Renungan untuk Sebuah Sunnah yang Bersejarah
Keisya Avicenna
Thursday, August 05, 2010
0 Comments
“Tik, cincin 5 gram harganya sekarang berapa ya?” tanya seorang sahabat yang hendak dilamar bulan Ramadhan ini.
“Tik, bulan September aku mau nikah. Datang ya... Akhirnya aku duluan, lha kamu kapan? Aku masih ingat pesanmu dulu kalau ‘Laki-laki baik akan mendapat wanita yang baik’. Mungkin aku sudah mendapatkan yang terbaik buatku. Moga kamu pun segera mendapatkan yang terbaik!” potongan percakapan via telepon dengan seorang kakak tingkat nun jauh di luar Jawa sana, sesaat setelah diri ini tiba di kost.
“Tik, nunggu apa lagi kita? Kuliah sudah selesai, udah kerja, lalu? Mungkin memang belum ketemu yang cocok saja.” Statement yang terlontar dari seorang sahabat kost yang baru saja ditelepon ibunya dan membicarakan kapan ia akan menikah.
“Hayo hayo... nikah enak lho...mantab Bu...” sebuah SMS dari seorang sahabat yang baru saja mengakhiri masa lajangnya, masuk beberapa saat setelah diri ini hendak memejamkan mata.
Hiyaaa... seharian ini kok ‘terkoneksi’ dengan satu hal ini sih? NIKAH...
Membuat diri ini merenung dan mencoba ‘melampiaskan’ renungan itu dalam rangkaian kata.
***
Menikah adalah saat di mana gerbang kesucian mulai dibentangkan
Menikah adalah saat di mana ketidaksempurnaan bukan lagi masalah yang mesti diperdebatkan
Menikah adalah saat di mana akar dirajut dari benang-benang pemikiran
Menikah adalah saat di mana syariat direngkuh sebagai tolok ukur perbuatan
Menikah adalah saat di mana ketulusan diikatkan sebagai senyum kasih sayang
Menikah adalah saat di mana kesendirian dicampakkan sebagai sebuah kebersamaan
Menikah adalah saat di mana kegelisahan beralih pada ketenangan
Menikah adalah saat di mana kehinaan beralih pada kemuliaan
Menikah adalah saat di mana peluh bergulir lanjutkan perjuangan
Menikah adalah saat di mana kesetiaan adalah harga mati yang tak bisa dilelang
Menikah adalah saat di mana bunga-bunga bersemi pada taman-taman
Menikah adalah saat di mana kemarau basah oleh sapaan air hujan
Menikah adalah saat di mana hati yang membatu lapuk oleh kasih sayang
Menikah adalah sebuah pilihan antara jalan Tuhan dan jalan setan
Menikah adalah sebuah pertimbangan antara hidayah dan kesesatan
Menikah adalah saat di mana suka dan duka saling datang
Menikah adalah saat di mana tawa dan air mata saling berdendang
Menikah adalah saat di mana ikan dan karang bersatu dalam lautan
Menikah adalah saat di mana dua hati menyatu dalam ketauhidan
Menikah adalah saat di mana syahwat tidak lagi bertebaran di jalan-jalan
Menikah adalah saat di mana ketakwaan menjadi teluk perhentian
Menikah adalah saat di mana kehangatan menyatu dalam pekatnya malam
Menikah adalah saat di mana cinta pada Allah dan rasul-Nya dititipkan
Menikah adalah saat di mana dua hati berganti peran pada kedewasaan
Menikah adalah saat di mana dua jasad menambah kekuatan dakwah peradaban
Menikah adalah saat di mana kecantikan adalah sebuah ujian
Menikah adalah saat di mana kecerewetan diperindah oleh aksesoris kesabaran
Menikah adalah saat di mana bunga-bunga mulai menyemi pada alang
Menikah adalah saat di mana bidadari-bidadari dunia turun di telaga-telaga kesejukan
Menikah adalah saat di mana jundi-jundi kecil adalah cericit burung pada dahan-dahan
Menikah adalah saat di mana pemahaman-pemahaman mulai disemikan
Menikah adalah saat di mana amal-amal mulai ditumbuhkan
Menikah adalah saat di mana keadilan mulai ditegakkan
Menikah adalah saat dimana optimisme adalah obat dari sebuah kefuturan
Menikah adalah saat di mana kecemburuan adalah rona pelangi pada awan
Menikah adalah saat di mana kesendirian menutup epik kehidupan
Menikah adalah saat di mana syahadat menjadi saksi utama penerimaan
Menikah adalah saat di mana aktivitas dibangun atas dasar ketaatan
Menikah adalah saat di mana perbedaan ciptakan kemesraan
Menikah adalah saat di mana istana tahajud dibangun pada pucuk-pucuk malam
Menikah adalah saat di mana belaian bak kumbang yang teteskan madu-madu kehidupan
Menikah adalah saat di mana senyuman bak tetesan hujan yang segarkan dedaunan dari kemarau panjang
***
Menikah adalah saat di mana goresan bayang-bayang yang terlukis pada mimpi-mimpi malam yang (semoga segera) berubah menjadi kenyataan
***
Tak perlu lagi bertanya “SIAPA?” karena Allah SWT telah memahatkan nama terbaik untuk ditulis di pusara hati kita. Tak perlu lagi bertanya “KAPAN?” karena Allah SWT sudah menetapkan bahwa semua akan indah pada waktunya. Tak perlu lagi bertanya “MENGAPA?” karena Allah SWT ingin menjaga diri kita dan Rasulullah inginkan kita mengikuti sunnahnya. Tak perlu lagi bertanya “APA?” karena Allah SWT sudah menerangkan bahwa hidup kita akan tenang dan agama kita akan lebih sempurna karenanya. Tak perlu lagi bertanya “DI MANA?” karena Allah SWT sudah memilihkan tempat terindah untuk sebuah pertemuan yang diridhoi-Nya. Tak perlu lagi bertanya “BAGAIMANA?” karena Allah SWT sudah memberitahukan jalan yang seharusnya dilalui untuk mengikrarkan janji suci.
[sebuah kontemplasi - Aisya Avicenna]
***
“Bukankah komitmen kita terhadap dakwah ini terlihat dari hal-hal yang sederhana? Bukanlah menikah di jalan dakwah itu tidak hanya terlihat saat kita menjalaninya? Namun jauh dari itu, saat kita bertekad untuk terus ada dalam tahap-tahap meluruskan niat di setiap proses menuju momen bersejarah : PERNIKAHAN. Dan... sebab kita telah ‘mengaku’ sebagai aktivis dakwah, jadi... salahkah jika orang ingin selalu membuktikan komitmen kita di setiap langkah dan sikap kita? Dan pernikahan adalah salah satu ujian komitmen bagi seorang aktivis dakwah, apakah ia mengikuti keinginan hatinya semata, atau... benar-benar menjaga orisinalitas misi dakwah sebelum, saat, dan setelah menikah? Bukankah proses itu menentukan keberkahan? Baik sebelum, saat, dan setelah menikah?” (Kado Pengantin, Rabi’ah Al Adawiyah – istri ustadz Hatta Syamsuddin, LC)
***
Kalau ingin membangun rumah yang kokoh, kuatkanlah pondasinya agar rumah itu tak mudah roboh!
***
“Jalan hidup tergantung niatmu.. Jika yakin kau akan mampu... Ingatlah Allah selalu menyertaimu...” (Ar Royan)
***
Cukup sudah renungan tentang perkara yang satu ini. Semoga menjadi sebuah perenungan untuk kita semua. Jangan sampai menjadi sebuah euforia yang melenakan karena bisa mengotori hati. Ingat, sebentar lagi Ramadhan tiba. Sambut kesuciannya dengan hati yang bersih. Jadikan Ramadhan sebagai momentum untuk memperbaiki diri! Agar yang terbaik jualah yang didapatkan. BE BETTER!!!
Tulisan ini kupersembahkan pada saudara/i ku yang telah menikah, saudara/i ku yang akan menikah, dan untuk diriku sendiri yang tengah mempersiapkannya! ^^v
Afwan jiddan atas segala khilaf
REDZone, 4 Agustus 2010_04:32
Seorang hamba yang senantiasa merindu barokah dari-Nya,
Aisya Avicenna