OLAH KREATIF KATA bareng SANG PETHUNYA!!!
Keisya Avicenna
Wednesday, April 20, 2011
0 Comments
Creative Writing #3: Being Incisive
by Casofa Fachmy on Wednesday, April 20, 2011 at 12:09am
“Engkau harus menemukan sebuah kunci; sebuah petunjuk untuk mendapatkan gaya menulismu sendiri. Sebab, yang engkau miliki hanya dua puluh enam huruf dalam abjad itu, beberapa tanda baca, dan beberapa kertas.”
-- Toni Morrison
Setiap saat kita menghadapi masalah. Bukan karena kita adalah orang yang bermasalah. Tapi sepertinya memang sudahlah menjadi tabiat dalam klan masalah untuk tetap menjadi bagian dari hirupan hari. Satu cara termungkin untuk tak menganggapnya sebagai bagian paling mengesalkan dalam kehidupan adalah dengan mengganti sudut pandang. Anggap saja ia tantangan. Pasti akan lebih seru. Jangan pernah takut gagal. Kita harus bersiap bertanding, kalah, bahkan terkapar. Mengapa? Kesiapan itulah yang utama. Ia yang akan membuat kita menang. Itulah mengapa, kita seringkali mendapati para jawara yang bermental baja dan siap mati di medan lagi, tapi justru musuhnyalah yang harus terlepas nyawanya. Kesiapan memberikan setengah lebih kekuatan untuk bertahan. Kesiapan menghadirkan setengah lebih pengerahan kemampuan.
Berapa banyak salah yang kita terakan selama proses menulis? Sering salah, berarti kreatif. Bukannya salah itu berarti kreatif. Akan tetapi, kalau kita tidak siap untuk salah, kita tidak akan pernah menghasilkan sesuatu yang orisinil. Lebih bagus kita menghasilkan sejuta kesalahan karena kita telah mencoba melakukan banyak hal. Meramu sana-sini. Menggabung ini-itu. Daripada selalu benar, tapi sebenarnya tak pernah melakukan apapun. Kita berhenti dan menikmati empuknya sofa, tapi yang lain sudah berkelana menjelajah semesta. Chicken stays, eagle flies.
Saat kesiapan menghadirkan pegangan diri yang kuat, maka kesalahan memberikan ketajaman. Proses yang berulang-ulang dan seringkali salah itulah yang kemudian mengajarkan kita tentang detail, letak dari, “Oh, seharusnya tidak ditaruh di situ.” Atau, “Oalah, kurang ini.” Tak ada yang rugi. Karena kita tengah belajar dari pengalaman. Sekali lagi, kesalahan menyuguhkan ketajaman.
Sebelum ketajaman datang, kita harus menggosoknya terlebih dahulu dengan lima hal.
Pertama, problem is no problemo. Lakukan pendekatan yang ramah dengan masalah. Ada lima macam dalam pendekatan pemecahan masalah, atau problem solving approach. Pertama, mengidentifikasinya. Ajukan sendiri pertanyaanya: permasalahan apa yang sedang dihadapi, dan apa inti masalahnya. Kedua, cari alternatif pemecahannya. Ketiga, jangan lupa evaluasi alternatifnya. Keempat, pilih kesemua alternatif terbaik tersebut, dan sesuaikan dengan syarat dan batas yang ada. Terakhir, saat pelaksaan ide-ide kreatif pemecahan masalah tersebut.
Kedua, inovate. Carilah pengetahuan seluas-luasnya. Kreatifitas tanpa knowledge, tidak akan mampu menciptakan inovasi. Saat kita berhenti belajar, maka kita berhenti mempertajam diri.
Ketiga, different angle. Untuk mengembangkan kreatifitas, hingga kita mampu melihat sesuatu berdasarkan sudut pandang yang baru, bisa memulainya dengan mengadakan riset. Dalam riset kreatif, otomatis otak kanan dan kiri akan termaksimalkan. Karena untuk menjadi kreatif, menciptakan keseimbangan fungsi otak kiri dan otak kanan adalah sesuatu yang mutlak diperlukan.
Keempat, fix it in every step. Kita tak harus mempunyai jawaban untuk setiap pertanyaan yang bertaburan di kepala. Kita tidak harus selalu menghasilkan ide-ide orisinil yang belum pernah dipikirkan orang sebelumnya. Perhatikan saja apa yang membawa keberhasilan bagi orang lain. Lalu, terapkan ke bidang kita saat ini. modifikasi sedikit. Maka kita telah melahirkan sesuatu yang kreatif. Jangan meniru secara membabi buta. Selain tidak membuat kita berkembang, juga sangat memalukan. Orang-orang kreatif tidak harus menjadi orang pertama yang melakukan atau menciptakan sesuatu. Kita dapat melakukannya atau membuat hal-hal yang sudah ada, atau hal-hal yang biasa, namun dengan cara yang tidak biasa. Lakukan kreatifitas, siapa pun adanya diri kita, dan di manapun kita berada. Lakukan sesuatu yang berbeda, meskipun butuh waktu untuk melihat dan menikmati hasilnya. Berproseslah. Jangan ingin cepat besar. Mulailah dari langkah-langkah kecil yang terus-menerus diperbaiki. Memperbaiki di tiap tahapan akan lebih kelihatan nikmatnya. We can do anything, but we can’t do everything.
Kelima, trust your idea. Setiap ide pasti bermanfaat dan menunjukkan keunikannya. Hanya saja, mungkin ide tersebut tidak cocok digunakan untuk saat ini. Hanya yakini saja. Kuat-kuat. Di masa depan, bisa jadi ide kita justru bisa menghasilkan sesuatu yang mengguncang dan membuat para epigon kewalahan.
Be incisive. Dari susunan abjad yang hanya sedemikian itu, alangkah mengharukannya jika tak bisa kita taklukkan. it’s important to be incisive enough to take action based on the information on hand. Deliberate, but don’t be afraid to act. And once you do make a decision, you must be able to make the best of it.
Creative Writing #3: Being Incisive
by Casofa Fachmy on Wednesday, April 20, 2011 at 12:09am
“Engkau harus menemukan sebuah kunci; sebuah petunjuk untuk mendapatkan gaya menulismu sendiri. Sebab, yang engkau miliki hanya dua puluh enam huruf dalam abjad itu, beberapa tanda baca, dan beberapa kertas.”
-- Toni Morrison
Setiap saat kita menghadapi masalah. Bukan karena kita adalah orang yang bermasalah. Tapi sepertinya memang sudahlah menjadi tabiat dalam klan masalah untuk tetap menjadi bagian dari hirupan hari. Satu cara termungkin untuk tak menganggapnya sebagai bagian paling mengesalkan dalam kehidupan adalah dengan mengganti sudut pandang. Anggap saja ia tantangan. Pasti akan lebih seru. Jangan pernah takut gagal. Kita harus bersiap bertanding, kalah, bahkan terkapar. Mengapa? Kesiapan itulah yang utama. Ia yang akan membuat kita menang. Itulah mengapa, kita seringkali mendapati para jawara yang bermental baja dan siap mati di medan lagi, tapi justru musuhnyalah yang harus terlepas nyawanya. Kesiapan memberikan setengah lebih kekuatan untuk bertahan. Kesiapan menghadirkan setengah lebih pengerahan kemampuan.
Berapa banyak salah yang kita terakan selama proses menulis? Sering salah, berarti kreatif. Bukannya salah itu berarti kreatif. Akan tetapi, kalau kita tidak siap untuk salah, kita tidak akan pernah menghasilkan sesuatu yang orisinil. Lebih bagus kita menghasilkan sejuta kesalahan karena kita telah mencoba melakukan banyak hal. Meramu sana-sini. Menggabung ini-itu. Daripada selalu benar, tapi sebenarnya tak pernah melakukan apapun. Kita berhenti dan menikmati empuknya sofa, tapi yang lain sudah berkelana menjelajah semesta. Chicken stays, eagle flies.
Saat kesiapan menghadirkan pegangan diri yang kuat, maka kesalahan memberikan ketajaman. Proses yang berulang-ulang dan seringkali salah itulah yang kemudian mengajarkan kita tentang detail, letak dari, “Oh, seharusnya tidak ditaruh di situ.” Atau, “Oalah, kurang ini.” Tak ada yang rugi. Karena kita tengah belajar dari pengalaman. Sekali lagi, kesalahan menyuguhkan ketajaman.
Sebelum ketajaman datang, kita harus menggosoknya terlebih dahulu dengan lima hal.
Pertama, problem is no problemo. Lakukan pendekatan yang ramah dengan masalah. Ada lima macam dalam pendekatan pemecahan masalah, atau problem solving approach. Pertama, mengidentifikasinya. Ajukan sendiri pertanyaanya: permasalahan apa yang sedang dihadapi, dan apa inti masalahnya. Kedua, cari alternatif pemecahannya. Ketiga, jangan lupa evaluasi alternatifnya. Keempat, pilih kesemua alternatif terbaik tersebut, dan sesuaikan dengan syarat dan batas yang ada. Terakhir, saat pelaksaan ide-ide kreatif pemecahan masalah tersebut.
Kedua, inovate. Carilah pengetahuan seluas-luasnya. Kreatifitas tanpa knowledge, tidak akan mampu menciptakan inovasi. Saat kita berhenti belajar, maka kita berhenti mempertajam diri.
Ketiga, different angle. Untuk mengembangkan kreatifitas, hingga kita mampu melihat sesuatu berdasarkan sudut pandang yang baru, bisa memulainya dengan mengadakan riset. Dalam riset kreatif, otomatis otak kanan dan kiri akan termaksimalkan. Karena untuk menjadi kreatif, menciptakan keseimbangan fungsi otak kiri dan otak kanan adalah sesuatu yang mutlak diperlukan.
Keempat, fix it in every step. Kita tak harus mempunyai jawaban untuk setiap pertanyaan yang bertaburan di kepala. Kita tidak harus selalu menghasilkan ide-ide orisinil yang belum pernah dipikirkan orang sebelumnya. Perhatikan saja apa yang membawa keberhasilan bagi orang lain. Lalu, terapkan ke bidang kita saat ini. modifikasi sedikit. Maka kita telah melahirkan sesuatu yang kreatif. Jangan meniru secara membabi buta. Selain tidak membuat kita berkembang, juga sangat memalukan. Orang-orang kreatif tidak harus menjadi orang pertama yang melakukan atau menciptakan sesuatu. Kita dapat melakukannya atau membuat hal-hal yang sudah ada, atau hal-hal yang biasa, namun dengan cara yang tidak biasa. Lakukan kreatifitas, siapa pun adanya diri kita, dan di manapun kita berada. Lakukan sesuatu yang berbeda, meskipun butuh waktu untuk melihat dan menikmati hasilnya. Berproseslah. Jangan ingin cepat besar. Mulailah dari langkah-langkah kecil yang terus-menerus diperbaiki. Memperbaiki di tiap tahapan akan lebih kelihatan nikmatnya. We can do anything, but we can’t do everything.
Kelima, trust your idea. Setiap ide pasti bermanfaat dan menunjukkan keunikannya. Hanya saja, mungkin ide tersebut tidak cocok digunakan untuk saat ini. Hanya yakini saja. Kuat-kuat. Di masa depan, bisa jadi ide kita justru bisa menghasilkan sesuatu yang mengguncang dan membuat para epigon kewalahan.
Be incisive. Dari susunan abjad yang hanya sedemikian itu, alangkah mengharukannya jika tak bisa kita taklukkan. it’s important to be incisive enough to take action based on the information on hand. Deliberate, but don’t be afraid to act. And once you do make a decision, you must be able to make the best of it.
Creative Writing #3: Being Incisive
by Casofa Fachmy on Wednesday, April 20, 2011 at 12:09am
“Engkau harus menemukan sebuah kunci; sebuah petunjuk untuk mendapatkan gaya menulismu sendiri. Sebab, yang engkau miliki hanya dua puluh enam huruf dalam abjad itu, beberapa tanda baca, dan beberapa kertas.”
-- Toni Morrison
Setiap saat kita menghadapi masalah. Bukan karena kita adalah orang yang bermasalah. Tapi sepertinya memang sudahlah menjadi tabiat dalam klan masalah untuk tetap menjadi bagian dari hirupan hari. Satu cara termungkin untuk tak menganggapnya sebagai bagian paling mengesalkan dalam kehidupan adalah dengan mengganti sudut pandang. Anggap saja ia tantangan. Pasti akan lebih seru. Jangan pernah takut gagal. Kita harus bersiap bertanding, kalah, bahkan terkapar. Mengapa? Kesiapan itulah yang utama. Ia yang akan membuat kita menang. Itulah mengapa, kita seringkali mendapati para jawara yang bermental baja dan siap mati di medan lagi, tapi justru musuhnyalah yang harus terlepas nyawanya. Kesiapan memberikan setengah lebih kekuatan untuk bertahan. Kesiapan menghadirkan setengah lebih pengerahan kemampuan.
Berapa banyak salah yang kita terakan selama proses menulis? Sering salah, berarti kreatif. Bukannya salah itu berarti kreatif. Akan tetapi, kalau kita tidak siap untuk salah, kita tidak akan pernah menghasilkan sesuatu yang orisinil. Lebih bagus kita menghasilkan sejuta kesalahan karena kita telah mencoba melakukan banyak hal. Meramu sana-sini. Menggabung ini-itu. Daripada selalu benar, tapi sebenarnya tak pernah melakukan apapun. Kita berhenti dan menikmati empuknya sofa, tapi yang lain sudah berkelana menjelajah semesta. Chicken stays, eagle flies.
Saat kesiapan menghadirkan pegangan diri yang kuat, maka kesalahan memberikan ketajaman. Proses yang berulang-ulang dan seringkali salah itulah yang kemudian mengajarkan kita tentang detail, letak dari, “Oh, seharusnya tidak ditaruh di situ.” Atau, “Oalah, kurang ini.” Tak ada yang rugi. Karena kita tengah belajar dari pengalaman. Sekali lagi, kesalahan menyuguhkan ketajaman.
Sebelum ketajaman datang, kita harus menggosoknya terlebih dahulu dengan lima hal.
Pertama, problem is no problemo. Lakukan pendekatan yang ramah dengan masalah. Ada lima macam dalam pendekatan pemecahan masalah, atau problem solving approach. Pertama, mengidentifikasinya. Ajukan sendiri pertanyaanya: permasalahan apa yang sedang dihadapi, dan apa inti masalahnya. Kedua, cari alternatif pemecahannya. Ketiga, jangan lupa evaluasi alternatifnya. Keempat, pilih kesemua alternatif terbaik tersebut, dan sesuaikan dengan syarat dan batas yang ada. Terakhir, saat pelaksaan ide-ide kreatif pemecahan masalah tersebut.
Kedua, inovate. Carilah pengetahuan seluas-luasnya. Kreatifitas tanpa knowledge, tidak akan mampu menciptakan inovasi. Saat kita berhenti belajar, maka kita berhenti mempertajam diri.
Ketiga, different angle. Untuk mengembangkan kreatifitas, hingga kita mampu melihat sesuatu berdasarkan sudut pandang yang baru, bisa memulainya dengan mengadakan riset. Dalam riset kreatif, otomatis otak kanan dan kiri akan termaksimalkan. Karena untuk menjadi kreatif, menciptakan keseimbangan fungsi otak kiri dan otak kanan adalah sesuatu yang mutlak diperlukan.
Keempat, fix it in every step. Kita tak harus mempunyai jawaban untuk setiap pertanyaan yang bertaburan di kepala. Kita tidak harus selalu menghasilkan ide-ide orisinil yang belum pernah dipikirkan orang sebelumnya. Perhatikan saja apa yang membawa keberhasilan bagi orang lain. Lalu, terapkan ke bidang kita saat ini. modifikasi sedikit. Maka kita telah melahirkan sesuatu yang kreatif. Jangan meniru secara membabi buta. Selain tidak membuat kita berkembang, juga sangat memalukan. Orang-orang kreatif tidak harus menjadi orang pertama yang melakukan atau menciptakan sesuatu. Kita dapat melakukannya atau membuat hal-hal yang sudah ada, atau hal-hal yang biasa, namun dengan cara yang tidak biasa. Lakukan kreatifitas, siapa pun adanya diri kita, dan di manapun kita berada. Lakukan sesuatu yang berbeda, meskipun butuh waktu untuk melihat dan menikmati hasilnya. Berproseslah. Jangan ingin cepat besar. Mulailah dari langkah-langkah kecil yang terus-menerus diperbaiki. Memperbaiki di tiap tahapan akan lebih kelihatan nikmatnya. We can do anything, but we can’t do everything.
Kelima, trust your idea. Setiap ide pasti bermanfaat dan menunjukkan keunikannya. Hanya saja, mungkin ide tersebut tidak cocok digunakan untuk saat ini. Hanya yakini saja. Kuat-kuat. Di masa depan, bisa jadi ide kita justru bisa menghasilkan sesuatu yang mengguncang dan membuat para epigon kewalahan.
Be incisive. Dari susunan abjad yang hanya sedemikian itu, alangkah mengharukannya jika tak bisa kita taklukkan. it’s important to be incisive enough to take action based on the information on hand. Deliberate, but don’t be afraid to act. And once you do make a decision, you must be able to make the best of it.
It’s Crafted with Passion
by Casofa Fachmy on Sunday, April 17, 2011 at 10:47pm
Setiap penulis mempunyai jiwa dan kepribadian sendiri untuk menyawai karyanya menjadi sajian yang unik. Ralph Waldo Emerson, esais yang merangkap penyair, dan filosof dari Paman Sam mengujarnya, “Bakat saja tak bisa membuat seseorang menjadi penulis. Harus ada jiwa di belakang sebuah buku; sebuah kepribadian, bawaaan maupun sifat, yang didedikasikan pada prinsip-prinsip yang dituliskan di sana, dan yang eksis untuk melihat dan menyatakan segalanya sesuai dengan prinsip itu, dan bukan sebaliknya.”
Berkarya berarti penaka bangunan. Setelah selesai, selalu akan ada para pembangun baru yang datang. Entah ia memberikan lagi sentuhan kesempurnaan, memugarnya menjadi lebih elok, ataupun yang datang membabat habis. Semua menempati bagiannya secara khusus. Ada yang memilih jalan panjang penuh kesungguhan; ada pula yang mengambil jalan pendek penuh keculasan. Itulah kemudian, kita mendapati setiap karya dan pengkaryanya memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada setiap penikmat karyanya.
Ada beberapa unicorn di hutan masa lampau
Riang dan putih mereka berjalan menembus bulan pucat ketika fajar mengintip
Teratai tumbuh pada jejak-jejak kaki mereka
Tapi sayang, ketika kau tersenyum kepada mereka
Dan mereka membungkuk di depanmu, mencair bagaikan embun
Dan aku menangis
Iri pada mereka
(Bulbul, Annemarie Schimmel)
Annemarie Schimmel, yang mengagumi Muhammad Iqbal ini, menerjemahkan Javidnama, karya besar pujangga Pakistan tersebut. Hingga kemudian, pemerintah Pakistan menganugerahinya Hilal Al-Imtiyaz; penghargaan teratas yang diberikan kepada warga sipil. Pada 1988, setelah tiga puluh tahun sebelumnya ia menjejak pertama kakinya di Pakistan itu, namanya dijadikan beasiswa kepada mahasiswi pascasarjana untuk melanjutkan studi di Inggris. Serunya lagi, sebuah jalanan indah Lahore dengan pepohonan di kanan kirinya yang anggun, menggunakan namanya. Karya tulisnya mencapai lebih dari 80 judul buku, dan esai serta makalah yang tak terhitung banyaknya. Di tahun 1995, ia pun mendapat penghargaan German Book Trade Peace Prize, dan mendapatkan dua puluh lima ribu euro dari Muhammad Nefi Chelebi Media Prize dalam sebuah seremoni yang berlangsung di National Islamic Archive, Jerman. Serentetan award tersebut merupakan bukti keproduktifan dan keaktifannya dalam berkarya.
Bagaimana ia melakukannya? It’s crafted with passion.
“Aku tidak menunggu mood,” kata Pearl S. Buck, “kita tidak akan mencapai apapun jika mengandalkan kondisi semacam itu. Pikiran kita harus tahu kapan ia harus bekerja...” Kalimat itu meluncur dari sosok yang mendapatkan hadiah nobel untuk sastra pada tahun 1938. Setelah menikahi seorang ahli pertanian pada tahun 1917 di Cina, ia mendapatkan seorang putri manis empat tahun kemudian. Sayangnya, sang putri menderita fenilketonuria, penyakit langka yang menyebabkan retardasi mental. Tapi dari peristiwa itu, ia justru terinspirasi untuk menyuguhkan The Child Who Never Grew kepada para pembaca. Sebagai karya terbaiknya, dunia sepakat dengan The Good Earth, yang langsung terjual 1.800.000 eksemplar pada tahun pertama tersebut. Sebuah pencapaian mencengangkan dan tak disangka. Novel ini bertahan dalam daftar best seller selama 21 bulan, dan memenangi penghargaan Pulitzer sebagai novel terbaik pada tahun itu. Beberapa novelnya kemudian dialihkan menjadi film, termasuk The Good Earth, Dragon Seed, China Sky, dan The Devil Never Sleeps. Empat puluh tahun malang-melintangnya dalam dunia menulis, telah mencatatkan delapan puluh karya, termasuk novel, skenario, kumpulan cerpen, puisi, buku anak-anak, dan juga biografi.
Bagaimana ia melakukannya? It’s crafted with passion too.
“Passion is not what you are good at. It’s what you enjoy the most.” Tutur rockstar saya dalam perkariran dalam karya apiknya Your Job is Not Your Career. Seberapa jauh, seberapa dalam, dan seberapa menikmatinya kita dalam melakukan sesuatu. Begitulah passion. Yang ada hanya keasyikan. Lalu, adakah kesulitan tidak menghadang? Ada. Bahkan justru lebih sering. Akan tetapi, ini seperti bermain kelereng saat hendak menembak sasaran. Kita merasa tertantang. Saat kena, kita riang alang kepalang. Saat meleset, kita penasaran setengah mampus. Saat kita mengerti passion apa yang harus dirawati, maka purpose of life dan values akan hadir mengalir.
Apa yang tengah kita pikirkan tentang hidup? Have enough (money, resources, things) so that we can do what we want and we can be happy. Dari slogan itu, apa yang kita dapat di akhirnya justru ketidaktenangan yang tak berujung untuk mati-matian mendapati kelegaan, kepuasaan, dan kebahagiaan. Kelihatannya simpel tapi justru tidak simpel. Jawaban paling memungkinkan adalah dengan memahami what we are, dan bukannya what we have. Mengenali sejak dini kesemua apa yang terbekali di diri sejak kita dilahirkan dengan misi-Nya: liya’budun.
Passion bukanlah hobi. Tapi lebih ke segala hal yang kita sukai dan minati sedemikian rupa, hingga di sepanjang hidup ini kita tak pernah terpikir untuk tidak melakukannya, atau melewatkan hari-hari tanpa mengerjakannya. Jadi, tidak ada kaitannya sama sekali dengan keahlian atau kebiasaan. Tapi lebih menuju ke segala hal yang berhubungan dengan penggugahan minat yang terpatri di dalam diri. Tidak hanya hal yang bersifat, “Hei, apa kamu suka melakukannya?” Kemudian dijawab, “Iya, saya suka banget!”. Tidak sekadar itu. Akan tetapi, passion harus terwakili dengan keunikan dalam bertindak, dan aktivitas yang ada nilainya –yang entah bagi diri sendiri ataupun bagi kebanyakan. Merasa terbingungkan? Seorang yang bertahun-tahun belajar ilmu kependidikan, mengambil syarat kelulusan dengan praktik kerja lapangan dalam bidang pendidikan, dan nilai ujiannya A, kemudian lulus dan mendapat gelar. Akan tetapi, kemudian lebih memilih untuk tidak terjun ke lembaga pendidikan, dan masuk dunia penerbitan dan belajar segala ilmu literasi, karena ia merasa itulah dunianya yang sebenarnya. Maka dia telah menemukan passion-nya.
Bagaimana ia melakukannya? It’s really-really crafted with passion.
Benarkah kemudian, jalan menulis memang benar-benar telah menjadi passion kita? No joy working. No passion. No purpose of life. Hidup yang seperti itu, sungguh tidak berwarna. Yang paling mengkhawatirkan, tentu ia akan lebih sering macet di tengah jalan, saat karyanya tak jua selesai dituliskan dan diterbitkan.
Dan yang seperti ini, it’s not crafted with passion.
CREATIVE WRITING_Fachmy Casofa
Kreatif berarti membiasakan diri melakukan hal-hal keren. Makanya, kreatifitas selalu datang dari kebiasaan, bukan faktor genetis. Pertanyaanya kemudian, mengapa kreatifitas diperlukan? Tanpa kreatifitas, kita takkan mempunyai nilai tambah yang membuat kita lebih maju. Tak hanya itu, kreatifitas akan membuat kita merasa lebih puas pada diri sendiri, sehingga kita menjadi termotivasi untuk berbuat lebih baik.
Kreatif berarti mempertajam added value. Oleh itulah, sebuah kreatifitas tidak harus bersifat penemuan pertama. Bisa juga, kreatifitas adalah mengubah sesuatu yang ada menjadi bernilai tambah. Dalam karya, sebagus apapun kreatifitas dalam membuatnya, terasa percuma kalau tidak tersebarkan. Atau, dalam versi lebih tinggi, ia dapat terjual. Mengapa kreatifitas harus menjual? Kalau karya kita bisa dijual, berarti orang lain menghargai karya kita sebagai hasil sebuah kreatifitas. Tetapi, menjual kreatifitas tidak melulu harus berupa uang. Sebuah kreatifitas disebut menjual apabila kreatifitas mendapatkan apresiasi. Misalnya, sudah susah-susah bikin cerpen, akan tetapi hanya dipendam di buku catatan saja, dan tidak mau mempublikasikanya di blog, ataupun tidak dikopi di catatan facebook, maka itu percuma saja. Rasanya pasti berbeda saat kita mempublikasikannya. Apresiasi akan semakin mempertajam kemampuan. Sebegitu pula dengan kritik ataupun saran.
Menjadi kreatif, berarti memulai sedini mungkin untuk membiasakan diri kreatif. Sebagai orang kreatif, kita harus berbeda dengan orang lain. Tetapi, perbedaan tersebut harus disertai alasan yang tepat. Jangan hanya berbeda. Tapi berbedalah dengan alasan tertentu. Outsider di tempat mapan yang kondisinya seperti robot ataupun cracker di zona nyaman, adalah contoh berbeda dengan alasan. Kapankah upaya-upaya kebiasaan kreatif itu akan menjadi kebiasaan? Menurut beberapa penelitian, kebiasaan kita bisa berubah untuk permanen kalau kita melkaukannya selama satu bulan. Walau ada juga yang perlu lebih dari satu bulan, namun kebanyakan orang bisa mengubah kebiasaannya setelah berubah selama satu bulan terus-menerus. Bagaimana dengan rutinitas, apakah ia menghambat kreatifitas? Tidak juga. Cara paling kreatif untuk membuat rutinitas menjadi lebih kreatif adalah dengan mengubah cara menjalankan rutinitas tersebut. Sehingga, kita terbiasa untuk melakukan hal-hal yang tidak biasa. Otak dan tubuh yang dijejali dengan hal-hal yang rutin setiap hari tidak akan bisa berkembang. Tetapi, saat otak dan tubuh dimasuki hal-hal baru yang memerlukan daya imajinasi dan kreatifitas, maka saraf otak akan terasah dengan optimal dan tubuh akan bereflek cepat. Merasa belum terbiasa kreatif? Mulailah dengan hal-hal kecil yang rutin. Melakukan sesuatu yang keliru asal tidak merugikan orang lain layak dicoba. Dalam menulis, ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kreatifitas, seperti: melihat katalog buku, mengambil ide tema dari buku luar negeri, dan disesuaikan dengan kondisi Indonesia, dan banyak cara lainnya. Dalam menulis kreatif, bacalah buku yang sesuai dengan kebutuhan saat itu. Misalnya, akan menggarap novel tentang kisah hidup seorang pembatik, maka bacalah buku-buku yang berkaitan erat dengan dunia kebatikan. Menulis novel tentang detektif, maka bacalah buku-buku yang berkaitan dengan kriminalitas dan intelijen. Bacaan yang berkaitan erat dengan keperluan yang tengah dijalani, akan memberikan wawasan dan inspirasi demi terciptanya ide-ide kreatif.
Rasanya menyenangkan membincangkan tentang creative writing. Secara rutin dan sederhana, kita akan membincangnya di sini dan seperti ini. Sampai jumpa di note selanjutnya. Doakan saya gantheng selalu.
Kreatif berarti membiasakan diri melakukan hal-hal keren. Makanya, kreatifitas selalu datang dari kebiasaan, bukan faktor genetis. Pertanyaanya kemudian, mengapa kreatifitas diperlukan? Tanpa kreatifitas, kita takkan mempunyai nilai tambah yang membuat kita lebih maju. Tak hanya itu, kreatifitas akan membuat kita merasa lebih puas pada diri sendiri, sehingga kita menjadi termotivasi untuk berbuat lebih baik.
Kreatif berarti mempertajam added value. Oleh itulah, sebuah kreatifitas tidak harus bersifat penemuan pertama. Bisa juga, kreatifitas adalah mengubah sesuatu yang ada menjadi bernilai tambah. Dalam karya, sebagus apapun kreatifitas dalam membuatnya, terasa percuma kalau tidak tersebarkan. Atau, dalam versi lebih tinggi, ia dapat terjual. Mengapa kreatifitas harus menjual? Kalau karya kita bisa dijual, berarti orang lain menghargai karya kita sebagai hasil sebuah kreatifitas. Tetapi, menjual kreatifitas tidak melulu harus berupa uang. Sebuah kreatifitas disebut menjual apabila kreatifitas mendapatkan apresiasi. Misalnya, sudah susah-susah bikin cerpen, akan tetapi hanya dipendam di buku catatan saja, dan tidak mau mempublikasikanya di blog, ataupun tidak dikopi di catatan facebook, maka itu percuma saja. Rasanya pasti berbeda saat kita mempublikasikannya. Apresiasi akan semakin mempertajam kemampuan. Sebegitu pula dengan kritik ataupun saran.
Menjadi kreatif, berarti memulai sedini mungkin untuk membiasakan diri kreatif. Sebagai orang kreatif, kita harus berbeda dengan orang lain. Tetapi, perbedaan tersebut harus disertai alasan yang tepat. Jangan hanya berbeda. Tapi berbedalah dengan alasan tertentu. Outsider di tempat mapan yang kondisinya seperti robot ataupun cracker di zona nyaman, adalah contoh berbeda dengan alasan. Kapankah upaya-upaya kebiasaan kreatif itu akan menjadi kebiasaan? Menurut beberapa penelitian, kebiasaan kita bisa berubah untuk permanen kalau kita melkaukannya selama satu bulan. Walau ada juga yang perlu lebih dari satu bulan, namun kebanyakan orang bisa mengubah kebiasaannya setelah berubah selama satu bulan terus-menerus. Bagaimana dengan rutinitas, apakah ia menghambat kreatifitas? Tidak juga. Cara paling kreatif untuk membuat rutinitas menjadi lebih kreatif adalah dengan mengubah cara menjalankan rutinitas tersebut. Sehingga, kita terbiasa untuk melakukan hal-hal yang tidak biasa. Otak dan tubuh yang dijejali dengan hal-hal yang rutin setiap hari tidak akan bisa berkembang. Tetapi, saat otak dan tubuh dimasuki hal-hal baru yang memerlukan daya imajinasi dan kreatifitas, maka saraf otak akan terasah dengan optimal dan tubuh akan bereflek cepat. Merasa belum terbiasa kreatif? Mulailah dengan hal-hal kecil yang rutin. Melakukan sesuatu yang keliru asal tidak merugikan orang lain layak dicoba. Dalam menulis, ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kreatifitas, seperti: melihat katalog buku, mengambil ide tema dari buku luar negeri, dan disesuaikan dengan kondisi Indonesia, dan banyak cara lainnya. Dalam menulis kreatif, bacalah buku yang sesuai dengan kebutuhan saat itu. Misalnya, akan menggarap novel tentang kisah hidup seorang pembatik, maka bacalah buku-buku yang berkaitan erat dengan dunia kebatikan. Menulis novel tentang detektif, maka bacalah buku-buku yang berkaitan dengan kriminalitas dan intelijen. Bacaan yang berkaitan erat dengan keperluan yang tengah dijalani, akan memberikan wawasan dan inspirasi demi terciptanya ide-ide kreatif.
Rasanya menyenangkan membincangkan tentang creative writing. Secara rutin dan sederhana, kita akan membincangnya di sini dan seperti ini. Sampai jumpa di note selanjutnya. Doakan saya gantheng selalu.