Jejak Karya

Jejak Karya

Friday, August 24, 2012

MELATI [23]: "MENANGIS ITU BUKAN LAKI-LAKI!"

Friday, August 24, 2012 0 Comments


by Norma Keisya Avicenna on Sunday, August 12, 2012 at 7:30am ·
Kadang, ada kalanya seorang anak mendambakan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya secara berlebih. Ini wajar! Tatkala sang anak mulai beranjak dewasa, ia berusaha mati-matian untuk menjadikan dirinya sebagai kebanggaan orang tua. Alasannya hanya satu, untuk membalas jasa bagi kebaikan orang tua. Walaupun balas jasa sang anak itu  satu berbanding tak terhingga dengan semua kebaikan yang telah diberikan dan segala bentuk pengorbanan orang tua.

Diri ini benar-benar merasakan perih, sakit, luka yang begitu dahsyat ketika harus ‘dipukul’ dengan beningnya air mata orang tua yang mengalir, seiring permohonan maaf kepada anaknya. Bukan anak yang mohon maaf kepada orang tuanya!

Bermula dari keinginan untuk membahagiakan mereka dengan mencoba mencari sekolah lanjutan yang tepat. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, kakak perempuanku harus mendaftar sebagai dosen di UNDIP. Tentu saja biaya yang dikeluarkan tidaklah sedikit. Konsentrasi orang tuapun terpecah, bahkan aku merasa mereka lebih sibuk mengurusi pendaftaran kakak perempuanku itu sehingga sedikit meninggalkan kepentinganku untuk mencari sekolah lanjutan.

Terbesit rasa kesal karena perguruan tinggi yang diharapkan seakan mustahil untuk diraih sedangkan diri ini sudah gagal PMDK. Rasa iri kepada sang kakak pun semakin memuncak. Semakin menjadi bahkan begitu hebat! Terakhir aku mencoba bicara dengan orang tua bahwa aku ingin sekolah di STT TELKOM, tapi lagi-lagi gagal karena biaya per semester 4 juta lebih. Aku tambah kacau, aku tidak ingin kejadian ini sama dan berulang seperti tahun-tahun lalu, di mana aku selalu gagal mendapatkan sekolah yang aku inginkan.

Marah, iri, kesal yang membabi buta, aku lampiaskan begitu saja kepada Ibu. Umpatan demi umpatan keluar dari ‘mulut jahanam’ ini. Hati kotor ini berbisik, “aku di -nomor dua-kan”. Di tambah lagi, Bapak sering menonjolkan prestasi kakak perempuanku. Kakak yang dulu sekolah di SMA favorit di Jakarta daripada aku yang hanya sekolah di desa, yang mungkin tidak ada apa-apanya dengan sekolah kakakku itu. Hati ini tambah miris!

Ketika kakak perempuanku itu pulang ke rumah, tak sepatah kata pun terucap untuk menyambut, tak ada sekilas wajah  terlihat untuk menatap, yang ada hanya pikiran bahwa diri ini adalah pecundang yang selalu gagal…

Ibu -yang selalu mencoba meneduhkan si anak durhaka ini- malah kembali dijadikan bulan-bulanan mulut hina ini. Begitu berhari-hari. Malah sempat terbesit, “Lebih baik aku menjadi berandalan, membuat orang tua malu! Jika mereka tidak mau aku menjadi anak kebanggaan mereka!” Ibu tetap sabar. Hati anaknya yang terbakar emosi ini masih juga belum mengerti linangan air mata ibunya dalam hati.

Di sekolah, saat teman-teman yang lain sibuk mengurus PMDK, aku hanya duduk menatap karena cita-citaku untuk ikut PMDK sudah kandas. Sementara teman-temanku enak, mereka berpeluang bisa masuk perguruan tinggi negeri tanpa harus ikut tes saringan masuk. Sedangkan aku? Aku mungkin harus berjuang mati-matian untuk ikut tes SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), yang tentu saja aku ragu. Aku ini kan orang bodoh? Lalu kenapa aku dilahirkan? Setiap orang bilang bahwa aku beda sama kakak, benar! Aku beda, aku lebih bodoh, aku lebih jahat, aku lebih keras kepala, egois! Aku mulai menebar benci pada semua orang. Prinsipku saat itu, kalau aku benci pada semua orang, maka aku laki-laki sejati!!! Lebih baik aku suka daripada orang lain suka. Aku sering makan ati…

Waktu itu, sepulang sekolah aku ingin makan siang. Keadaan rumah tidak seperti biasanya, ada rasa jengkel ketika menatap wajah Ibu! Seperti hari-hari sebelumnya, beliau menanyakan keadaan di sekolah, tapi jawaban yang keluar dari mulut ini malah kata-kata yang sinis. Kata-kata yang terlontar adalah kata-kata yang sangat menyakitkan. Sampai puncaknya, Ibu menangis. Ibu menangis di hadapanku, memohon maaf kepadaku. Sedang aku? Aku hanya diam berusaha bertahan dengan pikiran-pikiran iblisku yang mencoba meracuni. Ibu menangis…sekali lagi mohon maaf. Sembari bercerita bahwa beliau tidak pernah sekalipun membedakan anak-anaknya. Bagi beliau, anak-anaklah kekuatan untuk menjalani hidup. Bapak yang bekerja tiada henti demi siapa? Demi anak-anak…Ibu tidak pernah menganggap aku bodoh!!! Aku pintar…aku adalah kebanggaan beliau. Ibu terus minta maaf, teriring kristal-kristal bening yang terus membuat jejak membasahi kulit pipinya yang mulai keriput termakan usia.

Tiba-tiba piring yang tadi aku pegang, aku letakkan. Aku bersimpuh di kaki Ibu. Aku menangis sejadi-jadinya! Aku tak kuasa memandang air mata Ibu. Aku bersimpuh dan Ibu membelaiku dengan kasih sayangnya, aku hanya bisa berkata,
“Sampun Ibu, sampun…kulo lepat!”1) Hanya itu yang dapat keluar dari mulut neraka ini. Aku mencium tangan Ibu sebisanya. Aku merasakan perjuangannya membesarkanku, kurasakan tangan halus itu yang senantiasa menemani langkahku.

“Aku durhaka sama Ibu…”, kataku sambil terisak.
Tapi apa yang beliau katakan?
“Tidak, kamu tidak salah. Wajar…kamu masih remaja, Ibu bangga sama kamu.”

Aku benar-benar merasa telah menyakiti hati Ibu. Aku sulit melepaskan genggaman tanganku di kaki beliau, sudah banyak kesalahan yang aku perbuat. Aku tidak sadar bahwa selama ini aku hanya bisa merepotkan beliau, mencemooh beliau, memaki, berkata keras…

Aku durhaka…
Aku durhaka…
Ibu, ampuni aku! Jikalau beliau hilang kesabaran, pasti aku sekarang telah menjadi manusia laknat, terkutuk!

Ibu tidak berharap apa-apa dariku. Ibu hanya ingin menyaksikan anak-anaknya berhasil. Itulah yang kuingat, dan sampai sekarang aku masih bisa melihat sosok Ibu yang penuh cinta kasih pada anak-anaknya. Aku ingin mempersembahkan yang terbaik untuk Ibu. Sering aku melihat Ibu berdoa panjang seusai sholat malam, tapi aku tak tahu jika dalam doanya…ada namaku!

Ibu…ampuni aku!
Ibu…ampuni anakmu…

(Aku kembali ingat kejadian itu…dan inilah pelebur kerasnya hatiku. Aku tidak malu jika harus menangis karena meratapi kesalahan. Karena selama ini, aku hanya menganggap menangis itu bukan laki-laki! Aku menangis karena Ibu…Ibu yang akan selalu aku hormati. Ibu, surga ada di bawah telapak kakimu…)

1)        “Sudah Ibu, sudah…saya salah!”

[Keisya Avicenna… lembar ke-23 Ramadhan *terinspirasidarikisahseorangsahabat…]

Saturday, August 11, 2012

MELATI [22]: "ISTIMEWANYA SANG WAKTU 22:22-02:02"

Saturday, August 11, 2012 0 Comments
by Norma Keisya Avicenna on Friday, August 10, 2012 at 5:47pm ·

Saat malam kian larut, mata pun mulai tak tentu arah (baca: nggak fokus). Tapi, jiwa ini bersikeras untuk menuntaskan amanah hari ini dengan semaksimal mungkin. Karena batinnya selalu bertekad: “Hari ini berlalu tanpa meninggalkan PR untuk esok hari.” Ya, karena kita pun takkan pernah tahu masihkah ada umur buat besok? [peristiwa yang sering terjadi jelang 22:22…hehe]

Detik beranjak menjadi menit. Menit merangkak menjadi jam. Sang jam pun berlari menjadi hari. Itulah ekspedisi sang waktu.

Ada kebiasaan yang mulai aku disiplinkan sejak tahun ke-4 aku berstatus sebagai mahasiswa (saat masih nge-kost di Solo). Waktu itu aku mulai disibukkan dengan pengerjaan “SASTRA INTELEKTUAL” alias “SKRIPSI”. Ya, sekitar akhir semester 6 atau awal semester 7 ya (agak lupita) aku mulai menerapkan 22:22-02:02. Apaan tuh? Tidur jam 22:22 dan bangun jam 02:02. Dan Alhamdulillah, kebiasaan itu berlangsung sampai sekarang meski jujur nih ya, di Wonogiri aku belum bisa rutin bangun tepat jam 02:02 karena aku akui adaptasi dengan kondisi cuaca di kota ini memakan waktu cukup lama.  Seringnya bangun jam 03:03 (aih, tetap paduan angka yang unik). Heuheu…Wonogiri tuh jauh lebih dingin daripada Solo. Vinson Massif-nya Antartika apa bocor sampai Wonogiri juga yak? Hm, tapi aku takkan pernah menyerah! Apalagi kalau nanti sudah aktif masuk kuliah. Hoho…

Kita harus mampu “mengendalikan” sang waktu (baca: manajemen waktu dengan baik) atau kita sendiri yang akan terlena. Tanpa disadari, terkadang kita terlalu “ASYIK” dengan kesibukan kita hingga kita pun terbuai karenanya, aktivitas kita tersebut produktif nggak ya? Atau parahnya, masih saja punya kebiasaan SUKA MENUNDA. Padahal, kalau diibaratkan, waktu itu bagaikan seutas tali. Berujung! Ada titik akhir yang entah kapan itu kita semua tidak akan pernah tahu.

Nah, berangkat dari semangat “DZIKRUL MAUT”, diri ini mencoba membuat jadwal yang harapannya bisa menjadikan hari-hari dijalani dengan senang hati agar lebih ber-PELANGI! Dan kenapa angka 2 yang mendominasi? Hehe. Bukan rahasia lagi karena diri ini anak ke-2, lahirnya 2 orang (baca: SUPERTWIN), lahir pun tanggal 2 bulan ke-2. Alhamdulillah, tangan 2, kaki 2, mata 2, telinga 2, lubang hidung 2,… hehe. Jadi, biar lebih istimewa dan tampak cantik saja! Angka 2-lah yang dipilih.

Yuuuk…marilah kita belajar untuk memanfaatkan setiap kala rotasi bumi dalam hari-hari kita (jatah waktu 24 jam sehari) dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai terlena, karena hanya penyesalan di akhir yang akan kita terima jika kita tak mampu memanfaatkan sang kala dengan sebaik-baiknya.


***
Masa berlalu tak terhitung jariku…
Saat syahdu nyanyian kalbu
Mesra memagut mimpi
Mencumbu ilusi sunyi
Dalam dekap peluk romantisme khayalan
Diri ini takkan pernah putus harapan
Semangat akan tetap membakar hati
‘Tuk lanjutkan ekspedisi mimpi
Malam ini…
[22:22]

Ter’cenung’ hening… :)
Dalam khidmat selarik lantun do’a
Mencoba mengurai angan…
Masih terus bercengkerama bersama malam
Hingga sang pagi ‘kan menjelang
Mencoba menaklukkan kembali hamparan panjang
Terangkum indah dalam sebuah kisah
Yang tak sekadar untuk kenangan
Tapi abadi dalam hati
Kekal dalam ingatan…
[02:02]

[Keisya Avicenna, lembar ke-22 Ramadhan…*Semakin dekat tuntaskan penantian…]

MELATI [21]: “KUN! FAYAKUUN!”

Saturday, August 11, 2012 0 Comments
by Norma Keisya Avicenna on Thursday, August 9, 2012 at 7:05pm ·

Tanpa terasa jemari ini sudah membuat rerentet aksara berbaris dalam kata hingga menjadi kalimat (yang semoga) sarat makna di lembar ke-21 bulan Ramadhan. Dan langkah yang telah terlewati adalah catatan untuk menuju nilai yang sempurna. Jika kemarin belum ada hasil, maka jadikan hari ini awal dari catatan kehidupan yang baru. Sepakat?

“Mbak, punya resep biar nggak sedih?”
“Mbak, bagaimana sih cara mbak menikmati hidup?”
“Cenung, aku galau…” (hehe…ni curhatane nggak banget!)

Hm, sering dapat pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Pasti jawaban pertama saya: “INGAT ALLAH!”
Ya, Allah Swt adalah Rabb kita, dimana kita menghamba, meminta, berharap ampunan dosa, memintalkan do’a, dsb.
Jadi, libatkan Allah Swt sejak langkah pertama kita dalam melakukan apapun, dimanapun, kapanpun. Kata Ust. Yusuf Mansur: “Allah dulu, Allah lagi, Allah terus…”
Tiada tempat berlindung dan memohon kecuali kepada-Nya.

Musim kehidupan itu berjalan sesuai dengan sunatullah dan sama sekali tidak dapat diprediksi, selalu berupaya bersyukur atas setiap musim yang kita alami dalam kehidupan akan membuat kehidupan kita menjadi lebih bermakna. Apapun yang terjadi dalam kehidupan ini, entah itu baik atau buruk tetap saja akan kita jalani sesuai dengan pilihan kita masing-masing. Namun demikian. jika kita tidak mengerti mengapa itu harus terjadi, yang dapat kita lakukan hanya menjalankannya dengan penuh kesyukuran dan prasangka yang baik. Kebaikan dan keburukan yang kita alami itu adalah sebuah persepsi yang ada dalam pemikiran kita dan sesungguhnya bukan merupakan suatu realitas fisik.

Allah Swt yang lebih mengetahui sesuatu itu baik atau buruk. Dengan demikian manusia sama sekali tidak bisa melakukan pembenaran apakah kejadian yang dialaminya itu kebaikan atau keburukan. Bukankah kita masih ingat dengan firman Allah, bisa jadi apa-apa yang kamu anggap baik, belum tentu itu baik disisi Allah dan apa-apa yang kamu anggap tidak baik, justru itulah yang terbaik bagi Allah Swt. Jika demikian yang terjadi, yakinlah bahwa pada suatu saat nanti titik-titik kebaikan ataupun keburukan itu akan menjadi suatu rangkaian yang indah yang sesungguhnya membawa hikmah yang baik bagi kehidupan kita di masa datang.

 Adakalanya manusia mengalami suatu kegagalan. Kegagalan itu sengaja Allah Swt hadirkan bagi kita, walau mungkin segenap persiapan sudah kita rancang sebelumnya. Karena Allah Swt ingin memberi kabar kepada manusia, bahwa terwujud dan terjadinya harapan manusia itu, bukanlah andil dari manusia semata, melainkan ada wewenang Allah Swt di sana…

Tidak ada sesuatu yang tidak mungkin jika Allah Swt sudah berkehendak. Dan inilah dahsyatnya “KUN! FAYAKUUN”. Buka mushaf masing-masing dan renungkan bersama yuk…

[QS. Al Baqarah: 117] 
“Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak sesuatu, maka Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah! Lalu jadilah ia."

[QS. An Nahl: 40] 
“Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "kun (jadilah)", maka jadilah ia".”

[QS. Yaasiin: 82]
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia".

[QS. Al An'aam: 73]
“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah", dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”

[QS. Al Mu'min: 68]
“Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya bekata kepadanya: "Jadilah", maka jadilah ia".”

[QS. Maryam: 35]
“Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha Suci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya: "Jadilah", maka jadilah ia".”

[QS. Ali 'Imran: 47]
“Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun." Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah dia.”

[QS. Ali 'Imran: 59]
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah", maka jadilah dia.”

***
“Langit tetap tegak menaungi alam semesta seisinya. Seluruh planet beredar dengan orbit yang telah ditetapkan, bergerak mengelilingi matahari sebagai pusat revolusi dalam lintasan elips. Bintang-bintang pun tetap bercahaya benderang di ujung barat. Begitulah, jika Allah Swt telah menetapkan manzilah bagi garis edar setiap planet dan bintang. Segalanya telah diciptakan dalam keteraturan dan keseimbangan. Demikianlah, Allah Swt dengan segala kekuasaan-Nya. Menyuratkan skenario alam, mengukir mekanika langit, serta melukiskan garis takdir dengan kanvas keagungan-Nya…”
[Mekanika Langit]

“Ketika engkau terhimpit dan terlilit oleh problematika kehidupan, sesungguhnya, yang dapat membuatmu bertahan adalah harapanmu, dan sebaliknya, yang akan membuatmu kalah atau bahkan mematikan daya dan energi hidupmu, adalah saat di mana engkau kehilangan harapan. Maka, ketika engkau berdoa kepada Allah Swt, sesungguhnya engkau sedang mendekati sumber dari semua kekuatan, dan apa yang segera terbangun dalam jiwamu adalah harapan. Harapan itulah yang kelak akan membangunkan kemauan yang tertidur dalam dirimu. Jika kemauanmu menguat menjadi azzam (tekad), itulah saatnya engkau melihat gelombang tenaga jiwa yang dahsyat. Gelombang yang akan memberimu daya dan energi kehidupan serta menggerakkan segenap ragamu untuk bertindak. Dan, apa yang engkau butuhkan saat itu hanyala : mempertemukan kehendakmu dengan kehendak Allah melalui doa dan tawakal.”

“Faidza ‘azamta fatawakkal ‘alallah…”
Maka, jika kamu telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah SWT!

“Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluaannya”
(QS. At-Thalaq [65] : 3)

***
Kini aku menyadari bahwa aku masih hidup dan bisa bernafas. Bernafas dengan jiwa karena sebenarnya aku bernafas bukan dengan hidung, tenggorokan, ataupun paru-paru. Aku bernafas dengan jiwa. Jiwa hidup dalam hati, hati yang hidup karena Ilahi. Tiap udara yang aku hembuskan dari hati, berubah menjadi kalimat-Nya yang berbunyi "Kun Fayakuun! Jadi, maka terjadilah!"

[Keisya Avicenna, lembar ke-21 Ramadhan… saat fase “KEPOMPONG” hampir paripurna. TETAPLAH BERTAHAN dan BERSIAPSIAGALAH!!! ^_^]

NB: sambil lihat youtube "KUN FAYAKUUN", a song from Ranbin Kapoor. 

MELATI [20]: PERPISAHAN SENJA

Saturday, August 11, 2012 0 Comments


by Norma Keisya Avicenna on Thursday, August 9, 2012 at 3:56am ·
Dalam keremangan hatinya...
Ia menangkap suara yang memanggil-manggil namanya
Seiring dengan perpisahan senja yang meranum
Lalu mengganti jubahnya dengan kain malam

Tak terasa buliran kristal bening membasahi pipi
Dalam tatapan matanya yang sembab, ia berkata :
“Aku tak bisa memiliki air mataku sendiri. Bahkan aku tak punya nyali untuk menatap bayanganku di cermin”

Seketika terdengar suara yang pernah ia temui dalam ruang khayalnya :
“Setiap nafas berhembus, kita tahu hal berbeda. Setiap satu kedipan mata, kita kenal cerita lain. Tatkala hembusan udara terhirup, kita coba pahami kata hati. Tatkala satu langkah berjalan, kita temukan ilmu baru, kita tahu tujuan hidup. Ketika rindu bertanya padaku tentang hari ini, jawabku : ‘jiwaku takkan lelah menghitung lembaran yang tlah terlewati, hati takkan risau, jua tak ingin berkeluh’…

Seketika ia pun tersadar…
“Sekalipun ini perih, segala takdir-Mu pasti baik untukku…”

***
“Saat simfoni cinta-Nya bersenandung mewah dalam lubuk hatiku…Sederhana saja!”

[Keisya Avicenna, lembar ke-20  Ramadhan... saatnya menikmati senja bersama keluarga tercinta]

MELATI [19]: “PELANGI itu SELALU ADA” [050812-050820]

Saturday, August 11, 2012 0 Comments


by Norma Keisya Avicenna on Tuesday, August 7, 2012 at 6:15pm 
 
Kota Cinta, 05082020
Hawa sejuk seketika terasa mendamaikan. Sang bayu pun berhembus menenangkan. Gerakan halusnya menyibak tirai jendela sebuah kamar yang bernuansa hijau dengan aroma melati di lantai dua rumah mungil nan asri itu.

Duhai angin, saksikanlah…
Duhai jiwa, renungkanlah…

Sesaat sosok muslimah yang tlah dikaruniai dua orang buah hati itu membawa ingatannya melayang pada tulisan Mbak Helvy Tiana Rosa, salah satu penulis favoritnya dan pendiri Forum Lingkar Pena. Sebuah tulisan dengan kata-kata yang berdaya dan sarat akan pesan cinta. Saat itu ada sebuah buku dengan sampul sedikit berdebu yang ia pegang erat. Tulisan Mbak HTR itu ia dokumentasikan pula di buku yang ia pegang. Sebuah buku yang ia temukan di salah satu kardus yang belum sempat dibereskan pasca pindahan. Kedua matanya pun menyapu rerentet aksara yang tertulis di setiap lembaran kertas di dalam buku itu. DNA, buku catatan hariannya…

“Jika kau mencintai seseorang, kau akan menaruhnya di tempat paling nyaman di hatimu, hingga setiap kali menatap matamu, ia temukan dirinya berpijar di sana. Kau tak akan pernah lelah belajar mengenali diri dan jiwanya hingga ke sumsum tulang. Hidupmu penuh gairah, tak abai sekejap pun atas keberadaannya. Maka sampailah kau pada keputusan itu: kau akan setia pada tiap nafas, getar, gerak saat bersamanya hingga nyawa berpamitan untuk selamanya pada jasadmu. Bahkan kau masih berharap semua tak akan pernah tamat. Kau mendambakan hari di mana kau dan dia kelak dibangkitkan kembali sebagai pasangan, yang terus bergandengan tangan melintasi jalan-jalan asmara di taman surga-Nya…Itulah CINTA SEJATI, anakku…”

Keasyikannya membaca sebuah buku istimewa dengan sampul bertuliskan DNA di bagian depannya itu membuat ia tidak menyadari ada yang tengah mengendap-endap dari arah belakang.

Althaf: “Dhuaaar… Hayooo…Ummi, sedang baca apa tuh? Kayaknya asyik banget…”
Keisya: “Eh, anak sholeh…ngagetin Ummi aja! Baca buku catatan Ummi waktu Ummi dulu belum ketemu sama Abi nih. Tulisan Ummi 8 tahun yang lalu, sayang…”
Althaf: “Althaf boleh ikutan mbaca gak, Mi? Althaf pengin tahu. Althaf kan sudah lancar membaca.”
Keisya: “Tentu saja boleh, sayang. Sekarang Althaf pengin mbaca yang mana?”
(Althaf bergelayut manja kemudian duduk manis di pangkuanku dan buku DNA itu kita pegang bersama)
Althaf: “Ini catatannya ada tanggalnya ya, Mi. Althaf pengin mbaca yang sama kayak tanggal hari ini. 5 Agustus…”
Keisya: “Oke deh, Althaf sayang. Kita baca bareng-bareng, yuk!”
(Aku pun mendampingi putra kesayanganku itu untuk ikut menikmati nostalgia romantic yang tengah aku rasakan. Aku ingin putraku pun ikut belajar kisah sederhanaku di masa lalu…)

***
Solo, 5 Agustus 2012
“Mereka tetap bersama. Tak peduli kata siapa. Suka dirasakan bersama. Duka pun dibagi rata. Merah lalu belajar menjadi jingga. Jingga belajar mengerti kuning. Kuning memahami hijau. Hijau menyenangkan hati biru dan ungu.
Menerima dengan putihnya hati yang terbuka, saling bersahabat penuh cinta.
Sebuah kebersamaan dalam indahnya persahabatan, dalam harmoninya kekeluargaan…” [PELANGI] 

Dee… hari ini aku yakini akan menjadi satu dari sekian hari yang istimewa dalam hidupku.

Mukhoyyam Al-Qur’an
Pagi ini aku harus merelakan tidak menonton film kartun kesayanganku. Doraemon. Hehe. Jam 08.00 aku dah nangkring dengan sangat elegan di pinggir jalan. Menanti kotak besi beroda yang akan membawaku ke kota Sukoharjo. Aku janjian dengan seorang sahabat untuk motoran bersama dari terminal Sukoharjo menuju lokasi acara Mukhoyyam Qur’an hari ini.

Dee…sampai lokasi, seketika sejuk menguasai relung hati. Bagaimana tidak? Insya Allah, selama 6 jam kita akan “bermesraan” dengan Al-Qur’an. Muroja’ah hafalan dan membacanya (pluz mentadaburrinya). Ohya, pada kesempatan itu aku dapat banyak sekali ilmu dari seorang ustadzah yang luar biasa.

Acara selesai Ashar dan jejak langkahku selanjutnya adalah Gramedia Solo di Jalan Slamet Riyadi. Asyiiik… setelah charger ruhiyah saatnya charger fikriyah dan jasadiyah. Sampai di Gramedia, aku bertemu dengan Mbak Santi yang sudah ada di Gramed sejak siang tadi. Kaki Mbak Santi masih sedikit bermasalah karena beberapa waktu lalu sempat ditabrak orang, akhirnya aku memutuskan untuk menjelajah rak demi rak sendirian di lantai 2. Mbak Santi duduk-duduk dulu di lantai 1… (tapi kemudian ia nyusul juga)

Aku mulai mengedarkan pandangan di bagian buku baru. Kok The Lost Java sudah nggak ada ya? Keliling kesana-kemari, cek di computer dan…ealah, ternyata tu novel nyasar di bagian rak “novel terjemahan”. Hihi.

Atas prestasiku hari ini, ada sesuatu yang ingin aku hadiahkan untuk diriku sendiri, Dee... Apa itu? Sebuah novel karya penulis muslimah favoritku, Mbak Azzura Dayana. Judulnya TAHTA MAHAMERU. Ingin deh Dee, suatu hari nanti bisa bertemu dan belajar nulis novel bersama beliau. Dan kabar baiknya, Mbak Azzura Dayana itu sahabatnya Kak Febri di Trustco Palembang. Asyiiik… Insya Allah, ketika nanti aku ke Palembang lagi semoga bisa mengagendakan untuk bertemu khusus dengan beliau. Aamiin…

Setelah dipaksa puas mengunjungi buku-buku itu, aku dan Mbak Santi pun meluncur menuju Dapoer Bistik Solo. Ada kisah istimewa apa di sana?

Pendar Pelangi Senja di Dapoer Bistik Solo Penuh Cinta
Dee…sesampainya di parkiran, kita disambut oleh ponakanku tersayang, Aprisa Ayu, yang cerpen S(k)andal Jepit-nya kemarin Alhamdulillah nangkring dengan sangat elegan di bagian literasi Joglosemar Minggu. Huaaayooo, ndegaaaan!

Masuklah kita bertiga ke area resto. Sudah ada Mbak Eka dan Mas Dwi. Akhirnya, kita pun memilih duduk di bagian dalam yang lesehan. Ah, sebelum masuk resto tadi aku sempat menjadi saksi spektakulernya pesona merah saga di hamparan cakrawala. Senja, sebentar saja namun sangat membekas…

Satu per satu anggota keluarga PELANGI dan studio KACAMATA pun berdatangan. Rame tenan dan sangat membahagiakan.

Ngabsen dulu, ah… (ngrekam keugal-ugalan mereka juga ^_^)
  1. Mbak Santi. Salut dengan perjuanganmu, Mbak! Meski kakimu masih sakit, kau rela jauh-jauh ke Solo dari Sragen hanya untuk melepas rasa rindumu kepadaku. Deuuu… eh, kepada kita maksudnya!
  2. Ponakan Aprisa Ayu’. Aduh, Pon kau makin ngawu-awu saja dengan kacamatamu ituh. Janjian pula sama Mas Alib, Nunu, dan Mas Tyo…. Xixi. Makanmu banyak sekali, ya? (sama!)
  3. Mbak Eka. Terima kasih, ya Mbak atas traktiran makannya. Bayaran gratis taxi-nya, dan bayaran gratis naik bis ke Wonogiri-nya. Sungguh, bercakap denganmu dalam perjalanan pulang ituh sesuatuuuh banget. Haha… terima kasih atas semua gretongannya. Semoga Allah Swt mengganti semua kebaikan dan ketulusan hatimu dengan jodoh yang sholeh… Aamiin Ya Rabb.
  4. Mbak Amrih. Emak-emak muda yang satu ini datang sendirian saja. Mbak, suaminya kok nggak diajak sih? Eh, jangan dink mbak… ntar malah ketularan remphong. Hihi
  5. Diah Cmut. Penulis FN “Permen-Permen Kastil Lolli” ini datang agak belakangan. Kasihan banget kau cucumut, udang manis itu datang paling akhir… melas.com!
  6. Mbak Ummi. Mbak Uum pun masih dengan gaya ugal-ugalannya yang super ndewi. Dasar, kau! Semoga suamimu kelak sabar menghadapi semua tingkah anehmu. Hihi…
  7. Mas Dwi. Kakak Pelangi yang satu ini patut diteladani ke-ontime-annya. Sipp… makasih yo mas, pinjeman laptop dan modemnya sore ini. Jadi bisa online sambil nunggu teman-teman dateng.
  8. Mas Alib. Kakaaaaak, kalau Mbak Santi ditabrak orang dari belakang kamu malah “nyruduk” orang dari belakang. Ah, dasar ugal-ugalan tingkat dewa.
  9. Nunu. Penampilanmu unyu sekali, Nak… *dejavuaksilemcastol.
  10. Mas Tyo. Haha…kadang memang harus begitu ya Mas?
  11. Mas Ranu. Mulai lagi deh ngledekin dengan panggilan “ustadzah”. Mana paparazinya, Mas?
  12. Danar. Kau makin kurus keriting aja, Nak…hihi…
  13. Casofa Fachmy. Kayaknya si papah nih lagi galau tingkat ranger pink ya???

Hah, apapun kondisi dan kengenesan kalian, kalian tetap yang termuah di hati. Mumumu…
I love u all because Allah Swt, Pelangiku…

Warna pelangi, seperti menaungi warna senja. Aku akan selalu mengingat setiap langit memerah saat sang bagaskara purna tugasnya. Senja seperti bisikan semangat di saat aku begitu lelah. Ia pun berbisik bahwa “cinta itu selalu ada di sana, di pelataran senja, bersama waktu yang melahirkannya…”

Hari ini sungguh indah, Dee…
“Mereka adalah nuansa-nuansa ilhamku…”
***

Sepedih apapun engkau menangis,
engkau tak akan menemukan sebuah senyuman…
Jika engkau tak ikhlas untuk rasa yang engkau jalani.
Setegar apapun dirimu, engkau tak akan merasa bahagia...
Jika ternyata dalam ketegaranmu tak ada pula keikhlasan.


Semampu apapun engkau berusaha untuk keindahan pada hatimu,
jika dalam berusaha ternyata keikhlasanmu hanya kiasan…
Maka, keindahan hatimu tetap tak akan pernah engkau rasakan.

Ikhlaslah pada kehendak-Nya dan ingatlah siapa dirimu…
yang tak mungkin berada dalam dunia,
bila Allah tak mencintaimu...

Semua yang Allah berikan, baik nikmat-Nya atau ujian-Nya.
Semata-mata untuk menguji keikhlasan hatimu…

Tetaplah jadi yang ter-ISTIMEWA, Keisya Avicenna…
Untuk duniamu yang ber-PELANGI penuh cinta hingga kekal sampai nanti di syurga-Nya.


[Keisya Avicenna, 050812. Terima kasih, Ya Rabb untuk episode terindah hari ini…]

***
Althaf: “Wah, cerita Ummi seru banget, ya? Althaf jadi kangen sama Tante Ayu’, Tante Cmut, Tante Santi, Tante Ummi, Tante Eka, Tante Amrih, Om Fachmy, Om Danar, Om Nunu, Pakdhe Alib, Pakdhe Tyo, Om Cowie, dan Pakdhe Ranu.”
(Althaf sibuk menyebutkan sosok-sosok yang sempat terdokumentasikan lewat tulisan di buku DNA-ku itu dengan jari-jari mungilnya. Althaf pernah bertemu mereka semua. Althaf juga menyimpan kenangan manis dengan mereka semua.)
Keisya: “Ummi juga kangen mereka, sayang…”
Althaf: “Althaf juga kangen temen-temen Ummi yang lain, om dan tante yang selalu baik dan ngasih mainan Althaf.”
Keisya:  “Iya, sayang. Althaf kalau berdoa, jangan lupa selain ngedoain Ummi dan Abi juga ngedoain tante dan om yang baik-baik itu ya!”
Althaf: “Insya Allah, Ummi…”
Keisya: “Dan ingat selalu, s = v x t!” (^_^)
Althaf: ??? (pasang tampang bengong)
Keisya: “Hehe… kapan-kapan coba Althaf tanyain deh ke Tante Aisya kalau kita jalan-jalan ke Jakarta!”
Althaf: “Horeee, Althaf bisa ketemu Azzam, dong!”
(Nak, kelak ketika kamu besar nanti kamu akan belajar memaknainya. Jarak tidak akan jadi penghalang jika hati-hati kita telah berpadu dalam rabithah cinta-Nya…)
Keisya: “Yuk, Althaf bantuin Ummi beres-beres rumah lagi yuk… Semangaaaaat! Ups, tapi jangan rame-rama ya. Nayla sedang tidur…”
Althaf: “Iya, Ummi. Semangaaaaat!!!”

(terdengar langkah kaki berderap ke arah kami)
Seseorang yang aku percayakan menjadi kawan seperjalananku untuk bersama-sama membangun “jembatan indah ke syurga-Nya”…
“Hm, ada apa nih kayaknya seru? Kok Abi nggak diajak?”
 (to be continued_3)

[Keisya Avicenna, ditulis dengan penuh cinta dan senyuman di lembar ke-19 Ramadhan…]

Wednesday, August 08, 2012

MELATI [18]: “BAROKALLAHU LAKA…” [Dari NORMA untuk NURMA]

Wednesday, August 08, 2012 0 Comments
 
by Norma Keisya Avicenna on Tuesday, August 7, 2012 at 5:44am ·

Rerentet aksara ini menari…
Dalam goresan pena dari gerakan jemari
Kertas putih pun pasrah terbentang
Mencoba lukiskan cinta dalam untaian kata
Curahkan kerinduan yang menghentak di dada
Untuk belahan jiwa tercinta

Dunia pun tersenyum menyambut…
Perasaan tulus yang tengah tercipta
Teruntuk sosok istimewa
Kekasih hati pilihan-Nya

Cinta, ketika nanti telah berbilang waktu
Hariku berlalu bersamamu
Diri ini takkan pernah lelah berharap…
Agar engkau tak pernah jemu
‘tuk bantu aku menjadi sebaik-baik perhiasan duniamu
Cinta, engkaulah yang ‘kan mengantarkanku ke taman akhlak yang mulia
Taman istimewa, taman surga…
Sayang, aku ingat nasihat emas Rasulullah Saw. :
 “Maka perhatikanlah wahai istri, bagaimana kalian mempergauli suamimu? Sesungguhnya ia adalah surga atau nerakamu.” [HR. Ahmad]

Sayang, aku berharap surga!
Ya, aku sangat berharap surga!
Dan engkaulah salah satu kunci surgaku, Sayang…
Maka, bimbinglah aku!
Buatlah aku mampu melakukan apapun yang membuatmu ridho padaku…
Dengan begitu, Allah pun akan meridhoiku

Cinta, aku berharap agar kita selalu melangkah bersama
‘tuk menggapai ridho-Nya
Seandainya ada tinta emas dalam pena perjalanan kita…
Mari kita tulis bersama
Episode cinta kita yang penuh makna!
Karna hanya mendamba surga dan keridhoan-Nya semata
Bersyukurlah kepada-Nya, Cinta…
Sebelum engkau ucapkan kata terima kasihmu padaku

Sayang, asa hadirmu adalah selaksa makna
Selaksa makna yang dapat kutulis di antara kelopak edelweiss
Bermekaran indah nan abadi di taman hati ini

Sayang, jika cinta itu hanya sebuah mimpi…
Mungkin Hawa-pun akan tetap tinggal di surga
dan aku tak akan pernah terlahir ke dunia ini

Sayang, cinta telah membuat dunia ini menjadi hidup
Cinta adalah bagian kehidupan dari manusia
Dimana keindahan tumbuh di saat memberi atau menerima
Di saat berbagi tangis juga tawa
Dan engkaulah cintaku, Cinta…
Bersama kita ‘kan membangun rumah terindah di dunia, jua di surga
Tempat di mana jiwa kita berlabuh…
Tempat di mana rindu kita berteduh…


[Keisya Avicenna, puisi ini saya dedikasikan untuk Mbak NURMA yang hari ini menggenapkan “setengah dien”-nya di lembar ke-18 Ramadhan. Masih teringat SMS-an terakhir denganmu, mbak… Alhamdulillah, do’a-do’a itu melesat sangat cepat ke singgasana Arsy-Nya… Barokallahulaka wabaroka’alaika wajama’a bainakumma fiikhoir. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah, serta mampu menjadikan rumah tangga sebagai markas dakwah, segera diberikan amanah putra-putri yang shalih dan shalihah…Aamiin Ya Rabb… *Mbak NURMA, engkaulah kakak yang luar biasa buat NORMA. Kakak yang menjadi teman setia mbolang ketika kita menjelajah Jogja. Luph you coz Allah Swt…]

MELATI [17]: "BELAJAR FOKUS ala ZEN"

Wednesday, August 08, 2012 0 Comments


by Norma Keisya Avicenna on Monday, August 6, 2012 at 6:06am ·
Assalamu’alaykum Wr.Wb.

Perkenalkan nama saya Zen! Lengkapnya: Kaizenemon. Hehe. (Ngapain lu, Zen?)

Aha, sore ini kita akan belajar bersama mengenai suatu hal (bisa jadi suatu sikap) yang itu sangat akrab dalam keseharian kita. 5 huruf yang terangkum dalam satu kata: FOKUS! (Wah, keren juga lu, Zen… Simak yukz!)

Menurut guru spiritual Zen di abad 22, beliau mengatakan bahwa: “Fokus pada pekerjaan adalah kunci untuk bekerja secara efektif dan produktif.”  Super sekali, bukan? Hehe… Tapi apa yang terjadi saudara-saudara sebangsa dan setanah air? Sayangnya seringkali kita justru bertindak sebaliknya! Ini realita di lapangan (ntah itu lapangan base ball yang biasa dipakai Nobita n the gank maen ataukah lapang sepakbola tempat Bambang Pamungkas melancarkan tendangan-tendangan dahsyatnya! Ngik…) Belum selesai sebuah tugas kita sudah "lompat" ke tugas lainnya. Bener nggak? Akibatnya, terkadang kita merasa tak pernah bisa "bernapas", bahkan tak jarang terpaksa lembur demi menyelesaikan sebuah tugas.

Kesulitan untuk fokus pada sebuah hal memang kerap kita alami. Betul tidak? *gayaAa’Gym. Bukan hanya dalam pekerjaan di kantor, di kampus, di rumah, di manapunlah, kerap kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dalam hal pencapaian target tertentu, seperti rutin berolahraga kayak yang sekarang Zen targetkan (biar agak langsingan gitu…hihi). Terkadang berjalan rutin tapi terkadang kagak. Why? Karena ke-kurangkomitmen-an kita atas apa yang telah kita targetkan ituh. Nah lhoh…sering juga kita kurang bisa memanajemen waktu dengan baik.

Menurut ilmu Zen, ada beberapa hal yang bisa rekan-rekan hebat semua lakukan untuk tetap fokus pada tujuan dan hal itu dimulai dari pagi hari saat terbangun dari tidur.

  1. Ingat kawan, kekuatan pikiran itu penting! Jika saat bangun tidur sudah mengeluhkan hari berat yang akan dihadapi, kita pasti akan benar-benar mengalaminya. Jika kita terbangun dari tidur dan memikirkan hari yang indah, kita semakin kaya akan rasa syukur Insya Allah kita akan menjalani hari itu dengan semangat yang luar biasa dan Zen jamin bakalan jadi hari yang super istimewa.
  2. Jangan biarkan perhatian kita lompat dari satu hal ke hal lainnya karena hal itu hanya membuat kita sibuk dan tidak produktif. Huum… Lompat-lompat yang gak jelas garis finishnya. Gak tahu titik sasarannya! Nah, Zen saranin fokuslah pada satu tugas yang sedang dikerjakan. Right?*gayaMasIppho. Zen biasanya belajar membuat skala prioritas pada pekerjaan yang dihadapi (belajar dari kakak Zen yang tergabung dalam duo SUPERTWIN itu tuh…). Langkah ini  akan sangat membantu kita dalam memilih tugas yang harus segera diselesaikan terlebih dahulu.
  3. Hilangkan pula kebiasaan suka menunda pekerjaan. Kayaknya ini virus laten yang paling sering menyerang sekumpulan tulang berbalut daging berlabel manusia yak? (Zen nggak termasuk lhooh. Hihi. Kan Zen robot kucing penggemar dorayaki dari abad ke-22). Hm…semakin sering ditunda, makin menumpuk tugas yang harus dikerjakan. Hayo ngaku, siapa yang sering ngalamin? Ngacung!
  4. Terakhir, bekerjalah dengan hati senang karena hal itu akan membuat tugas terasa lebih ringan. Akur???

Zen jadi pengin konser bentar nih… (pake kacamata item, pegang mic, ngikutin gaya Mas Bondan…)
F ke O dan K ke U..S
FOKUS, konstan! Tetap lihat ke depan, kawan!
Genggan erat pegangan, lihatlah titik tuju
Raih pusat sasaran, jadilah nomer satu…
[Sang Juara]

Yadah, ini dulu yang bisa Zen sampaikan… selamat menunggu waktu berbuka puasa…
Salam Meoooong… ^_^ Baling-baling bambuuu…

Wa'alaykumussalam Wr.Wb.

[Keisya Avicenna, lembar ke-17 Ramadhan]

MELATI [16]: “Surat Untukmu, Nak. Dari Calon Ibumu.”

Wednesday, August 08, 2012 0 Comments
by Norma Keisya Avicenna on Sunday, August 5, 2012 at 11:13am ·
Kepada yang Ibu cintai sepenuh hati…

Assalaamu'alaykum warohmatullaahi wabarokatuh

        Bagaimana kabarmu sayang? Ibu harap kamu selalu dalam lindungan Allah SWT.
        Nak, kamu sekarang masih ada dalam kandungan Ibu. Tubuhmu baru mulai terbentuk dalam rahim Ibu, tapi mungkin jiwamu sudah bisa merasakan kehangatan kasih Ibu disana. Semoga engkau akan terus berkembang dan dapat lahir dengan selamat. Ibu sangat menginginkan nanti kamu akan bisa menjalani kehidupan yang lebih baik dari Ayah dan Ibumu.

        Sejujurnya, sampai sekarang Ibu masih belum tahu bagaimana caranya agar Ibu bisa memberikan kehidupan yang baik untukmu Nak. Belum banyak yang bisa Ibu janjikan untukmu. Ibu sendiri masih belum dapat menjadi orang yang baik, masih belum pantas untuk menjadi contoh buat kamu. Tapi ya, tekad itu sudah ada Nak, sejak saat ini, kamu masih dalam kandungan Ibu, Ibu  sudah memiliki tekad untuk mengupayakan sebisa mungkin agar perjalanan hidupmu nanti lebih baik dari Ayah dan Ibumu.

        Seandainya kehidupan yang lebih baik itu tidak bisa Ibu sediakan, Ibu akan mengusahakan agar engkau paling tidak menjadi orang yang lebih baik daripada Ibu. Pengalaman selama Ibu hidup di dunia ini, akan Ibu ceritakan padamu suatu saat nanti.
1. “Nak, Ibu ingin kau bisa memiliki pribadi yang teguh pendirian!”
        Ibu berharap engkau dapat menjadi orang yang memiliki keyakinan yang kuat, pendirian dan keteguhan hati. Dalam perjalanan hidup selama ini Ibu sempat merasakan, bahwa saat pegangan, keyakinan dan keteguhan hati hilang, saat itu perahu kehidupanmu akan terasa seperti kotak kayu tanpa kendali yang terombang-ambing di tengah laut, dan setiap saat bisa hancur saat ada ombak yang menghempaskannya ke batu karang. Seburuk apapun lingkungan dimana kamu berada, seaneh apapun yang tingkah laku orang sekitarmu, semua tidak akan mampu mempengaruhimu, jika engkau memiliki keteguhan hati.

2. “Dengarkan Hati Nuranimu, Nak!”
Harapan Ibu yang kedua adalah engkau selalu menjadi insan yang mampu untuk melihat jauh ke dalam lubuk hatimu, dan mendengarkan dari keheningan di dalam sana, suara-suara hati nurani yang padadasarnya dimiliki oleh setiap manusia, yang didalamnya terkandung kebenaran. Dalam mendengarkan suara-suara hati nuranimu, insya Allah engkau akan menemukan hal-hal yang benar dan baik di sana. Harapan Ibu yang berikutnya adalah agar engkau selalu dapat bertindak mengikuti kata hati, keyakinan yang engkau miliki.

3. “Nak, jagalah tindakanmu dan hawa nafsumu!”
Nak, seandainya engkau mampu mendengarkan suara hati nuranimu, tapi engkau tidak mencoba untuk mengikutinya, dan memilih untuk melakukan tindakan lain yang bertentangan dengan hati nuranimu, jiwamu akan merasa tidak tentram. Nak, berusahalah untuk selalu menyesuaikan diri dengan hati nuranimu, sehingga engkau memiliki ketenangan jiwa. Ibu berharap dan berdoa agar engkau selalu bisa memenangkan pertarungan tiada akhir antara dirimu-hati nuranimu dengan hawa nafsumu, dan memenangkan hati nuranimu.

4. “Nak, milikilah jiwa yang tegar dan tidak mudah putus asa!”
Seandainya engkau mengalami saat-saat tersulit dalam hidupmu, Ibu berpesan, jangan pernah berputus asa dan menyerah pada keadaan. Tetaplah yakin bahwa manusia sebenarnya tercipta dalam kondisi yang sempurna, sebagai manusia yang taqwa. Bisikan kebaikan, dan bisikan kearah yang tidak baik selalu datang silih berganti. Semakin dekatkan dirimu pada Sang Pencipta. Dia yang Maha Pengampun dan paling memahami hambanya, memahami kelemahan dan kekurangan kita. Dia akan tetap selalu membuka peluang untuk perbaikan diri, asal engkau tidak menjauhi peluang itu. Jangan merasa malu untuk bersimpuh dihadapan-Nya dan memohon ampun. Allah SWT, yang Maha Memberi Petunjuk tidak pernah menyukai orang yang berputus asa terhadap petunjuk dan karunia-Nya. Baca, pelajari, pahami, ajarkan, dan amalkan ayat-ayat dalam Al Qur'an yang menganjurkan engkau untuk selalu merenungkan dan memikirkan kekuasaan Ilahi.

        Nak, ketika Ibu masih mengandungmu, sambil mengelus dengan lembut perut Ibu yang semakin hari semakin bertambah besar, penuh kekhusyukan Ibu panjatkan doa….
"Ya Rabbi, hamba percaya Engkau adalah arsitek yang agung, yang tidak pernah gagal. Engkau pasti sedang merajut dan merakit sel-sel dalam tubuhnya dengan sempurna. Sel-sel jantungnya dengan sempurna, sel-sel otaknya dengan sempurna, organ-organ tubuhnya dengan sempurna, kaki dan tangannya dengan sempurna, bentuk tubuhnya dengan sempurna, kulit tubuhnya dengan sempurna dan membentuknya menjadi bayi mungil, utuh dan sempurna"

        Ketika terbayang wajah mungilmu yang lucu Nak ketika engkau nanti muncul di dunia ini, doa yang ingin Ibu panjatkan saat itu…

“Ya Allah, Engkaulah yang menggenggam takdir anak hamba  ini. Hamba mohon ya Allah  jadikan anak yang ada dihadapan hamba sebagai anak yang sholeh. Jadikanlah ia anak yang bisa membahagiakan hamba kelak dihadapan-Mu, ya Allah. Jadikanlah ia anak yang dapat membuat hamba bangga kelak di hadapan-Mu  ya Allah. Pertemukan kami kelak di surgaMu ya Allah. Jangan Engkau pisahkan kami ya Allah. Jangan Kau  biarkan hamba memasuki surga-Mu tanpa anak ini disamping hamba”.

        Maafkan Ibu ya sayang….kalau selama ini Ibu sudah melakukan banyak kesalahan pada dirimu. Besar keinginan Ibu suatu saat nanti Ibu bisa menyayangimu sebagaimana Rasulullah SAW menyayangi putra-putrinya. Rasa sayang ini sangatlah besar, Nak.

        Kelak, belajarlah untuk menghormati Ayah dan Ibumu. Cintailah mereka dengan penghormatan yang tinggi dan perhatian yang tulus. Sesungguhnya, surgamu berada di bawah telapak kaki Ibumu. Ketika kamu nanti beranjak tumbuh dan besar…dan sekali waktu Ibumu tidak mampu mengendalikan emosi atau wajahnya tampak sedikit cemberut, ketahuilah Nak tentang penat yang Ibu rasakan karena harus menyayangimu tanpa batas waktu. Kalau suatu hari nanti kau bisa berlari-lari dengan gembira, itu karena Ibu mengikhlaskan keletihan ini untuk mencurahkan kasih sayang kepadamu saat tulang-tulangmu belum kuat…

        Sungguh, Nak...belajarlah untuk mencintai Ibu. Seperti kata-kata orang bijak, “Satu malam yang dijalankan oleh seorang Ibu dalam mengurusi anaknya, bernilai lebih besar daripada bertahun-tahun kehidupan seorang ayah yang setia. Kelembutan dan kasih sayang yang terkandung dalam mata berbinar seorang Ibu adalah kilatan  kasih dan sayang Tuhan Sekalian Alam.”

        Mungkin ini dulu ya, Nak yang bisa Ibu tuliskan. Pesan-pesan ini Nak, Ibu harap juga akan sangat bermanfaat bagi diri Ibu sendiri. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kejernihan batin bagi Ibu untuk mendengarkan suara hati nurani Ibu, dan masih memberikan pancaran-Nya untuk menuntun langkah-langkah Ibu di masa yang akan datang. Ibu sayang padamu Nak, dan Ibu sangat berharap agar engkau kelak dapat menjadi insan yang lebih baik dari Ibu.
Salam rindu, cinta, kasih,  dan sayang selalu …
Dari Ibumu yang selalu mencintaimu, Anakku…

Wassalamu‘alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh

[Keisya Avicenna, lembar ke-16 Ramadhan… *aksara-aksaravisioner ^_^]

Sunday, August 05, 2012

MELATI [15]: “KETIKA CINTA BERSEMI DI UNPAD”

Sunday, August 05, 2012 0 Comments

by Norma Keisya Avicenna on Sunday, August 5, 2012 at 5:02am ·
Melupakan sesuatu hal yang telah melekat sebelumnya dalam jangka waktu yang relatif lama ternyata tidak mudah. Pikiran ini rasanya tak pernah berhenti untuk mengenang, mengingat ataupun membayangkan masa-masa indah yang pernah terpatri bersama hal itu.

Hati pun serasa tercabik kala ada keinginan untuk kembali. Antara mengiyakan atau tetap pada pendirian. Antara keinginan sebenarnya, dan cita-cita yang harus ditempuh dengan jalan yang berbeda, menjadi satu dalam jelaga yang tak kan pernah kering. Tapi aku tidak seperti itu, hatiku pun tak pernah merasakan hal demikian. Aku bahagia mengenal mereka. Aku bersyukur menjadi bagian dari hidup mereka. Entah mereka merasakan hal yang sama ataukah tidak, tapi inilah aku yang begitu “beruntung” mendapatkan amanah tuk menjalani peran dari skenario terindah yang telah dituliskan-Nya untukku…

Ada sebuah kisah terhampar begitu manis mewarnai satu dari sekian hari Ramadhanku…

Hari Kamis silam, ada presentasi pengajar SD di GO 1 (GO Kerdukepik). Tapi, karena penilai presentasinya adalah Kabag Wilayah II (Bu RL) yang notabene sudah sering melihat aku presentasi (saat masih mengajar di GO Solo), akhirnya sesi presentasi pun diganti dengan diskusi bersama, bertukar pikiran untuk kemajuan GO Wonogiri ke depan khususnya SD. Asyik dah…

Jumat kemarin adalah hari keduaku mengajar di GO Wonogiri, lebih tepatnya di GO 2 (GO Pokoh). Alhamdulillah, ntah harus dengan apa diri ini bersyukur, yang jelas kepindahan ke GO Wonogiri memberikan banyak sekali nuansa baru, nuansa yang berbeda, dan nuansa yang semakin penuh cinta. Bagaimana tidak? Baru pertama kali masuk, banyak sekali yang sudah kenal. Mulai dari Customer Service, bagian operasional, beberapa pengajar SD dan juga pengajar SMP-SMA. Di GO tuh jadi kayak ajang reuni. Alhamdulillah, inilah salah satu bagian yang benar-benar harus aku syukuri.

Jadwal hari Jum’at aku mendapatkan jadwal untuk mengajar di kelas 5 SDR 102. Mengajar materi IPA dan Bahasa Indonesia. Jam 14.10 aku sudah sampai di GO dan masih sempat ngobrol dengan para pengajar SMP-SMA yang kebanyakan teman masa remajaku dulu (episode SMP-SMA). Hihi… Ada juga pengajar SD yang dulu adik kelas SMA, masih ingat aku karena aku dan mbak thicko adalah “si kembar yang unik” waktu SMA dulu (toeeeng…).

Jam 14.30 bel tanda masuk pun berbunyi. Teriring langkah mantap dan seperti biasa membawa “tas mbolang”ku (belum sreg kalau pakai tas ‘cantik’ khas ibu-ibu. Hehe), aku pun memasuki kelas. Asyiiik, ketemu wajah-wajah baru yang sangat mendamaikan. Inilah salah satu bagian terindah yang selalu aku rasakan. Bertemu anak-anak, menyelami dunia mereka, belajar dan bermain bersama mereka, memahami karakter mereka, dan masih banyak lagi. Ada kepuasan tersendiri yang mungkin tidak mampu dirasakan oleh sebagian orang.

Pelajaran pertama aku menyampaikan materi IPA. Dengan metode penyampaian khas “Bu NM”. Alhamdulillah, IPA adalah “Ilmu Paling Asyik”. So, belajar pun asyik-asyik aja. Ada 9 siswa di kelas itu. Lucu-lucu banget deh! Menemani antusiasme mereka dalam belajar menjadi sebuah kebahagiaan yang sulit diterjemahkan lewat kata-kata. Aku langsung menghafal nama mereka. Ada Rio, si tembem yang humoris. Azhar yang tak prediksi kelak bakal jadi penghafal Qur’an –sosok ikhwan junior-, Aulia yang pemalu, Novan yang cerdas dan bercita-cita jadi polisi, Roni dengan tipe belajar kinestetik “semau gue” tapi “cerdas”. Ada jugaVian yang penuh percaya diri, Agnes yang manis dan gemar membaca, Doni calon orator ulung dan terakhir Rama sosok bocah cerdas, pemberani, dan calon dokter. Wow! Mereka adalah asset berharga bangsa ini. Kalau bukan kita yang menanamkan karakter positif dan mentalitas pemenang dari sekarang, siapa lagi? kapan lagi? (catatan untuk para “guru”).

Pada sesi pertama, aku ngasih break “konsentrasi” dan “tebak-tebakan unyu”. Gelak tawa pun semakin menghangatkan suasana dan kita menjadi lebih akrab dari sebelumnya. Inilah salah satu komitmenku untuk “mengajar dengan hati”. Ya, dari hati semoga sampai juga ke hati…

Sesi kedua adalah sesi yang luar biasa menurutku. Bahasa Indonesia. Sebelum pelajaran dimulai, aku mengajukan pertanyaan:
  1. 1.     Siapa yang punya hobi membaca?
  2. 2.     Siapa yang suka menulis dan mengarang cerita?

Pertanyaan pertama hanya 4 anak yang angkat tangan: Agnes, Novan, Azhar, dan Rama. Pertanyaan kedua hanya Agnes yang angkat tangan. Agnes bilang kalau dia suka membaca buku KKPK di perpustakaan sekolah dan kadang suka nulis cerita. Wow, luar biasa sekali kau, Nak! Sedangkan anak-anak yang lain kebanyakan ketika aku tanya, “Hm…hayo, pasti lebih suka main game ya?” Mereka pun mengangguk sambil tersenyum. Hahaha…skak mat!

Sesi kali ini kita sampai di bab menyusun gambar rumpang kemudian belajar membuat ide pokok dari tiap gambar dan membuat sebuah cerita dari gambar yang telah disusun sebelumnya. Ada dua soal yang harus mereka kerjakan. Soal pertama masih aku tuntun dan ajari bagaimana caranya, setelah selesai setiap siswa aku minta membaca karyanya satu per satu. Hasilnya masih standar, tapi sudah keren lah!

Soal nomor dua, Bu NM pun beraksi menularkan virus “Creative Writing for Kids”. Hihi… Semua alat tulis diletakkan dulu, saatnya semua fokus. Kita ngapain sekarang? Senam otak. Hehe. Mulailah aku beraksi membuat mereka “remphong” dengan permainan olahraga jari yang bertujuan menyeimbangkan otak kanan dan kiri serta agar lebih fresh. Kalau ingin muridnya semangat, gurunya harus punya semangat yang jauh lebih luar biasa (baca: ugal-ugalan.hihi). Kemudian, satu menit aku minta mereka (setelah menyusun dan melihat gambar/ teknik visualisasi) untuk memikirkan kira-kira apa yang nanti akan ditulis. Selanjutnya, lima menit untuk menulis apapun yang ada di pikiran mereka. Asyiiik… dan hasilnya? Kata-kata mereka jauh lebih tertata dan ceritanya pun lebih variatif. Salut!

Kelas pun usai dengan sangat membahagiakan. Happy Ending lah… Dan inilah yang kusebut “KETIKA CINTA BERSEMI DI UNPAD…” karena saat itu kita belajar di kelas UNPAD. Uhuy, I love u all my lovely student!

[Keisya Avicenna, lembar ke-15 Ramadhan…*seharusnya diupload kemarin…]

MELATI [14]: "DIALOG TANPA NARASI"

Sunday, August 05, 2012 0 Comments


by Norma Keisya Avicenna on Saturday, August 4, 2012 at 8:47am ·
Ade: “Pagi yang berkabut seperti mengisyaratkan sesuatu padaku, Wan?”

Wawan: “Maksudmu?”

Ade: “Hatiku beku. Dingin. Aku masih bingung memutuskan arah jalan hidupku. Selayaknya kabut pagi yang menjelma embun tapi tak berlangsung lama tatkala sang mentari menguapkannya. Aku benci dengan keadaanku, Wan! Semua yang ingin kumiliki, dalam sekejap sirna. Semuanya kandas tanpa sempat aku mencicipi manisnya.”

Wawan: “Ah, puitis banget kau, De! Yang sabar to, De! Hidup di dunia cuma sekali, jangan dibikin susah!”

Ade: “Tapi, Wan…kerja kerasku kurang apa coba? Sholat juga gak pernah telat, sedekah juga gak pernah lupa, puasa sunah juga sering kulakoni. Tuhan kan Maha Adil. Namun, kenyataannya? Kenapa seperti ini? Aku jadi ragu!”

Wawan: “Hush, ngomong apa kamu, De! Istighfar… Mungkin karena masih ada yang mengganjal di hatimu. Hingga kamu menjalaninya gak totalitas. Kurang ikhlas…”

[Keisya Avicenna, tulisan sampah yang belum sempat didaur ulang… lembar ke-14 Ramadhan. Kagak sempet upload kemarin karena net nya lemot]