Jejak-Jejak di Ganesha [Part. 1]
Keisya Avicenna
Sunday, June 12, 2011
0 Comments
Ketika pintu pertama tertutup dan tak bisa dibuka lagi, yakinlah masih ada pintu lain yang bisa dimasuki. Memang dibutuhkan perjuangan untuk bisa menemukan kunci yang tepat!
~Ketika harapan belum bisa bersanding dengan kenyataan, yakinlah bahwa saat itu Allah Swt tengah mengajarkan kita tentang arti kesungguhan~
***
"Maaf Mbak, sudah penuh!"
"Waduh Neng, di sini nggak bisa bulanan, harus tahunan..""Wah, tinggal satu kamar... Nggak bisa berdua..."
Begitulah penolakan demi penolakan yang kami (saya dan Mbak Dy) alami saat mencari kos di daerah ITB kemarin.
Saya mencoba berbagi kisah saya kemarin ya. Sabtu, 11 Juni 2011 bertepatan dengan hari kelahiran ibu saya. Selepas Subuh saya sudah keluar kos dengan satu tujuan. Stasiun Gambir! Sempat menelepon ibu untuk mengucapkan selamat dan minta doanya karena hari ini mau berpetualang ke Bandung. Sempat juga menelepon Mbak Dy untuk meyakinkan bahwa dia sudah bangun (hehe) dan siap beli tiket di Gambir (berhubung kosnya dekat Gambir). Berhubung keretanya berangkat jam 05:45 dari Gambir, saya pun naik taksi dari Jalan Otista Raya.
"Kereta jam berapa, Mbak?" tanya sopir taksinya.
"Jam enam kurang seperempat, Pak!"
"Wah, mepet nih!"
Meski pernyataan pak sopir sempat bikin saya gusar dan tegang, saya mencoba menenangkan diri. Saya yakin, insya Allah sampai di tempat sebelum kereta datang. Taksi melaju berpacu dengan waktu hingga akhirnya sampai di depan stasiun Gambir. Alhamdulillah... Belum terlambat. Ternyata Mbak Dy masih antri di loket. Tanpa sepengetahuannya, saya mengantri di belakangnya.
"Mau ke mana, Mbak?" sifat iseng saya keluar (Mbak Dy masih serius menghadap ke depan)
"Ke Bandung!" jawabnya sambil memutar kepala searah jarum jam.
Ngik, waktu menoleh.. Tahulah dia bahwa saya sudah berdiri di belakangnya.
Kami pun membeli tiket bisnis kereta Argo Parahyangan. Kami duduk di gerbong 3 kursi 5 C dan D. Pukul 05.45 kereta pun bergerak meninggalkan stasiun. Oh ya, sebelumnya kami sempat melihat ada seorang Bapak yang tiba-tiba duduk di kursi depan kami dan mendekati seorang mahasiswi (sepertinya) yang tengah duduk sendirian. Bapak itu bermaksud meminjam HP sang Mbak karena katanya baterainya rusak. Tanpa bermaksud su'udzon, saya dan Mbak Dy waspada dan menguping pembicaraan di depan kami. Karena sebelumnya Mbak Dy mendapat pesan dari Mel (rekan kerjanya) agar lebih berhati-hati di stasiun karena beberapa waktu yang lalu Mel sempat juga didatangi seorang laki-laki necis yang sepertinya berniat menghipnotisnya.
Sepertinya si Mbak juga curiga, terbukti dia mengatakan kalau pulsanya habis. Bapak itu terus mengulang penjelasannya bahwa ia bermaksud menelepon istrinya agar menjemputnya di stasiun Cimahi. Katanya si Bapak rematiknya kambuh. Akhirnya si Mbak memberikan HPnya ke si Bapak. Si Bapak pun menelepon istrinya dengan setengah berteriak (suaranya kencang sekali). Isinya beliau minta dijemput di stasiun. Pada sesi ini kami semakin waspada. Karena bisa dimungkinkan si Bapak lari sambil membawa HP si Mbak. Haha, dasar parno! Kalau memang seperti itu, saya sudah ancang-ancang lari mengejar si Bapak. Hehe! Dasar!
Tapi, ke-parno-an kami tidak terjadi. Si Bapak mengembalikan HP itu, berterima kasih, kemudian kembali ke tempat duduknya. Uhf.. Alhamdulillah... astaghfirullah... Maafkan kami ya Allah... Kami hanya bermaksud untuk waspada, bukan berburuk sangka...
Pukul 06.45, kereta bergerak meninggalkan Jakarta. Bismillahi tawakaltu 'alallah... Inilah perjalanan pertama saya ke Bandung naik kereta. Ahh, saya yakin! Selalu ada yang istimewa di setiap pengalaman pertama. Dalam perjalanan, selain ngemil dan bercengkerama bersama Mbak Dy, saya sempat membaca bukunya Ustadz Burhan Sodiq yang berjudul "Merengkuh Berkah Ramadan". Subhanallah... Pertemukan kami dengan bulan mulia itu. Insya Allah, Ramadhan kali ini menjadi Ramadhan yang berbeda karena saat Ramadhan itu kami tengah mengikuti perkuliahan matrikulasi di ITB Ganesha. Semoga full barokah... Aamiin...
Alhamdulillah, sekitar pukul 09.00 kereta sudah merapat di stasiun Bandung. Setelah beli tiket ke Jakarta nanti jam 16.00 dengan kereta Argo Parahyangan juga, kami pun melanjutkan perjalanan menuju ITB Ganesha dengan naik angkot warna ungu jurusan Cisitu. Sepi, itulah kesan pertama kami saat menginjakkan kaki di daerah tersebut. Hehe... Saya baru dua kali ke Bandung!
Kami duduk di samping pak sopir.. Hihi, maksudnya sekalian survey tempat asyik buat cari oleh-oleh. Halah! Padahal baru datang! Akhirnya tahu juga kalau di depan stasiun Bandung ada Kartika Sari dan foodcourt. Sip, bakal dikunjungi nanti sore sebelum pulang!
Sampailah jua di gerbang belakang ITB Ganesha. Langsung masuk gerbang yangg sedikit terbuka dan mulai mencari letak Gedung Labtekno III yang rencananya akan digunakan untuk ruang kuliah matrikulasi kami nantinya. Seru juga waktu nyari ni gedung sampai akhirnya ketemu juga meski belum bisa masuk karena ruangannya dikunci. Keluar dari gedung, berniat untuk mencari kos. Akhirnya tanya ke pak Satpam dimana lokasi kos yang dekat dengan kampus. Pak satpam yang berlogat sunda itu pun segera meraih bolpoin di sakunya dan mengambil secarik kertas di depan mejanya kemudian menggambar peta daerah Cisitu. Peta "setengah buta" sih. Hehe! Pak Satpam menerangkan kepada kami dengan serius dan sungguh-sungguh. Kami hanya manggut-manggut sambil nyengir padahal sama sekali "blank" dengan tempat yang disebutkan Pak Satpam. Hmm, meski begitu ya masih cukup mengerti lah.
Setelah berpamitan kepada Pak Satpam, kami pun melanjutkan perjalanan lewat gerbang belakang. Lapar! Akhirnya kami mampir sebuah warteg dan membeli makanan khas Sunda. Uniknya ada telor dadar serupa jala. Setelah makan, kami bermaksud menuju cisitu lama. Menurut si akang yang punya warung, cisitu lama cukup dekat dan bisa ditempuh dengan jalan kaki. Saya dan Mbak Dy pun berjalan kaki menuju cisitu lama sambil menggelar peta kecil yang digambar Pak Satpam tadi. Berpetualang!!!
Wuih, ternyata lumayan jauh juga. Sempat bingung juga dengan gambar peta karya Pak Satpam tadi. Lha kok malah nyasar ke cisitu baru. Ya sudah, akhirnya kami masuk gang di cisitu baru. Tanya ke beberapa kos, ternyata kebanyakan sudah penuh. Kami pun sepakat mencari ke daerah plesiran dan taman sari (depan ITB, dekat kebun binatang). Dari cisitu baru, kami naik angkot ungu kemudian ganti angkot lagi menuju plesiran. Masuklah kami di Jalan Plesiran. Wuih, langsung menemukan kost yang membutuhkan penghuni. Mbak Dy mencoba memencet bel. Ada yang membuka. Hmm, kata si Mbak penghuni itu, bapak kosnya tidak di rumah tersebut dan kami diminta menghubungi nomor teleponnya. Singkat cerita, saya dan Mbak Dy mulai tidak sreg dengan kos itu karena penghuninya ketus. Akhirnya kami, menyusuri jalan lagi. Wah, beragam pemilik kos kami temui. Sempat kami merasa sreg dengan sebuah kos dan ibu kosnya. Sayang, kos itu sudah penuh. Akhirnya kami berpindah ke Jalan Taman Hewan. Kami mencari dan terus mencari, sampai lewat pintu masuk kebun binatang. Hmm, sebenarnya kami kurang sreg juga dengan lingkungannya yang padat dan sedikit kotor. Saya sempat menghubungi adik tingkat SMA saya yang juga kos di daerah Plesiran. Hmm, ternyata dia sudah ngekos dengan suaminya. Dan katanya memang untuk masa sekarang rada sulit mencari kos yang bulanan.
Sampai ke pelosok jalan, kami belum menemukan kos yang kami cari. Waktu sudah Dhuhur, saya mengusulkan ke Mbak Dy sebaiknya kami sholat dulu di Masjid Salman ITB. Kami pun menuju ke sana. Sempat beli cimol. Maklum, laper! Sempat nyasar dulu, sampai akhirnya tiba juga di Masjid Salman. Alhamdulillah.... Ngadem!!!
Selesai sholat, saya mendapat informasi dari Mbak Ajeng (salah satu kenalan saya di ITB). Ada beberapa kost muslimah yang beliau infokan kosong. Tapi statusnya masih kurang jelas. Di lain tempat, rombongan Mbak Silvi (Mbak Frida, Mas Andung, Mas Afif) juga tengah mencari kos. Kami saling bertukar informasi. ternyata sama-sama belum dapat. Kami juga sempat mampir di salah satu sekretariat Salman yang di dalamnya ada dua orang muslimah. Kami mengetuk pintu. Mbaknya keluar dan dengan ramahnya bertanya ,"Ada yang bisa saya bantu, Teh?". Saya pun bertanya di mana kami bisa mendapatkan informasi terkait kos putri. Ternyata dia kurang tahu juga. Hmm, keluar dari kawasan sekre Salman tadi, Mbak Dy malah menyeletuk ingin belajar bahasa Arab! Wah, saya juga! Tapi kan kami di sini kan cuma dua bulan. Semoga niat baik kami sudah tercatat dan semoga bisa terealisasi.
Kami meninggalkan Masjid Salman ITB dengan semangat dan harapan baru semoga segera mendapatkan kos yang kami cari. Kali ini kami berencana mencari di Cisitu Lama. Keluar dari Salman, kami mampir beli minum dulu kemudian berjalan menuju Jalan Taman Sari untuk naik angkot. Sepanjang jalan, kami mengamati pamflet-pamflet yang terpajang di pohon.
Aha! Ada satu pamflet yang cukup menarik! Ada kamar kosong, 400 rb/bulan, untuk muslimah, ada dapur, dah free listrik + air, hanya sekali angkot kalau ke ITB. Saya pun menghubungi nomor yang tertera di pamflet itu. Wah, masih ada kamar kosong! Tapi sayang, cuma tinggal sekamar dan tidak boleh sekamar berdua! Lemes deh! Perjalanan berlanjut, kembali menemukan pamflet dan menghubungi nomornya. Kali ini seorang bapak yang menerima. Wah, masih banyak kamar kosong! Sumringah deh! Tapi langsung lemes lagi gara-gara tahu harganya! Rp 1.500.000,-/bulan dengan fasilitas seperti hotel bintang 5. Gubrak!
Ya sudah, akhirnya kami berjalan menuju jalan raya untuk naik angkot. Di kanan kiri jalan banyak kuda cakep yang 'parkir'. Hehe... Sempat dikagetkan juga dengan keberadaan seekor kuda yang tiba-tiba kepalanya menoleh ke arah saya! Hmm...
Kami kembali naik angkot ungu menuju Cisitu Lama. Cuma kami berdua yang jadi penumpang. Dari pak sopir, kami mendapat informasi kos. Kami pun diberhentikan dengan hormat di Cisitu Lama gang I. Kata Pak Sopir, dari Gang I sampai Gang VIII ada banyak kos. Sip, pencarian dimulai kembali!!!
Berawal dari jalan kecil sebelum gang I kami mengawali pencarian. Tanya sana-sini. Masuk dari 1 kos ke kos lain. Sayang, belum ketemu juga. Puluhan kos kami gali informasinya. Kebanyakan masih penuh, baru diperbaiki, tidak menerima bulanan, dan satu hal... Kebanyakan yang bulanan adalah kos laki-laki! Memang benar sih, ITB didominasi laki-laki. Total mungkin ada 50-an rumah kos (kurang dan lebihnya saya mohon maaf nggak menghitung secara detail soalnya!) yang sudah kami kunjungi hari ini. Man shabara zhafira (Siapa yang bersabar akan beruntung)! Jangan berputus asa dari rahmat Allah! Jangan menyerah, Tik! Tetap semangat! Itulah kata-kata motivasi yang saya letupkan dalam hati untuk mengafirmasi diri.
Sampai akhirnya, saat waktu hampir menunjukkan pukul 15.00 (kereta kami pukul 16.30) kami menemukan sebuah kos muslimah. Kami ketuk pintunya, mengucapkan salam, dan keluarlah seorang ibu berjilbab. Kami menanyakan apakah masih ada kamar kosong. Ternyata... Penuh!!! Sang ibu akhirnya mengajak kami mengunjungi sebuah rumah berpagar merah. Ada seorang ibu paruh baya yang keluar dari rumah itu. Alhamdulillah, ada sebuah kamar kosong! Kata ibunya, memang buat kos tapi tahunan! Akhirnya saya lobi untuk dua bulan ke depan. Alhamdulillah, ibunya setuju. Toh kami di sana juga cuma sampai tanggal 20 Agustus (sebelum tahun ajaran baru).
Sang ibu hanya tinggal bersama suaminya. Mereka berdua ternyata atlet bangsa yang luar biasa. Atlet lempar lembing dan satunya saya lupa! Mereka berdua telah menyumbangkan banyak medali buat bangsa ini. Terbukti dengan banyaknya medali yang dipajang dan beragam foto mereka berdua di berbagai belahan dunia. Ah, saya kagum! Apalagi di usia senja mereka, masih menjadi ketua RT!
Kami diberi kebebasan menggunakan dapur (horeeee! Bisa masak!), kulkas, air, sofa, dll. Alhamdulillah, kosnya juga dekat masjid. Namanya masjid Ar-Rahim. Minimal kami bisa menggunakannya selama Ramadhan (meski sekali-kali kami pun ingin menjadikan Masjid Salman ITB sebagai tempat beraktivitas selama Ramadhan nanti). Setelah membayar DP, kami bermaksud balik ke Jakarta. Subhanallah, si ibu memberi kami sekotak black forest sebagai bekal perjalanan. Maklum, hari itu pas mau diadakan rapat RW di rumah beliau. Wah, kejatuhan durian runtuh nih! Setelah keluar dari rumah tersebut, ternyata kosnya juga dekat dengan jalan raya untuk naik angkot, dekat counter, fotocopy, laundry, rental. Sip deh!
Pukul 15:45 kami sampai di Kartika Sari depan stasiun Bandung. Saat itu kami juga mendapat kabar kalau Mbak Silvi cs juga sudah dapat kost. Sayang, mereka juga ada tawaran kos buat kami di saat kami sudah menemukan! Ya sudahlah... insya Allah, semoga masing-masing mendapatkan yang terbaik. Setelah beli oleh-oleh, saya dan Mbak Dy menuju foodcourt untuk membeli mie kocok! Hihi, krupuknya berwarna pink! Hanya 10 menit makannya. Pukul 16.10, kami jalan menuju stasiun. Alhamdulillah, sampai juga di dalam kereta. Bismillahi tawakaltu 'alallah... Akhirnya pukul 16.30 kereta Argo Parahyangan itu meninggalkan Bandung dan menuju Jakarta...
Alhamdulillah... Petualangan hari ini sungguh luar biasa. Insya Allah, hari-hari ke depan masih banyak lagi petualangan yang harus kami jalani di kota Kembang ini. Hmm, semoga senantiasa diberi kemudahan dan full barokah dari Allah. Terlebih nanti tepat saat bulan Ramadhan. Biarlah semua yang kami alami menjadi pelajaran berharga dalam hidup. Menjadi bekal yang mendewasakan kami dan menjadi inspirasi yang mengingatkan kami sebagai kesyukuran atas segala nikmat-Nya. Yakin saja, di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Jangan berputus asa dari rahmat Allah dan yakin bahwa pertolongan Allah sangat dekat dan hadirnya kerap tak terduga. Semangat Sukses (S2)!!!
Jakarta, 120611
Aisya Avicenna