IBU...! Ada Surga di Bawah Telapak Kaki Muliamu...!!
Keisya Avicenna
Friday, June 11, 2010
0 Comments
Menjadi ibu, bagi kita adalah mimpi-mimpi yang dilatih dengan kerinduan, cinta, dan asahan rasa. Seruak cita itu adalah fithrah paling indah yang dikaruniakan Allah. Kecenderungan , rasa, kemuliaan!
IBU...!
Mulia cukup dengan telapak kaki perjuangan. Karena tak seorang pria pun memiliki kedudukan ini : tak seorang pria pun! Demi Allah, tak seorang pria pun!
IBU...!
Panggilan yang begitu menggetarkan, membiru haru, menggemakan rasa terdalam di diri setiap wanita. Selalu dan senantiasa! Ada nuansa, cita, imaji, dan gairah setiap kali kata tiga huruf plus tiga titik dan tanda seru itu diteriakkan oleh sosok-sosok mungil yang menyambut kehadirannya.
IBU...!
Ini kata tentang perempuan madrasah agung. Tempat anak-anak mempertanyakan semesta dengan bahasa paling akrab, harapan paling memuncak, dan keingintahuan paling dalam. Ini dermaga pengaduan paling luas saat mereka merasa teraniaya. Ini belai paling menenteramkan saat mereka gelisah. Dan ini dekapan paling memberi rasa aman saat mereka ketakutan. Ibu, perpustakaan paling lengkap, kelas paling nyaman, lapangan paling lapang, tak pernah ia bisa digantikan oleh gedung-gedung tak bernyawa.
IBU...!
Panggilan yang meneguhkan status kemanusiaan. Dan kehormatan. Ibumu disebut tiga kali di depan, baru ayahmu menyusul kemudian. Begitulah Rasulullah menegaskan. Ia juga panggilan yang membawa makna perjuangan. Pegalnya membawa kandungan, susahnya posisi berbaring, dan sakitnya melahirkan. Tapi juga senyum manis di saat berdarah-darah mendengar tangis sang putera pecah.
IBU...!
Banyak wanita yang kini enggan menjadi kata itu, maka kata itu pun enggan menjadi mereka. Betapa sulit meminta wanita bersedia punya anak di Singapura misalnya. Ketika mereka menolak janji-janji kata itu, kata Ustadz Anis Matta dalam Ayah, menganggapnya sebagai gerbang menuju neraka, menganggapnya sebagai pintu penjara, kata itu justru enggan membantu mereka melepaskan diri dari jeratan kesendirian, membasuh kulit mereka yang melepuh akibat sengatan matahari. Kata itu jadi enggan menyediakan dermaga tempat mereka menambat perahu hati, berlabuh dari galau kehidupan.
IBU...!
Mungkin memang tak sesederhana itu. Karena posisi ibu adalah anugerah, yang keimanan pun bukan jaminan Allah pasti mengaruniakannya pada kita. Persis sebagaimana ‘Aisyah, Hafshah, Zainab binti Jahsy, dan lainnya. Ya, tapi mereka kan ummahatul mukminin, ibu dari semua orang beriman, kata kita. Pada posisi ini, memang. Tetapi mengandung, melahirkan, menyusui, menimang adalah bagian dari saat yang dinanti bersama hakikat kata Ibu..! Itu yang juga tak dirasai oleh ‘Aisyah sekalipun.
Atau terkadang penantian panjang, kegelisahan, kecemasan, dan kata seterusnya jika panggilan itu tak segera hadir adalah ujian lain dari Allah. Alasan kesehatan, kerawanan melahirkan pada usia tertentu, menjadi gurita kecemasan lain yang mencoraki ujian itu. Lalu Allah menjawab di antara doa hambaNya, isteri Ibrahim dengan si shalih Ishaq, isteri ‘Imran dengan si suci Maryam, dan isteri Zakariyya dengan si ‘alim Yahya. Setelah penantian panjang, doa yang menghiba, dan rasa yang tersembilu...
IBU...!
Lepas dari itu, sekali lagi adalah menakjubkan urusan orang mukmin. Persis seperti kata Rasulullah, menakjubkan! Karena setiap halnya adalah kebaikan. Dan itu tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika disinggahi nikmat, ia bersyukur, maka kesyukuran itu baik baginya. Jika ditamui musibah ia bersabar, maka sabar itu baik baginya. Jika syukur dan sabar itu dua ekor tunggangan, kata ‘Umar, aku tak peduli harus mengendarai yang mana.
Menjadi ibu hakiki, yang melahirkan ataupun tidak, setelah ikhtiar paling gigih, doa paling tulus, dan tawakkal paling terpasrah, adalah kemuliaan tanpa berkurang sepeserpun. Tidak sedikitpun. Semuanya mulia.
IBU...!
Melodi paling harmoni yang menggemakan jagad dengan jihad agungnya.
(Baarakallaahu Laka, Bahagianya Merayakan Cinta, Salim A. Fillah)
Special untuk bunda tercinta :
Selamat Hari Lahir Bunda, semoga sehat selalu, senantiasa diberi rezeki yang cukup, tak letih memberikan motivasi dan doa-doa terbaik untuk kami, senantiasa diberikan keberkahan dalam usia yang semakin senja, dan diberikan kesabaran seluas samudera dalam menghadapi setiap liku-liku kehidupan ini. Bahagiaku bersamamu di dunia, semoga kebahagiaan ini kekal sampai di jannahNya. Aamiin..
Aku mencintaimu BUNDA.... SANGAT!!!
Sebening tetesan embun pagi...
Secerah sinarnya mentari...
Bilaku tatap wajahmu oh ibu...
Ada kehangatan didalam hatiku...
Air wudhu' selalu membasahimu...
Ayat suci selalu dikumandangkan...
Suaramu penuh keluh dan kesah...
Berdoa untuk putra putrinya...
Oh ibuku...
Engkaulah wanita...
Yang ku cinta selama hidupku...
Maafkan anakmu bila ada salah...
Pengorbananmu tanpa balas jasa...
Ya Allah ampuni dosanya...
Sayangilah dia seperti menyayangiku...
Berilah dia kebahagiaan...
Di dunia juga diakhirat...
(Ibu_Sakha)
Bila kuingat masa kecilku, ku slalu menyusahkanmu
Bila kuingat masa kanakku, ku slalu mengecewakanmu
Banyak sekali pengorbananmu yang kau berikan padaku
Tanpa letih dan tanpa pamrih
Kau berikan semua itu
Engkaulah yang kukasihi
Engkaulah yang kurindu
Kuharap slalu doamu
Dari dirimu ya IBU…
Tanpa doamu takkan kuraih
Tanpa doamu takkan kucapai
Segala cita yang kuinginkan
Dari dirimu ya IBU…
(Ingatlah Ibu_Shoutul Haq)
Ku awali hidup ini dengan tangisan yang menggema
Lalu ku dipeluk dibuai dalam ikatan kasih dan cinta
Sampai saat ku mulai menapak dan mengucap kata
Hingga akhirnya ku pahami apa arti duka dan cinta
Terima Kasih Ananda haturkan tuk Bunda tercinta
Sungguh tiada mampu Ananda membalas segala jasa
Mungkin hanya ini kuasa Ananda tuk lukiskan cinta
Melalui rangkaian kata yang terpahat menjadi prosa
Ya Allah, cintai Ibuku, beri aku kesempatan untuk bisa membahagiakan
Ibu...,. Ampunilah segala dosa-dosanya dan sayangilah beliau
sebagaimana beliau menyayangi aku selagi aku kecil. Betapa aku sangat mencintainya, begitu mencintainya…
"Titip Ibuku ya Allah"
“Jagalah beliau ketika penjagaanku tak sampai padanya”
Jakarta, 110610 di sepertiga malam yang sunyi dengan rindu yang membuncah
Aisya Avicenna