
i ini hanya padaMu… kupasrahkan…
Ya Rabb, slamatkanlah hamba ini
Dari fatamorgana dunia
Ya Rabb, jauhkanlah hamba ini
Dari hidup yang sia-sia…


Ya Rabb, Semua hamba serahkan padaMu
Aamiin Ya Rabbal ‘alamiiin…
Zona Supertwin, 261109_01:57

SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 1430 H
Taqaballalahu minna wa minkum…
Semoga rahmat dan keberkahanNya senantiasa tercurah pada kita…Aamiin…

KONTEMPORERISASI ILMU PENGETAHUAN ISLAM SEBAGAI SARANA REKONSTRUKSI PERADABAN ISLAM DEMI TERWUJUDNYA KEBANGKITAN UMAT DI ERA MODERNISASI

Thursday, November 26, 2009 0 Comments
A. Ilmu sebagai Jalan Keimanan dalam Islam
Kebangkitan kembali peradaban Islam dapat dicapai jika mentalitas berpikir umat Islam bertolak dari akidah dan amaliah Islam yang benar. Dari situ kemudian bergerak dalam kerangka variabel-variabel yang berhubungan dengan segala yang bersifat konstan, cocok dengan sifat zaman, dan mempertimbangkan prediksi masa depan.
Jika kalangan penganut penafsiran materialistik berpendapat bahwa peradaban dan negara akan jatuh dan mati tanpa dapat kembali lagi, hal itu hanya berlaku bagi peradaban-peradaban materialistik, seperti Marxisme dan Ateisme. Adapun penafsiran keagamaan terhadap kebangkitan kembali peradaban Islam didasarkan pada sebuah fakta sejarah bahwa kita adalah umat yang tidak mungkin membaik, kecuali dengan landasan agama yang benar seperti pada awal turunnya, yaitu agama Islam yang hanif. Akan tetapi, perang ideologi berupaya menghapus fakta sejarah dengan maksud menjauhkan kita dari perkembangan peradaban kontemporer dan menghalangi kita dari kemajuan yang dicapai oleh bangsa-bangsa lain. Kecenderungan ini ditampakkan oleh penganut tendensi sekularistik yang datang dan merasuk di tengah-tengah kita yang tidak puas dengan keterkaitan (atau pengaitan) antara Islam dan sains (ilmu pengetahuan). Mereka memisahkan antara kriteria-kriteria materialistik dan energi-energi rohani yang mendukungnya.

Orang-orang sekuler menjauhkan agama dari kehidupan dunia, sebaliknya mereka hanya menganggap sains yang menentukan arah kehidupan di dunia. Mereka menemukan contoh tersebut pada peradaban Barat yang materialistik dimana mengusung jargon bahwa pemisahan antara agama dan sains merupakan salah satu syarat bagi berdirinya sebuah peradaban.

Menurut orang-orang sekuler, sains dengan berbagai cabangnya harus bersifat sekuler, duniawi, dan tidak bersifat keagamaan. Jika ideologi yang mereka serukan itu telah melewati masa lalunya dalam sejarah Barat, sebenarnya ia tidak cocok dengan kebiasaan dunia Islam. Ideologi itu membatasi filsafatnya dalam menafsirkan fenomena alam, fenomena manusia, dan fenomena sosial hanya pada hal-hal di dalam alam, tanpa ada peran kehendak Tuhan di dalamnya.

Kepercayaan salah yang dianut oleh beberapa negara Islam telah mengakibatkan berhentinya sains sehingga kreativitas dan penemuan menjadi lumpuh. Orang yang mengamati sejarah dan pemikiran umat manusia akan menemukan bahwa aliran pemikiran dan filsafat yang dibuat oleh manusia itu jauh dari petunjuk Allah. Aliran pemikiran dan filsafat itu terus memerlukan penyesuaian diri agar dapat memenuhi kebutuhan manusia yang selalu berkembang dan berubah, seiring dengan berjalannya waktu.
Islam telah meletakkan dasar-dasar utama bagi gerak alam raya dan kehidupan. Islam memberikan landasan yang tetap kepada umat manusia di segala zaman untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan batasan-batasannya, tanpa adanya pengekangan atas kebebasan berpikir dan melakukan penelitian ilmiah.

Al Qur’an merupakan landasan pertama bagi hal-hal yang bersifat konstan dalam Islam. Oleh karena itu, umat Islam, di setiap tempat dan waktu dituntut memperkuat keinginan dan mengasah akalnya ke arah pemahaman Al Qur’an yang dapat mengubah kehidupannya menjadi lebih baik, dapat memposisikan mereka pada posisi yang memungkinkan penyebaran ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia sebagai sebuah sistem yang bersifat Rabbani dan komprehensif serta membawa kebahagiaan umat manusia di dunia dan di akhirat. Dewasa ini, telah banyak dilakukan studi yang menyoroti sisi kemukjizatan Al Qur’an, antara lain dari segi sains pada era ilmu dan teknologi ini banyak mendapat perhatian dari para ilmuwan.

B. Wacana Baru: Islamisasi Ilmu pengetahuan
Setidaknya sejak dasawarsa 1970-an hingga sekitar awal 1990-an, berkembang sebuah wacana baru tentang Islam dan ilmu pengetahuan, dengan munculnya gagasan Islamic science (ilmu pengetahuan Islam) atau Islamization of knowledge (islamisasi ilmu). Terlepas dari siapa yang pertama menggunakan istilah ini, dalam kenyataannya ada cukup beragam (kelompok) pemikir Muslim yang memaknai istilah ini dengan berbeda-beda dan tidak jarang terdapat pertentangan di antara ragam pendapat itu. Karena yang lebih populer adalah istilah dalam bahasa Inggris itu, ada beberapa hal penting dan menarik untuk dicatat sehubungan dengan penggunaan kata “ilmu pengetahuan” atau “sains”, “islamisasi”, dan kata Islamic dalam Islamic science.
Pertama, perkembangan berbagai istilah ini menunjukkan betapa seriusnya tantangan yang dihadapkan ilmu pengetahuan modern kepada perkembangan intelektual Islam. Seperti telah dipaparkan di atas, sebetulnya ini telah mulai sejak akhir abad ke-19. Namun, tak efektifnya usaha mengejar ketertinggalan Muslim dari Barat di masa-masa sebelumnya telah mengkristal menjadi “gerakan” dengan orientasi baru ini. Pada beberapa kelompok, kedua istilah baru ini, Islamic science dan Islamization of knowledge nyatanya tampak hanya sekadar menjadi baju baru dari usaha yang telah dilakukan beberapa pemikir di masa-masa sebelumnya terkadang dengan lebih efektif.
Istilah “sains” (science) sendiri baru mendapatkan maknanya yang khas dalam perkembangan kegiatan ilmiah di dunia Barat sejak beberapa abad. Di sana “sains” dianggap sebagai model cabang ilmu yang paling unggul, karena perkembangannya yang paling pesat dibandingkan cabang-cabang ilmu lain. Anggapan tersebut yang melatarbelakangi kebiasaan bahasa Inggris modern – berbeda dengan kebanyakan bahasa lain – untuk membedakan science, sebagai istilah yang dipakai untuk ilmu pengetahuan alam atau “eksakta” (“pasti”), dari berbagai cabang ilmu pengetahuan lain, terutama ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Itulah sebabnya berkembang istilah seperti Islamic science dan terjemahan science dan Islamic science oleh sejumlah orang Indonesia dan Malaysia dengan “sains” dan “sains Islam”.

Perkembangan teknologi sebagai buah dari perkembangan ilmu pengetahuan ini juga amat memukau banyak orang, tak terkecuali Muslim. Sebagai akibat, sebagian ilmuwan Muslim hanya berusaha mengejar ketertinggalan umat Islam dengan mengambil alih secara menyeluruh teknologi dan ilmu pengetahuan Barat modern. Namun, sebagian lain tidak puas dengan sikap itu dan menuntut “islamisasi” ilmu pengetahuan atau pengembangan “ilmu pengetahuan Islam”. Para penggagas ilmu pengetahuan Islam atau islamisasi memulai argumennya dari premis bahwa ilmu pengetahuan tak bebas nilai. Karena itulah nilai-nilai sebuah agama dapat masuk dalam pembicaraan tentang ilmu pengetahuan. Maka wajar pula jika serangan terhadap gagasan ini biasanya berupa upaya mempertahankan premis penting itu.

Jelas bahwa “ilmu pengetahuan Islam” adalah sebuah istilah modern. Kita tak bisa menemukan padanan istilah ini dalam literatur Islam klasik, termasuk dalam masa yang disebut “Zaman Keemasan” Islam. Bahkan, bisa jadi istilah ini digunakan pertama kali oleh kaum orientalis ketika kajian-kajian orientalisme modern dimulai akhir abad yang lalu. Pada tahun 1920-an, misalnya, sejarawan ilmu pengetahuan George Sarton dalam karya monumentalnya menggunakan istilah ini untuk menyebut sebuah periode dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan ketika dengan dukungan penguasa, para ilmuwan Muslim (dan sebagian kecilnya, non-muslim) menghasilkan karya-karya besar dalam bidang ilmu pengetahuan. Orientalis George Anawati bahkan menyebutkan adanya upaya-upaya “islamisasi” cabang-cabang ilmu yang diperoleh terutama dari tradisi Yunani itu. Ia juga menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan alam adalah bidang yang paling sedikit terkena islamisasi dibandingkan dengan, misalnya, metafisika.
Jadi, di sini istilah “Islam(i)” digunakan untuk menyebut dua hal sekaligus: yang pertama adalah suatu periode sejarah, sebagaimana istilah “modern”, “abad pertengahan”, “klasik” atau “Yunani” digunakan; yang kedua, suatu aktivitas yang disusupi nilai-nilai Islam. Kedua makna ini kerap muncul dalam perbincangan kontemporer tentang ilmu pengetahuan modern dan Islam.

Para pemikir muslim kontemporer yang dapat mewakili wacana baru ini salah satunya bernama Ziauddin Sardar. Bukanlah suatu kebetulan jika tokoh ini terdidik di universitas-universitas Amerika dan Eropa dan terutama menulis dalam bahasa Inggris. Wacana baru ini memang berkembang terutama di kalangan komunitas intelektual Islam berbahasa Inggris, yang baru muncul secara jelas setelah paruh pertama abad ke-20 ini.

Ziauddin Sardar (l. 1951) adalah doktor di bidang fisika asal Pakistan , yang dibesarkan di Inggris. Sejak awal tahun 1980-an ia cukup rajin menulis di beberapa majalah ilmu pengetahuan terkemuka. Sebagai koresponden Nature, ia pernah berkeliling ke beberapa negara Muslim untuk meneliti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di sana , sedangkan tulisan- tulisan awalnya tentang ilmu pengetahuan Islam dipublikasikannya di New Scientist – salah satu di antaranya bahkan pernah menjadi laporan utama majalah bergengsi itu.

Sardar menekankan pembahasannya pada penciptaan suatu ilmu pengetahuan Islam kontemporer, yaitu sistem ilmu pengetahuan yang sepenuhnya didasarkan pada nilai-nilai Islam. Dibanding Nasr, misalnya, ia tak terlalu menaruh perhatian pada sistem ilmu pengetahuan yang secara aktual dikembangkan pada “Zaman Keemasan” Islam.
Di samping menganjurkan penciptaan suatu ilmu pengetahuan Islam kontemporer, Sardar juga amat keras mengkritik kelompok-kelompok lain yang tak sejalan dengannya. Ia mengkritik kelompok Muslim yang merasa bahwa dampak negatif ilmu pengetahuan modern dapat diatasi dengan menambahkan etika Islam. Argumen ini menurutnya tak sah, karena dampak ilmu pengetahuan modern juga menyangkut soal kognitif, sehingga perumusan epistemologi Islam juga amat diperlukan. Kelompok lain yang dikritiknya dengan amat keras adalah kelompok yang disebutnya mengembangkan “Bucaillisme” yang diambil dari nama Maurice Bucaille, yang buku-bukunya tentang kesesuaian al-Qur’an dengan temuan kedokteran modern menjadi best-seller di negara-negara Muslim. Praktik seperti ini menurutnya justru amat berbahaya, karena teori-teori ilmu pengetahuan dapat berubah setiap saat, sementara al-Qur’an tak boleh berubah. Dengan kata lain, kesesuaian itu tak dapat menjadi argumen bagi kebenaran al-Qur’an – sesuatu yang justru diupayakan Bucaille dan banyak sarjana Muslim lain.

Dalam mengemukakan argumen-argumennya mengenai ilmu pengetahuan Islam, Sardar selalu memulai dengan kritik-kritik amat keras terhadap ilmu pengetahuan modern. Berbeda dengan Nasr yang menggali kritiknya melalui perspektif kaum tradisionalis, Sardar dengan amat baik memanfaatkan kritik-kritik dari kalangan filsuf dan sejarawan ilmu pengetahuan Barat, kaum pemikir environmentalist (pecinta lingkungan), bahkan kelompok radikal kiri di Barat yang marak sejak tahun 1960-an. Kritik-kritiknya ini biasanya berujung pada pernyataan ketaknetralan ilmu pengetahuan modern, dan besarnya pengaruh budaya Barat modern dalam bentuk ilmu pengetahuan itu, serta dalam dampak-dampaknya.

Secara lugas dan sistematis, Sardar mengemukakan empat argumen tentang perlunya ilmu pengetahuan islami. Pertama, bahwa dalam sejarah setiap peradaban besar menciptakan sistem ilmu pengetahuannya yang berbeda-beda; kedua, peradaban Islam pun dalam sejarahnya mengembangkan sistem ilmu pengetahuan yang unik; ketiga, ilmu pengetahuan Barat bersifat destruktif terhadap umat manusia, hingga ke akar-akarnya; keempat, ilmu pengetahuan Barat tak dapat memenuhi kebutuhan material, kultural, dan spiritual masyarakat Muslim. Di titik inilah Sardar masuk untuk menawarkan alternatif Islam. Konsekuensi logis yang dapat ditarik dari kritik-kritiknya itu, adalah bahwa yang diperlukan kini adalah reorientasi radikal ilmu pengetahuan – hingga ke tingkat epistemologi dan pandangan dunianya – untuk diisi dengan nilai-nilai Islam, agar terbentuk suatu ilmu pengetahuan Islam, yang lebih sesuai dengan kebutuhan jasmaniah dan ruhaniah Muslim. Dalam bahasanya sendiri, ini adalah upaya “kontemporerisasi ilmu pengetahuan islam”.

Pembicaraan Sardar tentang ilmu pengetahuan Islam ditempatkan dalam konteks upaya pembangunan kembali peradaban Islam dalam segala aspeknya. Pandangan Sardar terhadap peradaban bersifat struktural. Di pusat peradaban ada pandangan dunia, yang tercermin dalam syariah dan epistemologi Islam yang merupakan sumber nilai-nilai bagi seluruh aspek peradaban. Ungkapan eksternal dari keduanya adalah subsistem-subsistem peradaban, seperti politik, ekonomi, juga ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, baginya, berbicara tentang peradaban Islam harus dimulai dari pembicaraan tentang pandangan dunia dan epistemologi itu.

Di sisi lain, hal ini berarti bahwa jika ia menginginkan perubahan mendasar dalam sistem ilmu pengetahuan yang sedang berlaku di dunia ini, itu berarti perubahan hingga ke masalah pandangan dunia, yaitu suatu tatanan konseptual yang dapat berfungsi (workable) dalam melahirkan sistem-sistem sosial, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Malangnya, Sardar melihat hingga kini pandangan dunia Islam yang diinginkannya itu belum terumuskan. Ia sendiri tak pernah beranjak cukup jauh dari sekadar menyarankan perlunya pembangunan kembali peradaban Islam dengan formula teoretis yang ditawarkannya. Dalam hal ilmu pengetahuan, ia tak pernah beranjak cukup jauh dari ideal-ideal “ilmu pengetahuan Islam kontemporer”-nya.
Dalam buku terakhirnya, Exploration in Islamic Science (Penyelidikan Dalam Ilmu Pengetahuan, 1989), Sardar menyebut dirinya dan beberapa rekannya (di antaranya, Munawar Ahmad Anees, Meryl Wynn Davies, dan S. Parvez Mansoor) yang sama-sama bercita-cita menciptakan ilmu pengetahuan Islam kontemporer sebagai kelompok Ijmali (kata yang maknanya bernuansa keindahan, sintesis, dan keseluruhan). Pada awalnya, kelompok ini bergabung dalam majalah bulanan Afkar/Inquiry (terbit di Inggris), yang dikhususkan untuk membahas isu-isu peradaban Islam, khususnya yang menyangkut ilmu pengetahuan dan teknologi.

Exploration bisa dianggap sebagai karya konklusif Sardar yang memuat seluruh perkembangan gagasannya – dengan beberapa argumen dan dukungan data historis baru – tentang ilmu pengetahuan Islam. Tak kurang dari separuh bukunya merupakan usaha memetakan posisi beberapa pemikir Muslim ternama tentang masalah ilmu pengetahuan dan Islam. Di antaranya ia menyebut adanya kecenderungan “Bucaillisme” yang disebut di atas, lalu mazhab Nasr yang amat kental didominasi perspektif mistisisme, kelompok mayoritas Muslim yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan itu netral dan bebas nilai sehingga agenda utamanya adalah bagaimana mengejar ketertinggalan Muslim dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua kelompok ini dikritiknya dengan amat keras. Alternatifnya adalah gagasan Sardar dan kelompok Ijmali.

Ilmu pengetahuan Islam kontemporer diajukan Sardar sebagai alternatif terhadap ilmu pengetahuan Barat, tak cuma bagi masyarakat Muslim, tetapi juga sebagai suatu sistem ilmu pengetahuan yang dapat memperbaiki dan mengubah secara radikal sistem ilmu pengetahuan yang wujud saat ini, yang telah terbukti membawa dampak-dampak negatif luar biasa bagi alam, masyarakat, dan psikologi manusia modern secara global.
Ada delapan tingkat kerja yang diajukannya untuk membangun kembali ilmu pengetahuan Islam: perumusan kembali epistemologi Islam, penyusunan metodologi ilmu pengetahuan yang baru, kajian analitis terhadap sejarah ilmu pengetahuan dan teknologi Islam, penyusunan kebijakan ilmu pengetahuan di negara-negara Muslim, penelitian empiris, pembangunan lembaga-lembaga riset, pemaduan sistem ini dalam sistem pendidikan, dan penyebaran kesadaran akan masalah-masalah ilmu pengetahuan dalam masyarakat.

C. Kecenderungan Wacana Islam dan Ilmu Pengetahuan di Indonesia
Di Indonesia, pembicaraan tentang Islam dan ilmu pengetahuan tampak sejalan dengan - dan, sebagian besarnya, mengikuti - apa yang berkembang di kalangan pemikir Muslim dunia umumnya. Hingga dasawarsa 1980-an, tulisan-tulisan tentang Islam dan ilmu pengetahuan, yang amat langka, terutama berkaitan dengan sumbangan Islam terhadap perkembangan ilmu pengetahuan modern, sejarah tokoh-tokoh ilmuwan Muslim di masa kejayaan Islam, ataupun kesejajaran ajaran Islam dengan temuan ilmu pengetahuan mutakhir. Di sini kita bisa menyebut, misalnya, karya S.I. Poeradisastra yang paling menonjol, Sumbangan Islam untuk Ilmu Pengetahuan (1981) dan beberapa buku Soedewo P.K. yang menulis tentang teori-teori mutakhir ilmu pengetahuan dan kesesuaiannya dengan tauhid dan al-Quran. Di masanya, pada tahun 1960-an, karya-karya Soedewo dapat dikatakan maju. Mungkin karena Soedewo berasal dari lingkungan Ahmadiyah, ia menjadi tak cukup menonjol, bukunya juga tak tersebar luas.

Berkaitan dengan masalah ini tampak lebih menonjol ketika kecenderungan wacana "islamisasi ilmu" berkembang di luar. Dimulai pada sekitar pertengahan tahun 1980-an, pembicaraan tentang islamisasi ilmu cukup mendominasi dan mencapai klimaksnya pada akhir dasawarsa itu.

Salah satu seminar pertama yang cukup berarti untuk dapat dikatakan menandai munculnya wacana islamisasi ilmu adalah "Diskusi Panel Epistemologi Islam", di Masjid Istiqlal, 23 November 1985 . Seperti tampak dalam makalah-makalahnya, kata "epistemologi" dalam tema diskusi panel tersebut tampaknya dipahami lebih dalam kaitannya dengan upaya penciptaan suatu ilmu pengetahuan islami daripada sebagai suatu bagian dari pengkajian filsafat pada umumnya. Varian pandangan yang muncul dalam diskusi itu pun berada dalam kerangka wacana islamisasi ilmu yang telah berkembang di luar.

Pandangan yang kontra, misalnya, muncul dari Harun Nasution, yang menulis makalah berjudul "Etika Ilmu pengetahuan dalam Islam". Inilah sebuah tema penting dalam wacana islamisasi ilmu, yang kerap diajukan sebagai alternatif dari upaya mengislamkan ilmu pengetahuan. Kalimat pertama dalam makalah Harun Nasution adalah penjelasan posisinya secara amat tegas, bahwa tak ada yang dinamakan epistemologi Islam, karena ilmu pengetahuan adalah netral, yang penting dicatat di sini, untuk menunjukkan bahwa diskusi itu ada dalam wacana islamisasi ilmu, adalah kalimat berikutnya yang menyatakan ketakpercayaan pada gagasan al-Faruqi tentang islamisasi ilmu-ilmu.

Sementara itu, makalah-makalah A.M. Saefuddin, Armahedi Mahzar, Miska M. Amien, dan Jalaluddin Rakhmat, berusaha menggali unsur-unsur epistemologi Islam dengan visi penciptaan suatu ilmu pengetahuan islami. Unsur-unsur tersebut, antara lain, adalah prinsip-prinsip metafisis yang menjadi pra-anggapan ilmu pengetahuan, cara memperoleh ilmu, sumber-sumber ilmu, dan tujuan pencarian ilmu.
Selain dalam banyak seminar, hingga pada akhir dasawarsa 1980-an, isu islamisasi ilmu amat sering muncul dalam beberapa jurnal keislaman, yang penting dicatat di sini adalah Ulumul Qur'an, yang pada edisi-edisi awalnya sempat menurunkan isu ini sebagai tema utamanya. Pada saat yang sama, dalam ruang lingkup yang lebih kecil, buletin 24-halaman Salman, yang diterbitkan oleh sekelompok mahasiswa di masjid Salman-ITB, sempat secara amat gencar membahas isu ini. Sementara dalam Ulumul Qur'an spektrum pro-kontra mengenai gagasan ini terwakili, Salman tampak hanya mewakili gagasan-gagasan yang muncul dalam Afkar-Inquiry (yaitu, "kelompok Ijmali"). Ulumul Qur'an, diterbitkan oleh Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), mencerminkan hangatnya perdebatan mengenai isu ini, hingga setidaknya tahun 1993. Sebagai jurnal kajian Islam dengan tiras terbesar, Ulumul Qur'an dapat dikatakan mewakili arus utama perbincangan intelektual Muslim. LSAF sendiri cukup banyak mensponsori berbagai diskusi, termasuk "Diskusi Panel Epistemologi Islam" di atas. Beberapa penulis yang muncul di UQ sempat mengemukakan pandangannya yang cukup komprehensif seperti, misalnya, Hana Djumhana Bustaman, yang mengembangkan psikologi islami.

Buku-buku yang diterbitkan mengenai isu ini di Indonesia , nyaris semuanya merupakan terjemahan dan hampir semua buku utama dari berbagai varian pandangan telah diterjemahkan. Dari penulis Indonesia sendiri, hanya sedikit nama yang dapat disebutkan. Sebagian besar dari mereka menulis di jurnal atau majalah keislaman, dan hanya amat sedikit yang menulis buku khusus mengenai masalah ini.
Di antara yang sedikit ini, Ahmad Baiquni menulis Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern (1983). Pandangan Baiquni - seorang fisikawan - mirip dengan Abdus Salam. Bagi Baiquni, berbicara tentang Islam dan ilmu pengetahuan berarti menunjukkan kesesuaian ayat-ayat Al Qur’an dengan temuan ilmu pengetahuan kontemporer. Ia, di antaranya, menunjukkan bahwa pandangan mutakhir tentang alam semesta yang memuai telah diisyaratkan dalam Al Qur’an.

Tokoh-tokoh lain yang dapat disebut di sini adalah Jalaluddin Rakhmat, Dawam Rahardjo, dan Armahedi Mahzar. Keakraban Rakhmat dengan metodologi penelitian membuahkan beberapa artikel yang konsisten (dimuat sebagai salah satu bab dalam bukunya Islam Alternatif) tentang Islam dan ilmu pengetahuan. Ia menekankan pada proses pencarian ilmu - mulai dari pilihan isu hingga penerapannya. Dalam setiap tahap proses itu, ajaran Islam - sebagai pranggapan metafisis maupun pertimbangan etis - dapat ambil bagian. Hasil dari proses pencarian ilmu yang tiap tahapnya diwarnai Islam ini adalah ilmu yang islami.

Sementara itu, Armahedi Mahzar jauh sebelumnya telah dikenal lewat bukunya Integralisme. Dengan apa yang disebutnya sebagai "pendekatan integralis", Armahedi berusaha menunjukkan lapis-lapis struktur ilmu pengetahuan dan di mana Islam dapat masuk untuk mewarnai lapis-lapis itu. Dengan latar belakang fisikanya, ia juga kerap menunjukkan kesesuaian temuan ilmu pengetahuan kontemporer dengan pandangan Islam di tingkat metafisika. Ini sejalan dengan munculnya literatur-literatur ilmu pengetahuan kontemporer yang diilhami oleh pengamatan akan adanya kesejajaran temuan ilmu pengetahuan, khususnya fisika, dengan pandangan tradisional (termasuk agama) yang holistis tentang alam semesta.

Populernya mazhab tradisionalisme (perenialisme) yang digagas Syed Hossein Nasr dan kawan-kawan di Indonesia pada sekitar 1994 dan 1995 ikut mewarnai wacana tentang Islam dan ilmu pengetahuan. Di sini yang banyak dibincangkan adalah pandangan holistis tentang alam semesta.

Setelah perbincangan tentang tema ini tampak melemah selama beberapa tahun di awal 1990-an, pada Agustus 1994 diadakan seminar internasional tentang Islam dan ilmu pengetahuan di IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung dengan sponsor Lembaga Mukjizat Al-Qur'an, yang berada di bawah Rabithah 'Alam Islami (Liga Dunia Islam), yang berpusat di Mekah. Sesuai dengan nama lembaga sponsor itu, penekanan seminar itu adalah pada pengungkapan kesesuaian temuan ilmu pengetahuan modern dengan ayat-ayat Al-Qur'an, yang dianggap sebagai mukjizat.

Lalu, pada Juni 1996, bersama dengan lembaga itu dan IIIT, B.J. Habibie (l. 1936) - sebagai ketua ICMI yang giat mengembangkan teknologi tinggi di Indonesia - melakukan penandatangan kesepakatan pembentukan forum bersama untuk ilmu pengetahuan, teknologi, dan sumberdaya manusia di depan Ka'bah, Mekah. Forum yang bernama International Islamic Forum for Science, Technology and Human Resources Development, (IFTIHAR, Forum Islam Antarbangsa untuk Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Sumber Daya Manusia) itu pada 6-8 Desember 1996 mengadakan konferensi pertamanya di Jakarta . Konferensi yang diikuti 400 peserta dari 50 negara itu menunjuk Habibie sebagai ketuanya, dan melahirkan rancangan aksi yang disebut Deklarasi Jakarta. Terselenggaranya konferensi ini sendiri tak bisa dilepaskan dari figur Habibie - sebagai ketua ICMI dan Menteri Riset dan Teknologi - yang melahirkan slogan "iptek dan imtak" (ilmu pengetahuan dan teknologi, dan iman dan takwa)".

Majalah Islam yang berbasis di London Impact International menjadikan peristiwa ini sebagai laporan utamanya, dengan judul "Science and The Muslim World, Breaking the Self-Exile" (Januari 1997). Seperti ditulis di situ, dari segi jumlah dan keragaman pesertanya, konferensi ini bisa disejajarkan dengan Konferensi Internasional Pertama tentang Pendidikan Islam di Mekah pada 1977. Masih dibutuhkan beberapa waktu sebelum arah dan efektivitas forum ini bisa dinilai. Namun melihat isi rancangan aksi tersebut dan dipilihnya Habibie sebagai ketua, telah tampak bahwa forum ini akan lebih pragmatis, dan mengikuti gagasan Abdus Salam dalam melakukan pemerataan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia Islam daripada terlibat dalam pembicaraan teoretis tentang pembentukan ilmu-ilmu Islami.

Dua minggu setelah konferensi internasional itu (23-24 Desember), di Universitas Islam '45 (Unisma), Bekasi, dalam lingkup yang lebih kecil diadakan seminar internasional lain bertema islamisasi ilmu. Seminar ini merupakan bagian dari rangkaian "The South-East Asian Region Seminars on the Islamization of Knowledge" dengan fokus Indonesia , yang diadakan IIIT untuk memasyarakatkan gagasan islamisasi ilmu versi lembaga itu. Banyak buku terbitan IIIT juga telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia . Sementara dari pihak Indonesia , penyelenggara seminar itu adalah M. Dawam Rahardjo, sebagai Rektor Unisma dan Ketua LSAF. Sejak awal berdirinya, Dawam juga menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Ulumul Qur'an.

Satu hal penting yang dapat disimpulkan dari seluruh perkembangan ini adalah bahwa kecenderungan wacana tentang Islam dan ilmu pengetahuan di Indonesia dapat dikatakan merupakan miniatur dari wacana serupa yang muncul di luar. Ini berkaitan baik dengan tahap-tahap perkembangan wacana itu, maupun dengan adanya spektrum pandangan-pandangan yang semuanya mendapatkan wakilnya di sini.

D. Sains (Ilmu Pengetahuan) Berperan dalam Menjelaskan Makna Ayat-Ayat Kauniah
Islam yang bersumber pada Al Qur’an dan Hadits memberikan pandangan komprehensif dan metode terpadu yang tidak memisahkan antara alam fisika dan alam metafisika, atau antara ilmu yang bersifat parsial dan tujuan ilmu itu sendiri yang bersifat universal. Islam membangun akidah tauhid yang murni dengan cara memaparkan bukti dan fakta alam raya, jauh dari ilusi-ilusi filsafat konvensional anti-Tuhan yang justru menutup cahaya ilmu dan keimanan.

Allah berfirman, “Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa Al Qur’an adalah benar dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan hati mereka tunduk kepadanya. Sesungguhnya Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman ke jalan yang lurus” (QS. Al Hajj : 54). Ungkapan yang menakjubkan ini menunjukkan hakikat hubungan antara ilmu dan iman. ilmu diikuti oleh iman secara langsung tanpa jeda, dan iman diikuti gerakan hati yang tunduk dan khusyuk kepada Allah SWT.
Al Qur’an menegaskan makna ini dalam bentuk ayat yang memuat ungkapan-ungkapan yang membangkitkan pikiran dari kelalaiannya serta memerdekakan manusia dari belenggu taklid dan jumud. Tidak diragukan lagi, bahwa Al Qur’an menjadikan aktivitas studi dan penelitian sebagai sebuah keharusan bagi umat Islam. Islam memerintah manusia untuk beribadah dan berpikir. Rasulullah saw. bersabda, “Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim”.

Islam menghendaki akidah yang dilandasi oleh dasar pengetahuan yang benar, bukan atas dasar taklid, perkiraan atau sikap menyerah yang buta. Akidah Islam, dengan berlandaskan pada ilmu yang benar, makin memperkuatnya sebagai hujah. Akidah Islam tidak takut ilmu itu akan mendatangkan hasil yang bertentangan dengan fakta dan dasar-dasar agama yang baku karena kebenaran tidak akan bertolak belakang dengan kebenaran yang lain. Jika terjadi kontradiksi secara lahir antara kebenaran ilmu dan kebenaran agama, biasanya disebabkan apa yang sebenarnya bukan ilmu dianggap sebagai ilmu dan apa yang bukan agama dianggap sebagai agama.

Atas dasar itulah, ilmu dalam perspektif Islam merupakan jalan untuk mencapai keimanan. Penelitian selalu berkaitan dengan kehendak Allah yang menjamin keberlangsungan sunah-Nya di alam raya dan kejadiannya yang berulang untuk dapat kita amati, pahami, dan manfaatkan dalam kehidupan, setelah kita mengenal perilakunya untuk membuktikan kekuasaan dan keesaan Tuhan.

SANG MUROBBI

Thursday, November 26, 2009 0 Comments



Misi keberadaan kita di dunia ini tiada lain kecuali menjadi rahmat bagi semesta alam. Allah Subhanahu Wa ta’ala berfirman, artinya : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS. 21 : 107). Rahmat dalam pengertian menebarkan kasih sayang dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi umat.

Pelaksanaan misi mulia tersebut mengharuskan kita untuk terjun dalam ranah dakwah. Ya, dakwah. Mengapa? Sebab hanya jalan dakwah –sesuai tuntunan dan contoh nabi tentunya - kasih sayang dan manfaat yang sebesar-besarnya bisa sampai dan didirasakan oleh manusia bahkan alam semesta. Sedangkan jalan selain dakwah adalah jalan yang penuh ketidakpastian dan keraguan. Jalan yang seringkali menggelincirkan seseorang kepada sikap egois . Jalan yang tidak menghantarkan pada misi mulia keberadaan manusia.

Itulah sebabnya Allah Subhanahu Wa ta’ala menjadikan jalan orang-orang yang berdakwah, menyeru kepada kebaikan (ma’ruf) dan mencegah dari kemungkaran sebagai jalan yang terbaik nan mulia sepanjang masa. Bukankah Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya : “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (QS. 41 : 33). Karena itu, amat ironis jika ada seorang muslim yang secara sadar dan sengaja meninggalkan jalan dakwah ini.

Dimensi Dakwah
Perkembangan dakwah hari ini, telah memperlihatkan dinamika yang cukup besar. Dahulu, sebagian kita mengenal dakwah dalam wujud ceramah – ceramah dari para muballigh, dari yang kondang dengan “sejuta umat” hingga kiyai pada surau –surau desa. Namun kini, dakwah menjadi begitu luas dan inklusif, selain karena ruhiyah dakwah yang memang harus demikian, walhamdulillah, keadaan umat hari ini yang semakin rusak memaksa kita untuk segera kembali memegang tali agama Allah yang suci, agar tidak terjatuh dalam “lubang”, hasil konspirasi musuh – musuh Islam, menjauhkan umatnya dari aturan – aturan ilahi yang selamat nan agung.

Dalam dimensi dakwah, kita mengenal dakwah umum (‘ammah) dan dakwah khusus (khossoh). Dakwah umum (‘ammah) adalah dakwah yang ditujukan kepada masyarakat secara umum, untuk cakupan (objek) yang luas dan tanpa adanya hubungan yang intensif antara da’i (orang yang berdakwah) dengan mad’u (orang yang didakwahi). Sebagian besar fenomena dakwah yang ada seperti di masjid – masjid, radio, televisi, media cetak dan lainnya adalah dakwah ‘ammah. Sedangkan dakwah khusus (khossoh) adalah dakwah kepada orang-orang terbatas dan cakupan (objek) tertentu. Dalam dakwah khusus ini, hubungan antara da’i dan mad’u berlangsung intensif, dengan materi – materi dan sasaran dakwah tertentu. Umumnya, mad’u pada dakwah tahapan khusus ini dikumpulkan dalam sebuah kelompok-kelompok kecil yang disebut dengan halaqah. Istilah yang biasa kita kenal sebagai usrah, tarbiyah, mentoring dan lainnya. Di dalam halaqah inilah para mad’u dibina oleh seorang murobbi (pembina)

Peran Murobbi
Dalam sebuah halaqah, murobbi bertindak sebagai qiyadah (pemimpin), ustadz (guru), walid (orang tua), dan shahabah (sahabat) bagi mad’unya. Peran yang multifungi itu mengharuskan seorang murobbi memiliki berbagai kompetensi, antara lain kompetensi untuk memimpin, mengajar, membimbing, dan bergaul. Biasanya, kompetensi dan keterampilan tersebut akan berkembang sesuai dengan bertambahnya pengetahuan dan pengalaman seseorang sebagai murobbi.

Karena itulah peran murobbi berbeda dengan peran ustadz, muballigh atau penceramah pada tataran dakwah ‘ammah. Jika peran muballigh titik tekannya pada penyampaian materi-materi Islam secara menarik dan menyentuh hati, maka murobbi memiliki peran yang lebih kompleks dari itu. Murobbi perlu melakukan hubungan yang intensif dengan mad’unya. Ia perlu mengenal “luar dalam” mad’unya melalui hubungan yang dekat dan akrab. Ia juga memiliki tanggung jawab untuk membantu permasalahan mad’unya sekaligus bertindak sebagai pembina mental, spritual, dan (bahkan) jasmani mad’unya. Peran ini relatif tidak ada pada diri seorang muballigh. Karena itulah, mencetak murobbi sukses lebih sulit daripada mencetak muballigh sukses.
Dalam skala makro, keberadaan murobbi sangat penting bagi keberlangsungan perjuangan Islam. Dari tangan murobbilah lahir kader-kader dakwah yang tangguh dan handal memperjuangkan Islam. Jika dari tangan muballigh lahir orang-orang yang “melek’ terhadap pentingnya Islam dalam kehidupan, maka murobbi melanjutkan kondisi “melek” tersebut menjadi kondisi terlibat dan terikat dalam perjuangan Islam. Urgensi murobbi dalam perjuangan Islam bukan hanya sebatas retorika atau tataran teori belaka, tapi sudah dibuktikan dalam perjalanan sejarah panjang umat Islam. Dimulai oleh Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam sendiri ketika beliau menjadi murobbi bagi para sahabatnya di Darul Arqam. Kemudian dilanjutkan oleh para ulama terdahulu salaf (terdahulu) yang shalih, sampai akhirnya dipraktekkan oleh berbagai harakah (gerakan) Islam di seluruh belahan dunia hingga saat ini. Tongkat esatafet perjuangan Islam tersebut dilakukan oleh para murobbi yang sukses membina kader- kader dakwah yang tangguh.

Kendala Yang Kerap Dihadapi
Pada intinya, umat Islam tak mungkin mencapai cita-citanya jika dari tubuh umat Islam itu sendiri belum lahir sebanyak-banyaknya murobbi handal yang ikhlas mengajak umat untuk memperjuangkan Islam. Mengingat begitu pentingnya peran murobbi dalam keberlangsungan eksistensi umat dan dakwah, sudah seharusnya kita memiliki keseriusan untuk mencetak murobbi-murobbi sukses. Namun ternyata mencetak murobbi sukses bukanlah hal yang mudah. Ada berbagai kendala yang menghadang. Kendala tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga bagian.
1. Kemauan.
Yakni, belum adanya kesadaran dan motivasi yang tinggi dari sebagian kita untuk menjadi murobbi. Hal ini mungkin disebabkan antara lain karena kita belum tahu atau tidak mau tahu akan urgensi seorang murobbi, belum percaya diri untuk menjadi murobbi, atau karena peran dan posisi murabbi dalam masyarakat Islam dianggap tidak prestisus. Padahal, ia begitu prestisus di hadapan Allah Azza Wa Jalla.

2. Kemampuan.
Yakni, minimnya pengetahuan, keterampilan dan pengalaman menjadi murobbi. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, murobbi ideal adalah sosok paripurna. Sehingga ia menjadi multifungsi yang membutuhkan berbagai kemampuan yang perlu terus ditingkatkan. Beberapa kemampuan yang perlu dimiliki, misalnya pengetahuan agama, dakwah, pendidikan, organisasi, manajemen, psikologi, dan lain-lain. Kemampuan ini masih terbatas dimiliki oleh kebanyakan umat.

3. Kesempatan.
Yakni, ketiadaan waktu dan kesempatan untuk menjadi murobbi. Kehidupan dunia yang penuh godaan materi ini membuat orang terlena untuk mengejarnya, sehingga tak punya waktu untuk memikirkan hal-hal yang strategis. Termasuk di dalamnya tak punya waktu untuk serius menjadi murobbi. Padahal keberlangsungan dan eksistensi umat sangat tergantung pada keberadaan murobbi-murobbi handal.

Mestinya, berbagai kendala tersebut dapat diatasi dengan kekuatan iman dan taqwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tanpa kekuatan iman dan taqwa, obsesi menjadi murobbi sukses menjadi musykil dilakukan.

Keutamaan Murabbi
Sebenarnya, fadhilah (keutamaan) seorang murabbi sebagai da’i bagi umat, menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran, terlalu banyak untuk kita tuliskan di sini. Akan tetapi, karena peran murabbi adalah peran yang khusus dan spesifik yang tidak ada dalam peran seorang muballigh, maka perlu untuk kita sebutkan beberapa fadhilah/keutamaan murabbi dalam sebuah halaqah tarbiyah.

1. Menjalankan Sunnah Rasul.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah membina sahabat-sahabatnya dalam sebuah halaqah. Beliau membina halaqah selama hidupnya, baik ketika di Mekah (contohnya di Darul Arqam) maupun di Madinah (contohnya majelis ilmu di Masjid Nabawi). Jadi, menjadi murobbi berarti melaksanakan sunnah rasul (kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam).

2. Mendapatkan Pahala Yang Berlipat Ganda.
Barangsiapa yang mengajarkan Islam kepada orang lain maka ia akan mendapatkan pahala. Semakin efektif sarana pengajarannya, semakin berlipat ganda pahala yang akan didapatkan. Halaqah adalah sarana yang paling efektif untuk mengajar Islam. Karena itu, menjadi murobbi akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda.

3. Mencetak Pribadi-Pribadi Unggul
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah murobbi yang telah berhasil mencetak generasi terbaik sepanjang masa. Oleh sebab itu, menjadi murobbi berarti turut membina pribadi-pribadi unggul harapan umat dan bangsa. Sangat aneh jika seorang muslim tidak mau menjadi murobbi padahal ia sebenarnya sedang melakukan tugas yang besar dan penting bagi masa depan umat dan bangsa.

4. Belajar Berbagai Keterampilan
Dengan membina, seorang murobbi akan belajar tentang berbagai hal. Misalnya, ia akan belajar tentang bagaimana cara meningkatkan kepercayaan diri, komunikasi, bergaul, mengemukakan pendapat, mempengaruhi orang lain, merencanakan sesuatu, menilai orang lain, mengatur waktu, mengkreasikan sesuatu, mendengar pendapat orang lain, mempercayai orang lain, dan lain sebagainya. Pembelajaran tersebut belum tentu didapatkan di sekolah formal. Padahal manfaatnya begitu besar, bukan hanya akan meningkatkan kualitas pembinaan selanjutnya, tapi juga bermanfaat untuk kesuksesan hidup seseorang.

5. Meningkatkan Iman Dan Taqwa.
Dengan menjadi murobbi, seseorang akan dapat meningkatkan iman dan taqwanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Secara psikologis, orang yang mengajarkan orang lain akan merasa seperti menasehati dirinya sendiri. Ia akan berupaya meningkatkan iman dan taqwanya kepada Allah seperti yang ia ajarkan kepada orang lain. Dampaknya, hidupnya akan menjadi tenang karena dekat dengan Allah dan terhindar dari kemaksiatan.


6. Melatih Diri Dalam Jama’i.
Seorang murabbi yang membina mad’u dalam sebuah kebersamaan halaqah, mampu menjadi pengatur dan manajer dalam sebuah amal jama’i yakni amal yang dibangun dalam sebuah tanzhim/manajemn dakwah. Dan pada giliran yang lain, iapun mampu menjadi salah satu pasukan dalam tataran atau barisan pelaksana. Hal ini sangat penting dalam dalam pencapaian tujuan sebuah amal jama’i.

7. Merasakan Manisnya Ukhuwah

Untuk mencapai sasaran-sasaran halaqah, murobbi dituntut mampu bekerjasama dengan peserta halaqah. Kerjasama tersebut akan berbuah pada manisnya ukhuwah Islamiyah di antara murobbi dan mad’u. Betapa banyak orang Islam yang tidak dapat merasakan manisnya ukhuwah. Namun dengan menjadi murobbi, seorang muslim akan berpeluang untuk merasakan manisnya ukhuwah.

Akhirnya
Dengan memahami peran dan urgensi seorang murobbi bagi agama dan umat, tak ada alasan lagi bagi kita untuk mengelak menjadi murobbi. Kita harus berupaya sekuat tenaga untuk menjadikan diri kita sebagai murobbi yang sukses membina mad’u. Inilah pekerjaan besar yang masih banyak “lowongannya”. Inilah tugas besar yang menanti kita untuk meresponnya. Mari menjadi murobbi!. Wallahu A’lam.

Bahan Bacaan : Menjadi Murabbi Sukses, Satria Hadi Lubis

Wednesday, November 25, 2009

AKU TAK MAU

Wednesday, November 25, 2009 0 Comments

Aku tak mau takut
Dengan ketakutan yang kusketsa sendiri
Aku tak mau resah
Dengan keresahan yang kubuat sendiri
Aku tak mau bimbang
Dengan kebimbangan yang kurangkai sendiri
Aku tak mau lemah
Dengan kelemahan yang kuciptakan sendiri
Aku tak mau bingung
Dengan kebingungan yang kuhadirkan sendiri

251109_13:56 @ Zona Supertwin
Kunci itu sudah ada di tanganku…
Saatnya memilih : MENUTUP pintu itu atau MASUK melewati pintu yang sudah terbuka lebar…
Aku harus berkata TIDAK pada rasa TAKUT, RESAH, BIMBANG, LEMAH, dan BINGUNG!
Please, don’t disturb me again!!!

BENING HATI BERBALAS SURGA

Wednesday, November 25, 2009 0 Comments
Hati yang bersih akan berpengaruh terhadap jiwa yang bersih. Jiwa yang bersih membuat anggota tubuh kita sehat dan senantiasa taat kepadaNya.
Emm, sebuah tulisan pengingatan khususnya buat saya sendiri. Sudah tiga hari ini mendapat “hadiah” dari Allah SWT berupa sakit. Komplikasi demam, flu, batuk, dan sakit kepala. Beraninya keroyokan ya mereka. AKhirnya membuat saya tak kuasa untuk melawannya. Tapi, KO-nya juga gak lama-lama kok. Alhamdulillah, hari ini sudah mendingan, buktinya sudah bisa berbagi inspirasi di sini ^^. Menjadi pengingatan juga buat saya, bisa jadi kekotoran jiwa dan hati sayalah yang membuat saya sejenak “terkapar”, mungkin lewat sakit itulah Allah mengingatkan saya.
OK, sekarang saatnya berbicara tentang HATI aja lah…
TIDAK ADA KEBAHAGIAN, KELEZATAN, KENIKMATAN DAN KEBAIKAN HATI MELAINKAN JIKA ALLAH SEBAGAI TUHANNYA, PENCIPTA YANG MAHA ESA, SEMBAHANNYA, PUNCAK TUJUANNYA DAN YANG PALING DICINTAINYA DARIPADA YANG LAIN

Hati adalah RAJA. Ialah pemberi perintah apa yang dilaksanakan oleh setiap anggota tubuh, ialah yang menerima hidayah-Nya, dan tidaklah sebuah amalan menjadi lurus dan benar kecuali bersumber dari hati yang bersih dan sehat. Firman Allah SWT:. ”(Yaitu) di hari harta dan anak laki-laki tiada lagi berguna, kecuali orang-orang yang mnghadap Allah dengan hati yang bersih (qolbun Saliim).” (Asy- Syu’ara’:89)

Hati yang sehat, seperti yang disebutkan dalam ayat di atas, ialah hati yang bersih dan selamat dari berbagai syahwat yang menyalahi perintah dan larangan Allah, dari berbagai syubhat yang bertentangan dengan berita-Nya, selamat dari pemutusan hukum selain Rasul-Nya, bersih dalam mencintai Allah, bersih dalam keta’atan dan pengharapan pada-Nya, dalam bertawakal kepada-Nya, dalam kembali kepada-Nya, dalam menghinakan diri di hadapan-Nya, dalam mengutamakan mencari ridha-Nya di segala keadaan, dan dalammenjauhi kemungkaran karena apapun.

Hati yang mati, yang tiada kehidupan di dalamnya. Ia tidak mengetahui Tuhannya, tidak menyembah sesuai dengan perintah-Nya. Ia tidak mempedulikan murka-benci atau Ridho-cinta Allah asalkan ia dapat menuruti hawa nafsu dan kelezatan dirinya. Ia menghamba selain kepada Allah; dalam cinta, takut, harap, ridha dan benci, pengagungan dan kehinaan. Jika ia mencinta maka ia mencinta karena hawa nafsunya, jika ia membenci maka ia membenci karena hawa nafsunya, jika ia memberi maka ia memberi karena hawa nafsunya, jika ia menolak maka ia menolak karena hawa nafsunya. Hawa nafsu adalah pemimpinnya, syahwat adalah komandannya, kebodohan adalah sopirnya, kelalaian adalah kendaraannya.

Hati yang sakit, adalah hati yang hidup tetapi cacat. Ia memiliki dua materi yang saling tarik menarik. Ketika ia memenangkan pertarungan maka di dalamnya terdapat kecintaan kepada Allah, keimanan, keikhlasan dan tawakal kepada-Nya, itulah materi kehidupan. Di dalamnya juga terdapat kecintaan kepada nafsu, dengki, takabur, bangga diri, kecintaan berkuasa dan membuat kerusakan di muka bumi, itulah materi yang menghancurkan dan membinasakannya

Keadaan hati pertama disebut juga oleh Rasullah SAW sebagai Hati putih yang memancarkan cahaya keimanan jika fitnah dihadapkan kepadanya maka ia menolaknya. Para sahabat Radhiyallahu Anhum menyebutnya sebagai hati murni yang di dalamnya terdapat pelita yang menyala, itulah hati orang mukmin.
Keadaan hati kedua disebut juga sebagai hati yang tertutup yaitu hati orang-orang kafir dan disebut juga sebagai hati yang terbalik yaitu hati orang-orang munafik.
Keadaan hati ketiga ialah yang bisa menimpa orang-orang muslim yang kurang waspada dalam menjaga kesehatan hatinya hingga mudah dihinggapi penyakit, bila kian parah tidak mustahil hati ini bisa menjadi mati dan membatu. Hal inilah yang perlu kita jaga dengan segenap kewaspadaan.
Berbicara tentang hati, jadi teringat sebuah kisah pada zaman Rasulullah SAW.

Suatu hari Rasulullah sedang duduk di masjid dikelilingi para sahabat. Beliau tengah mengajarkan ayat-ayat Al Qur’an. Tiba-tiba Rasulullah berhenti sejenak dan berkata, “akan hadir di antara kalian seorang calon penghuni surga.” Para sahabat pun bertanya-tanya dalam hati, siapakah orang istimewa yang dimaksud Rasulullah ini? Dengan antusias mereka menunggu kedatangan orang tersebut. Semua mata memandang ke arah pintu.
Tak berapa lama kemudian, seorang laki-laki melenggang masuk masjid. Para sahabat heran, inikah orang yang dimaksud Rasulullah? Dia tak lebih dari seorang laki-laki dari kaum kebanyakan. Dia tidak termasuk di antara sahabat utama. Dia juga bukan dari golongan tokoh Quraisy. Bahkan, tak banyak yang mengenalnya. Pun, sejauh ini tak terdengar keistimewaan dia.
Ternyata kejadian ini berulang sampai tiga kali pada hari-hari selanjutnya. Tiap kali Rasulullah berkata akan hadir di antara kalian seorang calon penghuni surga, laki-laki tersebutlah yang kemudian muncul.
Maka para sahabat pun menjadi yakin, bahwa memang laki-laki itulah yang dimasud Rasulullah. Mereka juga menjadi semakin penasaran, amalan istimewa apakah yang dimiliki laki-laki ini hingga Rasulullah menjulukinya sebagai calon penghuni surga?
Akhirnya, para sahabat pun sepakat mengutus salah seorang di antara merek untuk mengamati keseharian laki-laki ini. Maka pada suatu hari, sahabat yang diutus ini menyatakan keinginannya untuk bermalam di rumah laki-laki tersebut. Si laki-laki calon penghuni surga mempersilakannya.
Selama tinggal di rumah laki-laki tersebut, si sahabat terus-menerus mengikuti kegiatan si laki-laki calon penghuni surga. Saat si laki-laki makan, si sahabat ikut makan. Saat si laki-laki mengerjakan pekerjaan rumah, si sahabat menunggui. Tapi ternyata seluruh kegiatannya biasa saja. “Oh, mungkin ibadah malam harinya sangat bagus,” pikirnya. Tapi ketika malam tiba, si laki-laki pun bersikap biasa saja. Dia mengerjakan ibadah wajib sebagaimana biasa. Dia membaca Al Qur’an dan mengerjakan ibadah sunnah, namun tak banyak. Ketika tiba waktunya tidur, dia pun tidur dan baru bangun ketika azan subuh berkumandang.
Sungguh, si sahabat heran karena ia tak jua menemukan sesuatu yang istimewa dari laki-laki ini. Tiga malam sang sahabat bersama sang calon penghuni surga, tetapi semua tetap berlangsung biasa. Apa adanya.
Akhirnya, sahabat itu pun berterus terang akan maksudnya bermalam. Dia bercerita tentang pernyataan Rasulullah. Kemudian dia bertanya, “Wahai kawan, sesungguhnya amalan istimewa apakah yang kau lakukan sehingga disebut salah satu calon penghuni surga oleh Rasulullah?”
Si laki-laki menjawab,”Wahai sahabat, seperti yang kau lihat dalam kehidupan sehari-hariku. Aku adalah seorang muslim biasa dengan amalan biasa pula. Namun ada satu kebiasaanku yang bisa kuberitahukan kepadamu padamu. Setiap menjelang tidur, aku berusaha membersihkan hatiku. Kumaafkan orang-orang yang menyakitiku dan kubuang semua iri, dengki, dendam dan perasaan buruk kepada semua saudaraku sesama muslim. Hingga aku tidur dengan tenang dan hati ersih serta ikhlas. Barangkali itulah yang menyebabkan Rasulullah menjuluki demikian.”
Mendengar penjelasan itu, wajah sang sahabat menjadi berseri-seri. “Terima kasih kawan atas hikmah yang kau berikan. Aku akan member tahu para sahabat mengenai hal ini.” Sang sahabat pun pamit dan membawa pelajaran berharga.
Saudaraku, kisah di atas barangkali tak lagi asing. Namun tiada rugi untuk dituturkan kembali. Surga bukan hanya milik para wali, nabi, syuhada, dan ulama. Jika kita merasa hanyalah orang kebanyakan (biasa-biasa saja), itu tak berarti kita tak berhak atas nikmat surga. Karena amalan kecil pun bisa menjadi kunci masuk surga. Dan ternyata KEBERSIHAN HATI itu sangat besar nilainya.
Jangan pernah berputus asa atas rahmatNya. Sungguh Dia Maha Pemberi Karunia. Insya Allah, jika kita ikhlas, tulus, dan mengerjakan penuh cinta, Dia takkan menyia-nyiakan hambaNya.

SEMOGA MENGINSPIRASI!
HATI-HATI DENGAN HATI YA!!! :D
“Sesungguhnya dalam jasad manusia itu ada segumpal darah. Apabila ia baik, maka baiklah dirinya, namun apabila ia buruk, maka buruk jugalah diri manusia itu. Ia adalah HATI. “ (HR. Bukhari dan Muslim)

Selasa, 241109_06:40 @ Zona Supertwin

Friday, November 20, 2009

TEGAR DI JALAN DAKWAH

Friday, November 20, 2009 0 Comments
Para aktivis dakwah, di tangan kitalah harapan Islam diletakkan. Harapan agar Islam menampakkan jati dirinya sebagai rahmat bagi semesta alam. Harapan agar Islam menjadi kenyataan keseharian di tengah kehidupan masyarakat, tanpa ada fitnah dalam agam. Harapan agar Islam memimpin peradaban. Untuk itulah dakwah terus kita lakukan, untuk itulah kebenaran terus kita perjuangkan, untuk itulah perjuangan senantiasa kita tunaikan.
Hanya mereka yang mampu tegar di jalan dakwah, akan merasakan kenikmatan perjuangan. Berbagai hambatan dirasakan sebagai kenikmatan dalam beraktivitas, menabah dinamika pergerakan. Mereka tidak gentar menghadapi tantangan, sebab telah diyakini bahwa Allah akan menolong aktivis di jalanNya. Bisa jadi mereka tak punya apa-apa, namun mereka paham bahwa mereka memiliki Allah dalam dada. Dan di situlah letak kekuatan!
Hanya mereka yang mampu tegar di jalan dakwah, akan mendapat kemuliaan (‘izzah). Hanya mereka yag tegar di jalan dakwah yang memiliki optimisme dalam perjuangan, sesuatu yang amat mahal saat ini. Terlalu banyak kaum muslimin yang pesimistis terhadap masa depannya sendiri. Ia tidak memahami bahwa masa depan telah pasti di tangan Islam. Perasaan cemas dan rasa khawatir akan senantiasa menghantui orang-orang yang tidak terlibat dalam gerakan dakwah Islam.
Para aktivis dakwah, jika ada dua pilihan dalam kehidupan, untuk menjadi pemikul beban dakwah ataukah menjadi beban bagi dakwah, mengapa tidak segera memilihnya? Hanya mereka yang tegar di jalan dakwah, akan memilih alternative terbaik yang mampu mengantarkannya ke pintu gerbang kemenangan.
Inilah saat yang sangat tepat, untuk mengabdikan diri kita secara total kepada Allah dalam sebuah gerakan perjuangan mengemban misi-misi Islam. Waktu akan terus berjalan, tanpa peduli, menggilas dan meninggalkan mereka yang masih suka bersantai menyibukkan diri dalam kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat bagi kehidupan abadinya. Jadilah kader yang senantiasa jaga, tidak lalai, dan lengah.
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dan mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan membayarkan zakat. Mereka takut pada suau hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (Q.S. An Nur : 37)
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang yang merugi (Q.S. AL Munafiqun : 9)

Saatnya telah tiba, memperbaiki persiapan-persiapan kemudian melangkah secara pasti di medan dakwah yang penuh tantangan. Raih masa depan yang gilang-gemilang. Rajut peradaban yang kilau cemerlang.
LA TAHZANU WALA TAKHAFU, INALLAHA MA’ANA!!!

Uraian di atas saya ambil dari KHATIMAH dalam buku “TEGAR DI JALAN DAKWAH” karya Ustadz Cahyadi Takariawan. Buku terbitan Era Adicitra Intermedia dengan tebal 236 halaman ini harapannya mampu menjadi “BEKAL KADER DAKWAH DI MIHWAR DAULAH”. Khatimahnya di atas saja sudah bagus banget.. Apalagi isinya???
Membuka dan membacanya sekilas…SUBHANALLAH!!! (Saya belum baca sih, soalnya baru beli kemarin sore. Tapi dalam waktu dekat ini akan dibaca… SEMANGADH 37x).
Ayo, lengkapi koleksi buku antum wa antuna dengan buku terbaru Ust. Cahyadi ini (cetakan pertama bulan November 2009 lho). Harga terjangkau… Yang berminat bisa menghubungi saya (PROMOSI nih.. ^^v). Atau bisa juga memesan buku sebelumnya “MENYONGSONG MIHWAR DAULAH”, buku yang satu ini juga tidak kalah inspiratif. SUPLEMEN MENYEHATKAN BUAT KADER!!! BIKIN KADER CERDAS!!! Ayo… BELI!!!!
Buku TEGAR DI JALAN DAKWAH ini sampulnya MERAH!!! (my favourite colour… J) So, jadi bikin SEMANGADH dalam membaca dan memahami isinya yang LUAR BIASA!!!

Tunggu apa lagi??? MILIKI DAN BACALAH SEGERA!!!

Zona Supertwin, 201109_08:30

PENANTIAN

Friday, November 20, 2009 0 Comments

Mereka yang tidak menyukainya, menyebutnya membosankan,
Mereka yang bermain dengannya, menyebutnya sebuah permainan,
Mereka yang menikmatinya, menyebutnya sebuah impian,


Mengapa menanti?

Karena walaupun kita ingin mengambil satu keputusan, kita tidak ingin tergesa-gesa.
Karena walaupun kita ingin cepat-cepat, kita tidak ingin sembrono. Jika ingin berlari, belajarlah berjalan duhulu,
Jika ingin berenang, belajarlah mengapung dahulu,
Jika ingin dicintai, belajarlah mencintai dahulu.

Pada akhirnya, lebih baik menanti apa yang kita inginkan, ketimbang memilih apa yang ada.
Tetap lebih baik menanti orang yang kita cintai, ketimbang memuaskan iri dengan apa yang ada.
Tetap lebih baik menanti orang yang tepat.
Karena hidup ini terlampau singkat untuk dilewatkan bersama pilihan yang salah, karena menunggu mempunyai tujuan yang mulia dan misterius.Bunga tidak mekar dalam waktu semalam, kota Roma tidak dibangun dalam sehari.
Kehidupan dirajut dalam rahim selama sembilan bulan.
Cinta yang agung terus bertumbuh selama kehidupan.
Kebanyakan hal yang indah dalam hidup memerlukan waktu yang lama, dan penantian kita tidaklah sia-sia.
Walaupun menanti membutuhkan banyak hal, iman, keberanian, dan pengharapan…
Penantian menjanjikan satu hal yang tidak dapat seorangpun bayangkan.
Pada akhirnya, Allah dalam segala hikmat-Nya, meminta kita menanti, karena alasan yang penting…

Puisi ini saya tujukan kepada :
1. Aa’ Dodoy tersayang, semangatlah mencari bidadarimu!!!
2. My Supertwin, jangan menanti wisuda bulan Juni. Kalau Maret bisa, kenapa harus JUNI?? :D
3. Sahabat-sahabatku yang lagi dalam masa “PENANTIAN” (terutama yang sudah pada lulus) : “Saudaraku, REZEKI (jodoh, pekerjaan, kelulusan, dll) itu adalah RAHASIA ALLAH… Jika kau sedang dalam masa penantian… Bersabarlah! Semua akan indah pada waktunya. Manfaatkan masa penantianmu dengan hal yang bermanfaat. Akan tetapi, jangan sampai terlena dengan sebuah penantian… Kalau kamu hanya menanti tanpa mau berusaha, tabir rahasia-Nya itu tidak akan terbuka! So, KEEP SPIRIT & KEEP FIGHT!!!”
4. All : Banyak yang bilang “Menanti adalah pekerjaan yang paling membosankan!" Uhf… Jangan sampai deh statement itu keluar dari mulut kita. Menanti adalah pekerjaan yang menyenangkan. SANGAT MENYENANGKAN! Bagi yang masih merasa BOSAN dengan PENANTIAN, ada tips sederhana nih.. U MUST TRY!!!
a. Bawa selalu Al Qur’an dan buku bacaan di dalam tas yang kamu bawa. Saat kamu menanti, sambil mengisi waktu, kamu bisa membacanya!
b. Bawa notebook kecil dan bolpoin di tasmu. Saat kamu menanti, kamu bisa menuliskan inspirasi yang kamu dapatkan dari apa yang kamu lihat, dengar, rasakan, fikirkan saat kamu menanti…

SELAMAT MENANTI!!! ^^v

Zona Supertwin, 201109_00:02

BUKAN QURBAN BIASA (BQB_part 3)

Friday, November 20, 2009 0 Comments
Siang itu, matahari bersinar tak begitu terik karena tersapu awan kelabu. Setelah sholat Zhuhur di surau, kakek Ahmad dan Aziz bergegas menuju rumah Haji Sholeh yang terletak tak jauh dari surau. Dalam perjalanan, Aziz mengungkapkan keingintahuannya lagi.

“Kek, ceritakan lagi dong tentang hewan qurban..” pinta Aziz pada kakeknya

Dengan sabar, kakeknya menjawab pertanyaan cucunya yang masih berusia 22 tahun ini. “Ibadah qurban bisa dengan onta dan sapi untuk tujuh orang, sedangkan seekor kambing untuk satu orang. Apabila orang yang berqurban mempunyai keluarga, maka seekor kambing cukup untuk semua keluarga. Begitu pula bagi setiap orang di antara tujuh orang yang ikut serta dalam penyembelihan onta dan sapi. Jadi berqurban hukumnya wajib bagi orang yang telah berkeluarga dan sunnah bagi orang yang belum berkeluarga, dengan seekor kambing untuk seorang kepala keluarga atau sendiri bagi yang masih bujang. Sedangkan sapi dan onta untuk tujuh orang, tanpa membedakan antara yang berkeluarga dan tidak.
Hewan qurban harus disembelih setelah shalat Idul Adha, bahkan afdhalnya setelah Imam menyembelih qurbannya. Tidak sah bila disembelih sebelum shalat, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa menyembelih sebelum shalat, hendaklah menyembelih sekali lagi sebagai gantinya, dan siapa yang belum menyembelih hingga kami selesai shalat maka menyembelihlah dengan bismillah”. (Muttafaqun Alaih), berarti siapa yang menyembelih sebelum shalat maka hendaklah dia mengulangi”.
Ibnu Qayyim berkata : “Hadits ini shahih dan jelas menunjukkan bahwa sembelihan sebelum shalat tidak dianggap (qurban), sama saja apakah telah masuk waktunya atau belum. Inilah yang kita jadikan pegangan secara qath’i (pasti) dan tidak diperbolehkan (berpendapat) yang lainnya. Dan pada riwayat tersebut terdapat penjelasan bahwa yang dijadikan patokan (berqurban) adalah shalatnya Imam”.
Waktu ibadah qurban berakhir setelah matahari terbenam tanggal 13 Dzulhijjah atau akhir hari tasyriq. Hal itu berdasarkan hadits Jubair bin Mut’im dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda: “Pada setiap hari-hari tasyriq ada sembelihan”. (Dikeluarkan Imam Ahmad dan Ibnu Hibban dalam shahihnya serta Al-Baihaqi. Dan terdapat jalan lain yang menguatkan antara satu dengan riwayat yang lainnya.)
Demikian juga dari Ali bin Abi Thalib. Ini juga pendapat Al-Hanafiah dan madzhab Syafi’iyah bahwa akhir waktunya sampai terbenam matahari dari akhir hari-hari tasyriq berdasarkan hadits Imam Al-Hakim yang menunjukan hal tersebut.”

“Islam itu memang indah ya Kek.. Mengatur setiap urusan manusia dengan sebaik-baik aturan. Aziz kan nanti pengin berqurban kambing, bagaimana criteria hewan yang baik untuk diqurbankan?” tanya Aziz penuh ingin tahu.

Kakek Ahmad pun menjawab, “Hewan qurban yang terbaik adalah yang gemuk, bagus dan bertanduk, namun tidak harus jantan, berdasarkan hadits dari Anas Ibnu Malik bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berqurban dengan dua ekor kambing yang bagus dan bertanduk. Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, dan beliau meletakkan kakinya di samping binatang itu.” Dalam suatu lafazh disebutkan, “Beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri.” (Muttafaq ‘alaih). Dalam suatu lafazh disebutkan, “Dua ekor kambing gemuk.” Menurut riwayat Abu Awanah dalam kitab Shahih-nya, “Dua ekor kambing berharga” Sedangkan dalam suatu lafazh riwayat Muslim disebutkan, “Beliau membaca bismillahi wallaahu akbar.”
“Umur hewan qurban terbaik, kambing berumur dua tahun, sapi berumur tiga tahun dan onta berumur lima tahun, berdasarkan hadits Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah bersabda:
“Jangan kamu menyembelih kecuali yang musinnah. Bila kamu sulit mendapatkannya, sembelihlah kambing yang jadza’ah.” (HR. Muslim no. 1963)
Ahmad dan At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Bahwa Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sebaik-baik sembelihan adalah kambing Jadz’ah.”
Jadza’ah adalah hewan qurban; bila kambing berumur dua tahun, sapi berumur tiga tahun dan onta berumur lima tahun.

“Sebentar, kakek akan menjelaskan tentang ETIKA MENYEMBELIH QURBAN.”
Apabila seorang muslim telah bertekad dan menentukan pilihan untuk melakukan ibadah qurban maka hendaknya tidak membatalkan niatnya karena demikian itu bertentangan dengan aturan dan etika ibadah qurban. Sehingga siapa pun yang telah membeli hewan qurban kemudian membatalkan niatnya atau mati karena unsur teledor maka harus diganti dengan hewan qurban yang lainnya. Hal itu berdasarkan pendapat ulama yang paling rajih, kecuali karena faktor musibah alam di luar kemampuan manusia.
Agar ibadah qurban anda sempurna dan diterima Allah maka sebaiknya memperhatikan beberapa etika dan aturan berikut ini:
1. Membaca Bismillah Ketika Menyembelih Qurban
Berdasarkan hadits Aisyah, bahwa beliau pernah menyuruh dibawakan dua ekor kambing kibas bertanduk yang kaki, perut, dan sekitar matanya berwarna hitam. Maka, dibawakanlah hewan itu kepada beliau. Beliau pun berkata kepada Aisyah, “Wahai Aisyah, ambilkan pisau.” Kemudian bersabda lagi, “Asahlah dengan batu.” Aisyah melaksanakannya. Setelah itu beliau mengambil pisau dan kambing, lalu membaringkannya dan menyembelihnya seraya berdoa,
(Bismillah Allahumma Taqabbal Min Muhammad Wa Ali Muhammad4 Wa Min Ummati Muhammad) “Dengan nama Allah. Ya Allah, terimalah (qurban ini) dari Muhammad, keluarganya dan umatnya.” Kemudian beliau berqurban dengannya.
2. Hindari Hewan Qurban Kurang Umur
Hindari hewan qurban yang kurang umur baik onta, sapi ataupun kambing karena Abu Burdah dalam Shahihain berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya mempunyai Jadza’ah dari kambing Maiz. Lalu beliau berkata : “Sembelihlah, dan tidak boleh untuk selainmu”.
Syaikh Shidiq Hasan Khan berkata: “Para ulama sepakat bahwa tidak boleh berqurban dengan hewan onta, sapi dan ma’az kurang dari dua tahun. Kambing Jadz’u boleh menurut mereka dan tidak boleh (menyembelih) hewan yang terpotong telinganya. Namun Abu Hanifah berkata : “Apabila yang terpotong itu kurang dari separuh, maka boleh”.
3. Hewan Qurban Tidak Boleh Cacat
Dilarang berqurban dengan hewan buta, sakit, pincang kurus dan hilang setengah tanduk atau semuanya serta hewan yang putus setengah telinga atau seluruhnya, berdasarkan hadits dari Al-Barra’ bin ‘Azib, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di tengah-tengah kami dan bersabda, “Empat macam hewan yang tidak boleh dijadikan qurban, yaitu: yang tampak jelas butanya, tampak jelas sakitnya, tampak jelas pincangnya, dan hewan tua yang tidak bersumsum.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan empat orang, dan dishahihkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban)
4. Bersedekah Dengan Daging Qurban
Dianjurkan bagi orang yang berqurban untuk membagikan dagingnya kepada fakir miskin dan tetangga serta teman-teman. Bila masih tersisa maka boleh menyimpannya berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Makanlah, simpanlah dan bersedekahlah”. (Muttafaqun Alaih).
5. Tempat Penyembelihan Hewan Qurban
Menyembelih hewan qurban sebaiknya di tanah lapang yang digunakan shalat Idul Adha, dalam rangka untuk menebar syiar dan memudahkan dalam penyaluran daging serta menampakkan syi’ar agama, berdasarkan hadist Ibnu Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau menyembelih dan berqurban di Mushala”. (Diriwayatkan oleh Bukhari).
6. Larangan Seputar Ibadah Qurban
Dilarang bagi pemilik hewan qurban memotong kuku, rambut kepala dan menghilangkan rambut badan yang kusut setelah nampak hilal Dzulhijjah hingga hewan disembelih, berdasarkan hadits Ummu Salamah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Apabila engkau melihat bulan Dzul Hijjah dan salah seorang kalian hendak berqurban, maka hendaklah dia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya”.
Di dalam lafazh Muslim dan lainnya disebutkan bahwa beliau bersabda: Barangsiapa yang punya hewan qurban untuk disembelih, apabila memasuki bulan DzulHijjah, jangan sekali-kali mengambil (memotong) dari rambut dan kukunya hingga dia berqurban”.
Para ulama berbeda pendapat dalam permasalahan ini. Sa’id bin Al-Musayyib, Rabi’ah, Ahmad, Ishaq, Dawud dan sebagian pendukung Syafi’i berpendapat, bahwa diharamkan mengambil (memangkas/memotong) rambut dan kukunya sampai dia berqurban pada waktu udhiyah. Imam Syafi’i dan murid-muridnya berkata : “Makruh tanzih”.
7. Dilarang Menjual Kulit dan Daging Hewan Qurban
Dilarang bagi pemilik menjual hewan qurban baik berupa dagingnya, kulitnya dan tulangnya. Adapun orang yang diberi kulit hewan qurban boleh menjualnya kepada orang lain. Dengan demikian yang dilarang hanyalah pemilik hewan qurban bukan penerimanya, dan tidak boleh memberi ongkos kepada tukang potong (yang diambil) dari hewan qurban baik berupa daging, kulit atau yang lainnnya.
Dari Ali bin Abi Thalib ia berkata, “Rasulullah memerintahkan kepadaku untuk mengurusi qurban-qurbannya, membagi-bagikan daging, kulit dan sisa-sisanya kepada orang-orang miskin. Aku pun tidak diperbolehkan memberi sesuatu apa pun dari qurban kepada penyembelihnya.” (Muttafaq ‘alaih).

“Eh, tak terasa kita sudah sampai di depan rumah Haji Sholeh.” ujar Kakek Ahmad

“Wah… terima kasih banyak ya Kek atas ilmunya…” kata Aziz

“Ya, masih banyak ilmu tentang Islam yang masih harus kita pelajari. Jangan puas dengan satu ilmu. Jadilah PEMBELAJAR SEJATI ya Ziz..” pesan Kakek Ahmad.

“Insya Allah, Kek.” Jawab Aziz

“Assalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.. “ seru Aziz dan kakek Ahmad serempak

“Wa’alaykumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh..” jawab Haji Sholeh dari dalam rumah.

---- THE END ----
Zona Supertwin, 191109_23:37